MERDEKA WALK PUSATNYA PERADABAN KOTA MEDAN
Bagi para pecinta fotografi, jalan-jalan di kota Medan merupakan suatu kenikmatan yang tiada taranya. Hal ini karena di Kota Medan banyak terdapat spot-spot foto menarik seperti Istana Maimun, Mesjid Raya, Menara Tirtanadi, Kesawan, dan lainnya. Namun tidak lengkap rasanya jika tidak Hunting (Berburu Foto) di Pusat Peradabannya Kota Medan yang dikenal dengan Lapangan Merdeka - Merdeka Walk.
Merdeka Walk merupakan bagian penting dari sejarah Kota Medan, karena di lokasi ini terletak titik Nol dari kota Medan tepatnya di Balai Kota yang sekarang menjadi bagian dari salah satu hotel berbintang di Kota Medan. Tidak hanya itu, Medeka Walk dikelilingi oleh bangunan-bangunan bersejarah yang memperlihatkan kemegahan arsitektural pada masa kononial Belanda yang hingga saat ini masih berfungsi sebagaimana dahulunya seperti Kantor Pos dan Gedung Lonsum.
Setelah lama tak begelut dengan foto karena kesibukan pekerjaan, akhirnya pekan lalu saya dan seorang wanita yang untuknya saya ikrarkan janji suci dalam tali pernikahan membawa kami ke pusat peradaban itu. Dia yang juga hobi foto menjadikan hunting ini terasa special karena bersama dengan orang yang juga special…hehehe.
Satu rahasia yang perlu diketahui tentang hunting foto di Merdeka Walk adalah bahwa “malam selalu memberikan kesan yang menarik, di tengah gemerlap lampu warna-warna yang menambah daya Tarik”. ‘
Bersama Sijo (Vespa Excel kami) menelusuri Kota Medan menjadi semakin menarik. Kami berangkat setelah selesai menunaikan kebutuhan sebagai seorang muslim yakni, Solat Magrib. Sijo mulai menderu dengan asap yang mengepul, jalanan Kota Medan kami terabas (lalui).
‘Malam hari di akhir weekend(Minggu Malam) adalah waktu yang pas untuk berkeliling Kota Medan. karna pada malam itu, kota Medan terasa lebih lengang dari hari biasanya karena kebanyakan warga menikmati weekend di luar kota seperti berastagi dan Danau Toba.
Kami tiba di Merdeka Walk pada pukul setengah delapan malam dan memarkirkan Sijo di salah satu sisi Lapangan. Dengan berjalan kaki, kami menyusuri jalan setapak yang disinari lampu taman temaram. Di kiri dan kanan terlihat pasangan muda mudi dan juga para orang tua yang membawa anaknya menikmati pusat peradaban itu. Di tengah lapangan terlihat kayu-kayu pancang, bunga-bunga, dan juga batu-batu setapak yang berserakan, sepertinya Pemerintah Kota tengah melakukan renovasi untuk membuat Merdeka Walk semakin indah.
Sedikit mendongakkan kepala dan melihat sekeling, akan tampak gedung-gedung yang menjulang tinggi. Yang menarik adalah jika kita melihat ke arah stasiun kereta api, maka akan terlihat gedung-gedung modern yang mewah dan megah. Namun, jika dilihat pada sisi yang berlawanan, yang telihat adalah gedung-gedung tempoe doeloe yang kaya akan nilai historicalnya.
Di salah satu sisi lapangan terdapat bangunan pendopo yang dihiasi ornamen-ornamen khas melayu Deli dengan warna kuning yang sangat identik dengan Istana Maimun yang berada tidak Jauh dari Merdeka Walk itu. Di tempat itu kami melihat para penari melenggak lenggokkan badannya berpasang-pasangan diiringi alunan orkes melayu sayup-sayup terdengar. Disisi lain pendopo terdapat sekumpulan anak muda yang memutar-mutar badannya dengan musik khas modern dance.
Malam di pusat peradaban itu tidak pernah sunyi dari keramaian. Lampu warna warni menghiasi pohon-pohon besar yang mengelilingi Merdeka Walk menambah kesan ikonik tempat itu. Berbagai macam pilihan makanan mulai dari tradisional hingga modern juga hadir memanjakan pengunjung. Trotoar yang biasanya dijadikan sebagai tempat parkir kendaraan telah dibenahi oleh pemerintah dengan kursi dan lampu-lampu taman yang cantik.
Setelah satu jam berkeliling, kami beristirahat sejenak di kursi taman yang berhadapan persis dengan Balai Kota,, beberapa petikan gambar kami ambil untuk merekam momen malam itu. Pada saat mengambil gambar kami melihat anak laki-laki yang tampak lelah menyandarkan badannya di batu taman sementara orang tuanya yang berada tidak jauh dari anak itu tampak berselfie dengan latar Merdeka Walk. Tak berpikir lama aku mengarahkan moncong kamera ke anak laki-laki itu yang tampak diam dan hanya menatap ke arah kameraku lamat-lamat. Aku berpikir tentang perasaannya yang ingin pulang dan tidur karena sudah capai sementara orang tuanya masih asyik berselfie. Ah,, bisa jadi bukan seperti itu, fikirku lagi. Tak berapa lama kamipun bergegas ke parkiran dan kemudian memacu sijo menderu memecah keheningan malam, pulang dan beristirahat.