Puisi #15 : ketika ibu datang
Jam 05.00 aku masih berada dalam selimut, alarmku sudah berbunyi dan aku menunda hingga 10 menit lagi. Hari ini adalah hari Minggu jadi aku ingin sedikit bermalas-malasan dari kemarin kerja lembur terus karena banyak deadline yang harus ku kerjakan.
Rasanya baru saja 5 menit aku memejamkan mata, tapi ponselku sudah berbunyi lagi. Kayaknya udah aku tunda tapi kenapa udah bunyi lagi? Dan ternyata aku mendapatkan telpon dari ibu. Buru-buru aku langsung mengangkatnya.
"Hallo Assalamualaikum udah bangun?" Tanya ibu
"Wa'alaikumsalam Bu, iya udah nduk. Kenapa Bu?"
"Anuu.. ibu mau ke Semarang ini udah naik kereta. Nanti jam setengah 7 jemput di stasiun ya!"
"Ibu sendiri apa sama bapak?"
"Sendiri nduk. Bapakmu nggak ikut"
"Oh yaudah Bu, nanti saya jemput di stasiun ati-ati ya Bu"
Akupun menutup telpon dari ibu, dan bergegas aku beranjak dari kasur super nyamanku. Aku nggak bisa tidur lagi karena nanti pasti aku telat jemput.
Sekarang sudah pukul 06.15 labuh baik aku berangkat sekarang dari pada ibuku haru menunggu lama dan dipaksa oleh supir-supir angkot buat naik angkotnya. Aku mengambil kunci motorku dan bergegas menuju stasiun. Sesampainya di stasiun aku melihat ibu sudah berjalan menuju pintu keluar, seperti biasa setiap berkunjung di Semarang khusunya menemuiku. Ibu selalu membawa banyak makanan dalam kardus. Dengan sigap aku membawakan kardus dan segera ku taruh di atas motor begitu juga dengan ibu yang langsung duduk membonceng dibelakang ku.
Karena pekerjaan yang menumpuk, jadi selama satu bulan ini aku tidak pulang dan seperti yang aku jelaskan kalau aku tidak pulang maka orangtuaku yang kemari.
"Ibu bawa makanan banyak banget, padahal aku udah nggak kuliah lagi" ucapku sambil membuka kardus yang isinya buah mangga, beberapa bahan makanan dan kripik kesukaanku.
"Ya nanti dimakan sama Tina nduk, jangan dimakan sendiri" ucap ibu. Sambil menyiapkan bekal makanan yang dibawa untuk kami sarapan.
Aku pun membuka satu bungkus kripik, sambil duduk menonton tv di ruang tamu kostan. Ibuku kemudian membawakan 2 piring nasi dan beberapa lauk yang dibawa dari rumah. Meskipun usiaku 24 tahun tapi kalau sudah dengan ibuku sendiri rasanya baru anak remaja yang masih pubertas. Untuk makan saja disiapkan bahkan kadang kami makan bersama.
Hari ini ibuku membawa balado ayam+terong+Pete, padahal ibuku tahu aku gak doyan seperti terong atau pete. Tapi masih aja nyiapin makanan ini. Tapi tidak apalah aku hanya mengambil bagian ayamnya saja.
https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/saat-sikap-ibu-merusak-mental-putrinya-cA44
"Kamu udah punya pacar belum nduk? Kenapa gak segera dikenalkan ke ibu/bapak?"
"Pacar apa sih Bu? Sekarang aku masih fokus berkarier"
"Kamu jangan terlalu banyak membuang waktu, Nala tetangga dirumah kemarin habis dilamar. Padahal dia kan adik kelasku waktu SMP"
"Ya biarin dong Bu, dia udah siap buat nikah kok"
"Bukannya gitu ibu takut nanti kamu jadi perawan tua nduk. Apalagi bapak sama ibu udah tua kamu jangan lama-lama buat nikah. Nanti kalau ibu gak kuat buat gendong anakmu nanti"
"Duh buk, jangan doain anaknya jadi perawan tua dong. Lagian kalo di Semarang usia ku tuh masih banyak yang bekerja dan merintis kariernya"
"Itu kan di Semarang tapi apa iya kamu mau tinggal di Semarang terus nduk? Terus ninggalin ibu di rumah sama bapak sendirian"
"Ya enggak lah Bu, kalau udah nikah pasti aku pilih pulang ke rumah"
"Lha terus mau kapan nikahnya kalau kamu aja nggak punya pacar nduk nduk..."
"Jangan soal nikah ku kapan dong Bu, banyak yang belum aku capai loh" ya aku sedikit jengkel sebenarnya kalau ibuku sudah membahas mengenai kondisi pernikahan. Mau gimana lagi? Sudah sejak lebaran kemarin ibuku dan keluarga besarku membahas ini. Bukannya aku tidak ada niatan untuk menikah tapi memang aku masih ingin mencapai mimpiku.
"iya nduk, kemarin kamu bilang ketemu sama Rino?"
"Bukan kemarin tapi udah 1 bulan ini ketemu terus, soalnya kantorku kerjasama dengan kantornya Rino"
"Bagus dong nduk, udah berapa tahu ibu Ndak ketemu Rino ya? Kapan-kapan suruh Rino main ke rumah kita atau ajak pulang bareng"
"Nggak ah, aku sama Rino cuma teman bisnis doang Bu enggak pacaran kayak dulu waktu SMA"
"Kamu masih marah sama Rino karena masalah SMA dulu?" Tanya ibuku karena aku sangat dekat dengan ibu jadi ibuku pasti sudah menebak bagaimana perasaan ku terhadap Rino.
"Enggak lah, ngapain" ucapku sedikit berpura-pura.
"Udah jujur sama ibu nduk. Menurut ibu ya itu masalah waktu kalian masih pubertas dan mengalami cinta monyet. Tapi itu kan masa lalu, sekarang sudah sama-sama dewasa lebih terbuka saja. Lagipula Rino orangnya baik nduk, dia kan sudah dewasa dan Rino juga gitu. Jangan karena masa lalu kamu disakiti terus selamanya membenci Rino. Gak baik, silahturahmi kalian malah buruk" ucap ibuku yang hampir sama dengan Rino, aku hanya diam dan melanjutkan makanku.
Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kostan. Dari ketukannya sepertinya aku hafal yang bertamu itu siapa? Ibuku lalu beranjak dari tempat duduk dan menuju pintu kost untuk membukakan pintu. Dan tak lama ibuku kembali, "nduk itu ada mas-mas yang nyariin kamu. Sana temui dulu" ucap ibuku akupun langsung menuju depan kost dan menemui orang tersebut. Ternyata benar dugaan ku orang itu adalah Kevin.
"Oh kamu dek, ada apa lagi? Biasanyahari Minggu pulang ke rumah"
"Aku mau ngembaliin novelmu kak" ucapnya sambil menyodorkan novel yang kemarin membuat kami bertengkar.
"Iya makasih ya" ucapku dan aku melihat Kevin masih berdiam diri di depanku. "Ada lagi?" Tanyaku memastikan.
"Emmmm.... Kak udah sarapan? Mau makan bareng nggak kak?"
"Hmmmm... Kamu laper? Sekarang aku lagi makan sama ibuku. Mending kamu gabung sama aku aja, daripada harus jajan di luar" ucapku dan kemudian aku mengajaknya masuk ke ruang TV. Kebetulan pagi ini aku sendirian di kostan karena Tina pasti CFD dan anak kost lainnya sedang pulang kampung. Meskipun aku marah sama Kevin, bagaimanapun aku selalu tidak tega dengan dia. Berkat Kevin juga aku bisa merasakan bagaimana memiliki seorang adik.
"Bu nasinya masih kan, ini Kevin biar ikut sarapan bareng kita" ucapku dan menyiapkan piring untuk makan Kevin.
"Iya masih nduk, ini mas-mas yang didepan tadi ya?" Tanya ibuku.
"Hallo Tante kenalin Kevin" ucap Kevin sambil mencium tangan ibuku.
"Ndak usah panggil Tante, panggil ibu aja mas. Sekarang masih kuliah apa udah kerja?"
"Dia masih SMA Bu" ucapku yang kemudian bergabung dengan dimeja makan depan TV.
"Ibu kira udah kerja atau kuliah. Habisnya tinggi banget kamu mas. Mas Kevin kelas berapa?"
"Saya kelas XII Bu bentar lagi mau lulus bu"
"Oh gitu, rencananya mau kemana habis lulus nanti lanjut kuliah apa kerja dulu?"
"Belum tahu Bu, belum kepikiran" jawab Kevin dengan sedikit malu-malu.
"Heh, jangan gitu harus dipikirkan sekarang. Nanti pas lulus malah kebingungan harus gimana" nasihat ibuku memang seperti ini aku harap ibuku gak tanya aneh-aneh soal hubunganku dengan Kevin.
"Lagian kamu pintar loh Vin, lebih baik kuliah. Nambah wawasan lagipula dengan nilai-nilai mu yang seperti itu buat nyari beasiswa gampang" tambahan ku karena apa yang ku katakan benar. Dia itu pintar tapi kalau gak diasah lagi kan menjadi tumpul kemampuan berpikirnya.
Ya akhirnya pagi itu, ibuku, Kevin dan aku menghabiskan waktu dengan sarapan dan saling memberikan pertanyaan. Ibuku memang sudah biasanya kalau ada orang baru pasti dia akan tanya, aslinya mana? Umur berapa? Dan masih banyak pertanyaan lain. Aku melihat Kevin juga nyaman mengobrol dengan ibuku.