History Of The Mighty Women Of Nanggroe Aceh Darussalam ~ Sejarah Perempuan Perkasa Nanggroe Aceh Darussalam

in #history7 years ago

images.jpeg
image source

English Translation

Coinciding with the day of kartini on 21 April I will write about the mighty woman who came from Nanggroe Aceh Darussalam. Why am I writing about a mighty woman from aceh? why not with Ra. Kartini? The answer is because the history of the mighty women who came from Nanggroe Aceh Darussalam almost disappeared and forgotten by the present generation especially from Aceh, it is unfortunate that our generation forgot the struggle of the Mighty Woman Shuhada like Keumalahayati, Cut Nyak Dien, Cut Meutia and many more Mighty Woman who came from Nanggroe Aceh Darussalam that we do not know about history, but they are very meritorious to us all.

Bertepatan dengan hari kartini yaitu tanggal 21 April saya akan menulis tentang perempuan perkasa yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam. Kenapa saya menulis tentang perempuan perkasa yang berasal dari aceh ? kenapa tidak dengan Ra. Kartini ?. Jawabannya karena sejarah perempuan perkasa yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam hampir lenyap dan dilupakan oleh generasi sekarang ini khususnya yang berasal dari aceh, sangat disayangkan bila generasi kita melupakan perjuangan dari para shuhada Perempuan Perkasa seperti Keumalahayati, Cut Nyak Dien, Cut Meutia dan masih banyak lagi Perempuan Perkasa yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam yang tidak kita ketahui tentang sejarahnya, padahal mereka sangat berjasa kepada kita semua.


  • Ratu Nahrasiyah
    images (1).jpeg
    image source
    Ratu Nahrasiyah is the daughter of Sultan Zain al-Abidi, Ratu Nahrasiayah once ruled or led the kingdom of Pasai Ocean over 20 years old in 1415. His tomb is located in District Samudera, North Aceh District, the tomb made of marble and decorated with carvings nan beautiful of the verses of the Qur'an is the most beautiful tomb in Southeast Asia.

Ratu Nahrasiyah merupakan putri dari Sultan Zain al-Abidi, Ratu Nahrasiayah pernah memerintah atau memimpin kerajaan Samudera Pasai lebih dari 20 tahun lamanya pada tahun 1415. Makam beliau terletak di Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, makam yang terbuat dari pualam dan dihiasi dengan ukiran nan indah dari ayat-ayat Al-Quran merupakan makam terindah di Asia Tenggara.


  • Keumalahayati
    images (2).jpeg
    image source
    Keumalahayati is the daughter of Mahmud Syah, he (Keumalahayati) also comes from the lineage of the founding Sultan of the kingdom of Aceh Darussalam. Malahayati is a figure that many appear in the writings of foreign writers and the Indonesian nation itself. Keumalahayati became Commander of the Royal Acehnese Armed Forces during the reign of Sultan Al-Mukammil (1589-1604). He gained the confidence of being the number one man in the army of the sultan for his success in leading the women's army.

Keumalahayati merupakan putri dari Mahmud Syah, beliau (Keumalahayati) juga berasal dari garis keturunan Sultan pendiri kerajaan Aceh Darussalam. Malahayati merupakan figur yang banyak muncul dalam cacatan penulis asing dan bangsa Indonesia sendiri. Keumalahayati menjadi Panglima Angkatan Perang kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Al-Mukammil (1589-1604). Beliau mendapat kepercayaan menjadi orang nomor satu dalam militer dari sultan karena keberhasilannya memimpin pasukan wanita.


  • Sultanah Naqiatuddin Syah
    images (3).jpeg
    image source
    Sultanah Naqiatuddin Shah is the daughter of Malik Radiat Syah. His reign was to make changes to the Constitution of Aceh and Adat Meukuta Alam. Aceh was formed into three federations called Tiga Sagi (Lhee Sagoe). Sagi leader is called Panglima Sagi. The purpose of the formation of a government like this so that the bureaucracy centralized by hand over government affairs in the three divided Sagi's division (Lhee Sagoe). However, every Sagi does not mean doing self-government. Sultanah Naqiatuddin Syah also perfected the Induk Meukuta Nature which was originally designed by Sultan Iskandar Muda. Another thing that is done by Sultanah Naqiatuddin Shah is issued a gold coin. His reign included a very short time in 1675-1678.

Sultanah Naqiatuddin Syah adalah putri dari Malik Radiat Syah. Masa pemerintahan beliau adalah melukakan perubahan terhadap Undang Undang Dasar Kerajaan Aceh dan Adat Meukuta Alam. Aceh dibentuk menjadi tiga federasi yang disebut Tiga Sagi (Lhee Sagoe). Pemimpin Sagi disebut Panglima Sagi. Maksud dari pembentukan pemerintahan seperti ini agar birokrasi tersentralisasi dengan menyerahkan urusan pemerintahan dalam kenegarian yang terbagi Tiga Sagi itu (Lhee Sagoe). Namun, setiap Sagi tidak berarti melakukan pemerintahan sendiri-sendiri. Sultanah Naqiatuddin Syah juga menyempurnakan Adat Meukuta Alam yang dulu dirancang oleh Sultan Iskandar Muda. Hal lain yang dilakuakan oleh Sultanah Naqiatuddin Syah adalah mengeluarkan mata uang emas. Masa pemerintahan beliau termasuk sangat singkat yaitu pada tahun 1675-1678.


  • Cut Nyak Dien
    images (4).jpeg
    image source
    Cut Nyak Dien was born in 1848. His father Teuku Nanta Setia was an uleebalang, his mother also of noble descent. Cut Nyak Dien received good education, especially religious education and household knowledge. As an adult, he was mated with Teuku Ibrahim. From the wedding he was blessed with a son and he fully supported what his husband did in the battlefield. In fact, Cut Nyak Dien is active on the front lines. As a result he rarely gathered with his husband and son.
    Because the Dutch were superior to the arms and treason committed by the Acehnese themselves, Aceh's territory grew more and more in the hands of the Dutch, including areas controlled by Cut Nyak Dien himself. Cut Nyak Dien and his family were forced to flee. On June 28, 1878, Teuku Ibrahim and his followers died in battle. Cut Nyak Dien became a young widow, but still beautiful. The hatred of Cut Nyak Dien against the Dutch is getting smoldering. Then his promise (the man who can avenge the death of her husband, will accept him as husband). A male warrior, Teuku Umar finally redeemed the death of her husband. As he promised, he married Teuku Umar. Together with Cut Nyak Dien, Teuku Umar sparked another war against the Dutch. Cut Nyak Dien and his followers conducted guerrilla warfare, but Teuku Umar was killed in battle. Cut Nyak Dien is again a widow. The war he kept on his own until he died in the hands of the Dutch in 1908.

Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848. Ayahnya Teuku Nanta Setia seorang uleebalang, ibunya juga dari keturunan bangsawan. Cut Nyak Dien mendapatkan pendidikan yang baik, terutama pendidikan agama dan pengetahuan tentang rumahtangga. Setelah dewasa, beliau dijodohkan dengan Teuku Ibrahim. Dari pernikahan itu beliau dikaruniai seorang anak laki-laki dan beliau mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan oleh suaminya di medan perang. Bahkan, Cut Nyak Dien aktif di garis depan. Akibatnya ia jarang berkumpul dengan suami dan anaknya.
Karena Belanda lebih unggul soal persenjataan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh orang Aceh sendiri, lama-lama daerah kekuasaan Aceh semakin banyak jatuh ke tangan Belanda, termasuk daerah yang dikuasai oleh Cut Nyak Dien sendiri. Cut Nyak Dien dan keluarganya terpaksa mengungsi. Pada tanggal 28 Juni 1878, Teuku Ibrahim dan pengikutnya gugur dalam pertempuran. Cut Nyak Dien menjadi janda muda, namun tetap cantik. Kebencian Cut Nyak Dien terhadap Belanda makin membara. Lalu terucaplah janjinya ( lelaki yang dapat membalas kematian suaminya, akan diterimanya sebagai suami). Seorang lelaki pejuang, Teuku Umar akhirnya menebus kematian suaminya. Sebagaimana janjinya, maka ia menikah dengan Teuku Umar. Bersama Cut Nyak Dien, Teuku Umar memarakkan lagi peperangan melawan Belanda. Cut Nyak Dien dan pengikutnya melakukan perang gerilya, namun Teuku Umar tewas dalam pertempuran. Cut Nyak Dien kembali menjadi janda. Peperangan ia teruskan seorang diri sampai beliau wafat ditangan belanda pada tahun 1908.


  • Cut Meutia
    images (5).jpeg
    image source
    Cut Meutia died on October 25, 1910 in the Upper Peutoe River after a grueling pursuit by the Dutch elite. Cut Meutia was born in 1870, he is the daughter of Teuku Ben Daud a Pirate uleebalang loyal to the Sultan of Aceh and his mother named Cut Jah.

Cut Meutia wafat pada tangal 25 Oktober 1910 di hulu Sungai Peutoe setelah pengejaran yang melelahkan oleh pasukan elit Belanda. Cut Meutia lahir pada tahun 1870, beliau merupakan putri dari Teuku Ben Daud seorang uleebalang Pirak yang setia terhadap Sultan Aceh dan Ibunya bernama Cut Jah.


Thus the history of the Mighty Woman who came from Nanggroe Aceh Darussalam, hopefully we do not forget the struggle and his service to us all, especially aceh and indonesian society in general. May be useful. Thank you


Aceh Utara, 21 April 2018
Regards @sanu

Sort:  

I read many things to read history. Thank you for giving such a nice post. Hope you post something new like this. And stay with me.

UpVote Me

Follow Me

This post has received a 3.33 % upvote from @boomerang.

Mantap bang sanu

Saya upvote deh

Ureung inong aceh mandum mantap.. 😀

Coin Marketplace

STEEM 0.27
TRX 0.21
JST 0.039
BTC 97068.00
ETH 3692.98
USDT 1.00
SBD 3.88