Puisi #26 : Memilih
Sumber gambar : https://womantalk.com/relationship/articles/ketika-akan-menikah-hindari-7-kesalahan-memilih-calon-suami-berikut-ini-yzROq
"sekian dari presentasi saya terima kasih"
Kemudian suara tepuk tangan terdengar memenuhi Ruangan ini. Ya setelah berjuang selama 4 bulan akhirnya aku telah mendapatkan hasil yang kuinginkan. Posisiku yang dulu hanya Staff marketing strategy biasa kini telah berganti menjadi marketing manager. Setelah hampir 2 tahun ini ku tunjukkan performa kerja di depan pak Haidar.
Satu persatu orang di dalam ruangan rapat tersebut menghilang yang tersisa hanya aku sendiri dan beberapa peralatan kerjaku.
Terdengar sebuah nada dering dari ponsel ku, ada telepon masuk. Akupun mengangkat telepon tersebut.
"Hallo, assalamualaikum Bu"
"Wa'alaikumsalam nduk. Nanti jadi jemput ibu sama bapak ke stasiun kan?"
"Iya Bu nanti aku jemput. Ibu nyampek Semarang jam berapa?"
"jam 5an paling nduk"
"Yaudah nanti aku jemput jam segitu"
"Yaudah ya nduh nanti ibu telpon lagi. Ini mau siap-siap berangkat dulu. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam Bu"
Aku membereskan peralatan kerjaku. Dan melakukan aktivitas lainnya. Ini masih jam 14.30 masih cukup lama untuk ke stasiun.
Dari jauh terlihat seorang laki-laki yang sudah menunggu di parkiran depan kantor. Dengan menggunakan kemeja navy dan rambutnya yang klimis seperti biasanya. Sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Aku mencoba menghampirinya, karena sedari tadi dia terus mengamati tanpa henti.
"Hei nunggu siapa?"
"nungguin kamu lah neng" ucap Rino.
"Yee, kirain nungguin karyawan cewek yang lain gitu di kantor sebelah atau SPG siapa" godaku
"Oh kamu mau aku gitu?"
"Ya gak papa. Kalo mbak-mbak nya sini mau sama kamu"
"Ya jelas mau lah, apa yang kurang dari aku?"
"Kurang... Emmm ganteng deh kayaknya"
"Eh gitu ya"
Akupun tertawa, melihat sikap Rino yang kesal setiap kali dia datang ke kantor ku. Karena sudah jadi kebiasaan dia datangku secara mendadak. Tanpa terlalu banyak bicara kamipun langsung masuk kedalam mobil.
"Hari ini mau makan siang apa?"
"Emmm... Nggak tahu. Terserah kamu aja deh"
"Nasi goreng mau?"
"Nggak, lagi gak pengen makan nasi"
"Sup ikan mau?"
"Emmm... Enggak ahh, hari ini panas loh"
"Ya maunya apa"
"Ya terserah yang penting jangan 2 itu"
"Hah dasar cewek"
Rino masih mengendarai mobilnya sambil muter-muter kota Semarang. Aku tahu dia pasti bingung dengan menu makan apa yang harus kami makan.
Setelah cukup lama, akhirnya kamu berhenti di sebuah restoran Jepang. Kenapa disini, aku kan gak doyan makanan lain. Apalagi yang bukan dari indo. Aku mencoba untuk protes ke pilihan Rino tapi sekali lagi dia selalu membalikan kata "Terserah" yang biasanya aku katakan. Ya, mau gimana lagi, sedari tadi kami sudah berkeliling mencari makanan. Kalau harus berpindah lagi pasti jauh lebih repot.
"Aku nggak tahu masakan Jepang"
"Ya makanya kita makan disini biar kamu tahu"
"Nanti kalau aku gak doyan gimana?"
"Yaudah, gak usah dimakan nanti aku yang ngabisin kayak biasanya"
"Kalau gitu percuma dong kalau aku disini"
"Nggak ada yang percuma kalau waktuku aku habiskan denganmu"
Akupun memasrahkan semua pesanan menu ke Rino. Dia cukup tahu selera ku seperti apa? Sudah 2 tahun ini hubungan pertemanan kami menjadi dekat. Hampir setiap hari dia mengajakku makan siang. Dia seorang pria yang bisa ku andalkan.
Tak terlalu lama kami menunggu akhirnya datanglah sepaket steamboat, seporsi sushi dan sashimi serta 2 mangkok salad. Makanan yang sungguh asing sekali di lidahku. Aku tidak yakin menyukai ini atau tidak. Tapi Rino meyakinkan ku dengan tangan terampil yang dimilikinya dia meracik bumbu lada, garam dan kecap asin.
Aku mencoba mencicipi semangkok steamboat. Pertama satu sendok, dua sendok dan habislah satu mangkok. Ternyata enak juga pilihan dia kali ini.
"Pelan-pelan neng makannya"
"Iya-iya, makasih ya udah diajak kemari"
"Iya sama-sama, kamu doyan kan?"
"Bangettttt!"
Rino tersenyum puas.
"Oh ya kamu bilang bapak ibu mau ke Semarang hari ini"
"Iya, biasa. Bapak mau cuci darah dan kontrol ginjalnya"
Sbenarnya sudah satu tahun ini bapakku sakit-sakitan. Setelah didiagnosa terkena gagal ginjal, jadi bapak ku harus bolak balik rumah sakit. Dan setiap bulan juga, bapak ibu ku ke Semarang untuk melakukan kontrol. Dan sebentar lagi bapak ku direncanakan melakukan operasi pengangkatan ginjal sebelah kanan.
"Nanti kamu jemput jam berapa?"
"Jam 5 nyampe stasiun"
"Aku ikut jemput ya. Pakek mobilku aja lumayan hemat biaya"
Akupun mengangguk menandakan bahwa aku setuju dengan pernyataan Rino, lagipula yang bagus.
Tepat pukul 17.00 aku sudah menunggu di stasiun namun belum terlihat tanda-tanda jika bapak ibuku datang. Aku menunggu di sebelah Minimart yang ada di stasiun. Karena pintu keluar penumpang sudah dipenuhi dengan supir taksi dan para tukang ojek pengkolan. Keadaan stasiun hari ini sangat ramai sekali. Aku meneguk sebotol air mineral dingin yang ku beli di Minimart ini. Rino masih sibuk dengan ponselnya. Maklum kami datang lebih awal Januari sudah sekita 30 menit kami menunggu.
Terlihat dari jarak 10 meter ada 1 pasang orang tua yang angkat ku kenal. Bapak ibu ku. Akupun berlari menuju mereka sambil ku bawa barang-barang berat bawaan mereka. Disusul oleh Rino yang berada dibelakang ku.
"Bapak ibu!" Ucapku, sambil ku raih tangan mereka untuk ku cium.
"Eh kamu disini to nduk tak kirain di pintu gerbang"
"Bapak ibu, lama nggak ketemu" ucap Rino pelan dan meraih tangan kedua orangtua ku.
"Eh Rino, udah lama nggak ketemu" sahut bapak.
"Iya, tambah ganteng aja sekarang"
"Ah ibu bisa aja"
Setelah mengobrol dan puas memuji Rino, akhirnya kami menuju hotel dekat rumah sakit langganan bapak. Ya, maklum sih karena aku masih berstatus anak kost jadi setiap orang tua ku datang aku harus menyiapkan hotel untuk mereka menginap. Karena nggak mungkin aku harus membawa orangtua ku kedalam kost-kostan pasti gak akan nyaman untuk penghuni kost yang lain.
Ibu menyiapkan makanan yang sudah dibawa dari rumah. Sesukses apapun aku. Aku tetap memilih masakan sederhana buatan ibu yang menjadi makanan favorit ku.
"Rino baik banget ya nduk mau jemput bapak ibu" ucap ibuku.
"Ya memang dia sok Bu"
"Kalian balikan lagi?"
"Enggak Bu, kami cuma temenan"
"Temen apa temen"
"Temen biasa Bu"
"Tapi ibu berharap kamu lebih dari temen deh"
"Bu, ini pasti mau bahas jodoh lagi. Kan aku udah bilang masalah jodoh itu nanti biar aku saja. Yang penting kesehatan bapak"
"Nduk umurmu tuh udah berapa tahun? Dikampung sana banyak yang udah nikah loh. Banyak tetangga yang bilang kamu tuh perawan tua"
"Namanya juga wanita karier Bu, harus merintis dulu. Pas sukses kan bisa menciptakan keluarga yang berkecukupan"
"Iya, tapi gak baik kamu ngejar karir terus. Kamu harusnya sudah persiapan menikah sekarang. Sudah ngenalin pacar kamu ke bapak ibu"
"Yang sabar dong Bu, nyari pasangan tuh nggak mudah. Lagipula dengan gajiku sekarang aku bisa membantu bapak berobat"
"Mau sampai kamu nunggu? Udahlah balikan sama Rino aja. Dia udah ganteng mapan dan bapak ibu sudah kenal"
"Aku sama Rino udah nyaman temenan sekarang Bu"
"Nduk, kamu coba lihat kondisi bapak kamu. Kebahagiaan orangtua itu bukan pas anaknya sukses. Tapi saat bisa melihat anaknya menikah, jangan sampai bapak atau ibu meninggal baru kamu menikah"
"Husss... Ibu jangan ngomong gitu"
"Ya emang kamu nggak nikah-nikah"
Suasana malam itu yang harusnya dipenuhi kehangatan karena berkumpul dengan orang tuaku. Menjadi sangat dingin karena pembahasan pernikahan. Sudah satu tahun ini juga aku di desak kedua orangtuaku untuk segera menikah.
Sore ini aku ada rencana untuk keluar dengan Rino, dia bilang padaku akan pulang kerumah. Dan meminta untuk ditemani belanja beberapa pakaian untuk keluarganya di rumah. Kami menuju salah satu mall terbesar di kota Semarang. Sudah sekitar 60 menit kami berbelanja. Dan belanjaan Rino cukup banyak juga. Dari baju untuk kedua orangtuanya, semua keponakannya dan neneknya.
Kami tidak hanya berhenti di pakaian saja, kami mulai memasuki toko mainan, pusat oleh-oleh Semarang dan berhenti di sebuah rumah makan yang letaknya di lantai paling atas mall tersebut. Kami memilih kursi yang letaknya disebelah jendela kaca. Suasana jalan raya kota Semarang terlihat jelas dari sini. Langit senja yang bercampur dengan lampu-lampu yang mulai menyala.
"Kamu mau makan apa?"
"Terserah yang penting yang enak"
"Disini makanannya enak semua"
"Yaudah pilihin. Aku percaya kok sama pilihan kamu"
"Yaudah tak pesenin samaan ya"
"oke"
Aku masih asyik memandangi langit yang indah. Tampak, berwarna merah muda bercampur sedikit orange. Mungkin itu yang di sebut senja. Padahal sudah hampir 6 tahun aku di Semarang. Tapi baru kali ini aku takjub dengan langit senja yang indah.
"Amara makasih ya sudah mau menemani ku"
"Iya santai aja"
"Habis ini kamu mau ngapain?"
"Nggak ngapa-ngapain sih, paling balik ke hotel nemenin bapak ibu"
"Oh ya, karena kamu udah mau nemenin aku. Aku punya sesuatu untukmu"
Ucap Rino dan mengeluarkan satu kotak kecil yang ada disakunya, kotak itu berisikan sebuah cincin yang memiliki mata berlian ditengahnya.
"Rino kayaknya kamu berlebihan"
"Aku tak pernah berlebihan denganmu. Aku memberikan apapun jika memang pantas untuk dipakai oleh orangnya"
"Rino aku gak paham dengan ini"
"Amara, aku sudah terlalu nyaman denganmu hingga aku takut untuk kehilanganmu. Aku adalah orang yang pernah menyakitimu dulu. Dan sekarang aku sangat trauma untuk menyakiti lagi"
Hatiku sungguh berdebar gugup dan Rino terus berkata dan tak ada satupun yang bisa ku tanggapi.
"Amara, kehilanganmu sama saja aku telah kehilangan tulisanku. Perlu kamu tahu setelah kita berpisah dan tak saling jumpa aku tak dapat menulis satu baitpun. Tapi kini jika kau meminta ribuan kata aku pasti akan menyanggupinya"
"Rino aku benar tidak paham"
"Aku akan membuatnya lebih singkat. Will you marry me?"
Aku kebingungan tak tahu harus menjawab apa, aku memutuskan untuk diam sebentar. Menarik nafasku dan menjawab dengan tenang.
"Rino aku sungguh senang kamu melakukan ini untukku. Tempat yang indah, cincin yang indah, pemandangan yang indah juga. Tapi maaf sudah ku putuskan dari awal kita bersama. Kita hanya sebatas teman"
"Apa tidak ada kesempatan bagiku, kita sungguh sangat dekat sekarang"
"Aku tidak tahu Rino, sudah berapa kali aku bersama mu, tapi yang kurasakan hanyalah persahabatan saja"
"Apa ada orang lain yang sudah mengisi hatimu?"
"iya memang sudah ada"
"Siapa? Boleh aku mengetahuinya?"
"Emmmm dia adalah orang yang lucu. Dia suka mengomentari ku, selaku membuat ku dalam masalah, kalau digambarkan dia adalah orang yang sering membuat ku menangis. Entah karena khawatir atau rindu. Dia sangat berbeda dariku, dia seperti sisi lain ku"
"Siapa dia?"
"Orang yang tak bisa ku jumpai sekarang dan aku harus menunggu sampai dia pulang"
"Siapakah?"
"Aku tidak yakin dengan dia tapi perasaan ku begitu dalam padanya"
Suasana sore itu menjadi sangat canggung. Sebenarnya aku tidak enak hati dengan Rino. Tapi dia adalah pria dewasa. Hatinya begitu lapang. Dia berkata "siapapun pilihanmu jika itu berasal dari hati aku tak bisa memaksamu lagi" aku tahu pria sebaik ini akan mendapatkan wanita yang lebih dariku.