Puisi #23 : Jarak
Sumber gambar :
https://www.kompasiana.com/luanayunaneva/56ef79b3c2afbdeb19fb3aaf/hut-rtc-hidupku-dalam-gantungan-tanganmu?page=all
Sekitar sudah 2 minggu ini menghindar dari Kevin. Rasanya benar-benar aneh, biasanya yang setiap hari dari pagi, siang sampai malam dia mengangguku. Dan sekarang untuk bertemu dia saja rasanya aku tidak siap. Banyak hal yang membuatku dilema. Saat aku sedih begini aku jadi sering makan siang dengan Rino dan kami menjadi sangat akrab. Tapi di sisi lain aku merasa kehilangan sosok Kevin. Apa iya aku harus bercerita tentang Kevin ke Rino? Saat ini aku sudah tidak punya teman berbicara lagi selain dia. Apalagi setelah mbak Nita menikah. Ahh tapi tidak usahlah, aku tidak ingin hubunganku dan Rino kembali menjauh. Padahal sudah akrab begini.
Aku terus saja berbaring di kasur. Aku tidak ingin beraktivitas apapun hari ini. Dilema ini membuatku malas dalam melakukan banyak hal. Tapi tiba-tiba perutku sangat lapar. Rasanya males cari makan tapi kalau gitu aku pasti kelaparan. Tapi aku tidak boleh begini, aku harus beraktifitas seperti biasanya. Jangan hanya karena dilema membuatku terlihat stress dan sakit. Aku harus cari makan sekarang.
Aku bersiap-siap mengambil jaket ku. Dan pergi ke taman kompleks kostku. Biasanya disana banyak sekali pedagang kaki lima. Sebaiknya aku jalan kaki saja, udaranya tidak terlalu panas hari ini. Aku bergegas untuk berangkat. Sesampainya di pintu gerbang kost. Ternyata sosok yang membuatku dilema akhir-akhir ini sedang berdiri di seberang jalan dan mengamati kostku dengan tatapan yang tajam. Mataku dan matanya sekarang saling bertatapan mengisyaratkan sesuatu yang tidak bisa terucap oleh bibir.
Lama kelamaan menjadi canggung sekali, aku tidak boleh begini. Aku harus bersikap biasa didepan dia, harus ku tunjukan bahwa aku itu dewasa. Lalu ku putuskan untuk mengahmpirinya di seberang jalan.
"Bagaimana kabarmu?" ucapku basa basi.
"Aku baik kak, kalau kakak?"
"Iya aku juga baik"
"Tapi muka kakak tidak begitu baik seperti kelelahan dan kurang tidur"
"Ah, iya akhir-akhir ini kerjaanku banyak sekali. Jadi aku sering ngelembur"
"Oh begitu, pantas saja kita jarang bertemu"
"Mau makan bersama?" ajakku untuk mencairkan suasana antara kami. Kevinpun mengangguk dan kami akhirnya pergi bersama menuju taman kompleks. Perjalanan menuju taman terasa benar-benar canggung. Biasanya dia orang yang paling cerewet tapi kali ini dia memperlihatkan sisi lainnya.
Akhirnya kami sampai di taman kompleks. Kami memilih untuk memesan 2 mangkok bakso dan memakannya di bawah pohon yang rindang area taman.
Kami hanya saling berdiam diri, aku tak memulai percakapan dan Kevin juga hanya diam. Hingga akhirnya bakso pesanan kami datang tanpa berbicara kami langsung memakan bakso pesanan kami. Yang terdengar saat itu hanyalah suara nyari dari sendok yang tak sengaja berbenturan dengan mangkok kami. Rasanya sangat hening, tak ada percakapan diantara kami bahkan setelah selesai makan. Aku mencoba mengalihkan pandanganku pada langit pepohonan sekitar. Menghindari kontak mata dengan Kevin.
"Kak" panggil Kevin dengan pelan akupun langsung mengarahkan pandanganku padanya
"Aku tahu mungkin kakak akan marah jika aku membahas ini. Tapi jujur aku tidak bisa begini terus, perasaanku terhadap kakak begitu besar. Aku tidak memiliki semangat apapun tanpa ada kakak disampingku. Kakak adalah orang pertama yang mrmbuatku begini"
"Kevin, aku gak tahu apa yang kamu pikirkan. Aku rasa perasaanmu terhadapku berlebihan"
"Aku benar-benar mencintai kakak.Apa kakak masih ragu denganku?"
"Mungkin yang kamu maksud bukan cinta. Mungkin bisa saja itu rasa sayang karena kamu jauh dari orangtua jauh dari keluarga"
"Kak aku gak mungkin salah dengan perasaanku. Aku harap kakak bisa menerimanya"
"Bentar Vin, apa kamu masih belum sadar kalau usia kita berjarak 6 tahun? Di sekolahmu masih banyak cewek sebaya denganmu? Kenapa kamu gak milih sama mereka aja?"
"Kak, bagiku jarak bukanlah hal yang penting lagi. Untuk apa aku harus memikirkan jarak usia kita yang 6 tahun. Aku tidak peduli dengan itu"
"Tapi aku peduli Vin"
"Kenapa begitu kak?"
"Vin usiaku sudah 24 tahun dan kamu baru 18 tahun apa kamu gak akan memperkirakan bagaimana pendapat orang-orang?!"
"Aku hidup bukan untuk mendengar pendapat orang lain"
"Tapi aku tetap butuh orang lain dalam hidupku. Aku sudah dewasa Vin, aku butuh figur yang dewasa. Yang bisa membantuku disetiap masalah. Aku butuh orang yang bisa mendengarku dan membuatku bahagia. Bukan orang yang menimbulkan masalah dihidupku dan membuatku terluka"
"Apa yang kakak maksud adalah Rino sosok yang dewasa, sedangkan aku hanya membawa masalah untuk kakak"
"Iya, kamu terlalu kekanak-kanakan untuk ku Vin. Dan aku tidak bisa menerimamu. Umurku sudah 24 tahun itu artinya aku akan serius menjalin hubungan untuk pernikahanku kelak. Sedangkan kamu 18 tahun baru lulus SMA belum nanti kau kuliah dan bekerja. Aku tak akan bisa menunggumu. Aku harap kamu mengerti?"
"Aku tidak tahu pemikiran kakak seperti ini. Perasaan kakak selalu dicampur dengan logika. Itulah yang membuat kakak selalu dilema, hati tidak bisa diprediksi dengan logika kak"
"Aku tidak membahas logika yang ku bahas adalah realita"
"Baiklah aku harap kakak tidak akan menyesali ini. Tapi percayalah kak, tanpa kakak tahu aku telah menyiapkan semuanya. Aku tahu respon kakak terhadapku akan seperti ini. Tunggu saja aku akan membuktikan Aku yang lebih muda darimu akan mampu mendampingimu"
"Kevin please, jangan membuatku semakin bersalah padamu"
"Sejak awal kakak tak pernah salah. Tak ada yang salah diantara kita. Yang salah adalah presepsi orang-orang jika kita bersama. Aku rasa pembicaraan kita sudah cukup, aku akan pergi dulu"
"Kevin"
"Kak jangan ragu untuk mengatakan padaku jika ada orang lain yang menyakitimu. Janji itu masih berlaku sampai kapanpun"
Kevin berlalu begitu saja. Tak mendengarkanku lagi. Hubungan kami bukan semakin membaik malah semakin memburuk. Aku tidak tahu lagi bagaimana bisa memperbaikinya? Menerima cintanya? Tidak aku tidak bisa semudah itu. Ahh... Sepetinya aku kehilangan sosok kevin sekarang dan seterusnya.