Legalisasi Ganja untuk Obat
Manarik untuk diulas : Dalam hukum seorang bersalah ketika ia melanggar hak orang lain [Immanuel Kant]
Pagi tadi, saya membaca kabar tentang Fidelis Ari, seseorang yang sesungguh-sungguhnya suami. Ia rela menanam ganja, melanggar hukum di republik ini untuk menolong istrinya yang dilanda penyakit langka. Ejaannya pun susah kita lafalkan: Syringomyelia.
Wikipedia menjelaskan bahwa penyakit ini merujuk pada tumbuhnya kista dalam sumsum tulang belakang. Kista ini bisa bertambah luas dan memanjang.
Pada tingkatan tertinggi, dampaknya pada kelumpuhan dan nyeri yang hebat. Penderita pula akan kehilangan kemampuan merasai panas dan dingin. Peluang sembuhnya sangat tipis.
Sejak istrinya didera penyakit, Fidelis telah menempuh banyak cara, menghalau rasa sakit dengan beribu upaya.
Ia telah ke sejumlah rumah sakit di tempat ia tinggal, di Sanggau, Kalimantan Barat. Dia juga ke terapis, hingga ke pengobatan alternatif, tapi hasilnya nihil. Pun ada keinginan untuk membawa istrinya berobat ke Pulau Jawa, tapi tak diizinkan dokter karena jantung istrinya, Yeni Riawati yang lemah.
Hingga suatu waktu, ia mendapati artikel di Google, tentang ekstrak daun Cannabis Sativa alias ganja yang bisa meringankan sakit kekasihnya. Mengembalikan senyum yang menahun hilang di wajah Yeni.
Dan benar, setelah rutin memberi ekstrak itu ada dampaknya. "Dari susah tidur, jadi nyenyak tidurnya. Dari susah makan, jadi lahap makannya. Dari tidak bisa bicara, jadi bisa bicara. Jadi sudah ada tanda-tanda kesembuhan," ujar Yohana, kakak Fidelis.
Fidelis lalu berangan-angan akan membawa istrinya untuk operasi ke rumah sakit jika kendala fisik Yeni telah terobati oleh ekstrak ganja.
Namun nasib punya jalannya sendiri, ia ditangkap BNN dengan barang bukti 39 batang ganja yang ia tanam. Fidelis tak berkutik. Padahal dari hasil pemeriksaan, ia tak sekalipun ikut mengkonsumsinya apalagi menjualnya.
Begitulah hukum, betapa hitam putih. Sedangkan hidup, sedemikian peliknya.
32 Hari setelah Fidelis ditahan sepanjang itu pula istrinya tak mendapat pengobatan. Ajalnya tiba di kala suaminya masih di bui.
Di hari pemakaman, Fidelis diijinkan untuk menjenguk jasad istrinya. Di teras rumahnya, ia dekati putra bungsunya yang duduk sendiri. Ia nampak memegang kedua pundak anaknya.
Melihat fotonya, saya seolah membayangkan Fidelis mengutip kata-kata Nyai Ontosoroh di Bumi Manusia. "Kita telah melawan nak, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Gunawan Mashar
Dekriminalisasi Ganja.
Yeni Riawati dalam Kenangan Perjuangan Melawan Penyakit Syringomyelia tanpa Ganja
Adikku, pada bulan dirimu menghembuskan napas terakhir yaitu Maret 2017 ini, Israel menyatakan dekriminalisasi ganja. Berita ini tentu disambut dengan sangat gembira oleh para penderita penyakit yang tak tertangani dengan obat-obat kimia di Israel. Israel termasuk negara yang memimpin penelitian manfaat ganja medis. Dr. Raphael Mechoulam dari Hebrew University of Jerusalem, Israel, bahkan disebut sebagai “Bapak THC” karena beliau adalah orang pertama yang mengidentifikasi bahwa ganja mengandung tetrahydrocannabinol atau THC yang berpotensi menyembuhkan banyak penyakit.
THC yang diberikan suamimu kepadamu sangat efektif dalam pertumbuhan sel-sel baru. Sejak diberikan THC oleh suamimu, daging baru bisa tumbuh menutupi lubang-lubang luka dekubitusmu. Ingatanmu berangsur-angsur pulih dan bisa berkomunikasi kembali tentang banyak hal, dan bahkan dirimu mulai bisa menyanyikan lagu rohani. Itu sebabnya, dari balik jeruji besi, suamimu meminta kepadaku untuk memutarkan lagu “Pelangi Sehabis Hujan” dan “Mary, did You Know?” lagu yang dirimu nyanyikan dan gemari setelah menjalani pengobatan dengan ekstrak ganja. Tentu dirimu bisa mendengarkan dua lagu itu ketika kami memutarnya pada saat penghormatan terakhir, sebelum peti ditutup sehingga kami tak bisa melihat wajahmu lagi untuk selama-lamanya.
Adikku, saat suamimu ditahan yaitu Februari 2017, pemberitaan di media juga menyatakan bahwa Australia mendekriminalisasi ganja, mendahului Israel. Dekriminalisasi ganja di dua negara ini menambah daftar negara-negara yang lebih dahulu melegalkan ganja untuk pengobatan di bawah pengawasan pemerintah yaitu Belanda, Jerman, Argentina, Siprus, Ekuador, Meksiko, Peru, Swiss, Spanyol, Belgia, Republik Ceko, Brazil, Chili, Uruguay, Paraguay, Kolombia, dan 23 negara bagian di Amerika Serikat. Bagaimana dengan Indonesia?
Tidak lama setelah suamimu ditahan, aku mengirim surel ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional milik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Di tempat itu, aku tahu ada banyak tanaman obat yang mereka pelihara, termasuk tanaman ganja. Di dalam surelku itu, aku menanyakan tentang tanaman ganja untuk pengobatanmu. Mereka membalas surelku dengan mengatakan bahwa tanaman ganja yang ada di kebun mereka hanyalah sebagai koleksi dan mereka tidak melakukan penelitian menggunakan bahan itu. Ada yang mengherankan di sini.
Jika pemerintah kita tidak melakukan penelitian tentang tanaman ganja, bagaimana bisa pemerintah kita menempatkan ganja di nomor delapan dalam daftar narkotika golongan I UU RI Nomor 35 tahun 2009? Mana penelitian pemerintah kita yang menunjukkan hasil bahwa ganja memang merupakan tanaman berbahaya? Apa dasarnya ganja itu disebut berbahaya oleh pemerintah kita?
Hmmm…mungkin pemerintah kita akan menjawab bahwa pemerintah kita memasukkan ganja ke dalam daftar narkotika golongan I karena mendasarkan diri pada Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika (The United Nations Single Convention on Narcotic Drugs), yang digelar di New York tahun 1961. Andaipun ada riset-riset tentang bahaya ganja yang digunakan PBB untuk dasar membuat konvensi tunggal pada saat itu, bayangkanlah bagaimana teknologi yang berkembang 56 tahun yang lalu, lebih dari setengah abad yang lalu, Adikku.
Bandingkanlah dengan perkembangan teknologi sekarang. Apakah PBB memang tidak perlu mengikuti hasil-hasil riset terbaru tentang manfaat ganja untuk pengobatan yang dilakukan menggunakan teknologi terkini? Aku kembali heran. Kita dengan bangga mengatakan hidup di zaman digital, tetapi serasa kita masih hidup di zaman batu karena konvensi, undang-undang, atau aturan yang digunakan masih mendasarkan diri pada perkembangan teknologi yang sudah tertinggal zaman.
Aku salut dengan Jose Mujica, presiden Uruguay, yang dengan berani serta meyakinkan melawan isi Konvensi PBB 1961 dan melegalkan penggunaan ganja medis di negaranya. Beliau bahkan dinominasikan mendapatkan penghargaan Nobel karena gebrakan beliau tersebut telah melindungi hak-hak asasi manusia di negaranya, termasuk hak untuk hidup sehat, hak untuk sembuh dari penyakit dengan pengobatan menggunakan ganja.
Adikku, suamimu telah mencoba meminta dispensasi penggunaan ganja bagi pengobatan dirimu. Ketika mendatangi pihak kepolisian, ia diarahkan untuk meminta dispensasi ke BNNK, lalu ke kejaksaan, lalu ke Kementerian Kesehatan. Untuk urusan di Kementerian Kesehatan ini, ia tidak mendapatkan rujukan siapa yang harus dia temui dan bagian mana yang harus ia datangi. Ia diarahkan ke Dinas Kesehatan. Semua pihak yang didatangi menyatakan bahwa ganja tidak bisa digunakan sebagai obat.
Januari 2016, dokter mengatakan bahwa syrinx yang ada di sumsum tulang belakangmu sudah berada di posisi thorakal 3 hingga 7. Salah satu dampaknya adalah tidak berfungsinya sistem gerak di tubuhmu. Itu sebabnya dirimu mengalami kelumpuhan di kedua kakimu. Menurut dokter, jika syrinx itu mencapai thorakal 1 dan 2, maka organ-organ dalam dirimu, termasuk jantung, tidak akan berfungsi. Padahal, thorakal 3 itu bersambungan dengan thorakal 2!
Dengan kondisi seperti itu, orang-orang di luar sana menyalahkan suamimu yang tidak mengurus izin terlebih dahulu sebelum menanam ganja. Adikku, coba kamu bayangkan ada orang yang berteriak-teriak minta tolong karena hampir tenggelam di sebuah sungai yang dalam dan mengalir deras.
Lalu, karena kamu tahu bahwa menurut prosedur sebelum berenang harus dilakukan pemanasan terlebih dahulu, maka di tepi sungai dirimu menggerakkan leher, pundak kiri, pundak kanan, tangan kiri, tangan kanan, pinggang, panggul, kaki kiri, kaki kanan, dan berlari-lari kecil masing-masing dua kali delapan hitungan, baru setelah itu dirimu terjun ke sungai untuk menyelamatkan orang yang hampir tenggelam itu.
Kira-kira menurutmu, apa yang akan terjadi pada orang yang berteriak-teriak minta tolong tadi? Dengan perizinan yang tidak ia dapatkan, dengan undang-undang yang dibuat tanpa riset-riset akurat dan tidak mengikuti perkembangan terkini, dengan kondisi penyakitmu yang kritis dan harus segera diatasi, apakah memang layak menyatakan suamimu telah melanggar undang-undang? Sampai di sini, aku tidak bisa mengikuti logika berpikir penduduk “bumi...
Aku pernah membaca berita ini di suatu milis. Miris sekali memang. Tetapi hal itu terjadi karena penyalahgunaan ganja itu sendiri lebih banyak ketimbang pemanfaatannya. Semoga ke depannya ada kebijakan yang memberikan izin penanaman ganja untuk medis.
Iya emanng
mantap bg
Thanks