Father #01 (english indonesia)

in #fiction7 years ago (edited)

The small hill part of Bukit Barisan Sumatera mountain squeezes our village in the west. A very important direction in our lives, whenever we at least faced Mecca five times for prayer. The houses on stilts in the village began to disappear one by one. In the past, immigrants did not need to ask the Qibla direction when entering our village. Just look at the direction of our house must be to the North and the top of the roof must be East and West.
On the same side under the hill, spread wide, until the eye did not see it. Our life history is a rice field that must be continuously greened for heating the kitchen. It is impossible for us to forget it, from birth and maybe until we face the Lord again the fields are our faces.


IMG_20150104_044114.jpg

That night Saturday midnight Muksin was born. His father's damar was about forty years old. He was 165 cm tall, with wavy hair, a bit of a taciturn that made his peers shy and respectful to him. They called him by check. A respectful vocation that still applies to people who are respected among children is easy. Or also often ditabalkan on the names of famous food stalls in Kutaraja now, check Baka, at Surabaya intersection, Check Baha, Check MTawah. So the name of the check, is something common in our ears.
The birth of a boy makes Damar very happy. That night many times he carried her still very weak. The next day he went to the town of Beureunuen to give a very big rattan swing. The rattan swing, still tidy until Muksin sixth grade elementary school. The shape is slightly oval, elongated, there may be one meter and a half in size.

Damar an immortal immortal from our village at that time. Years of wandering in Tawah City, a city 500 km away from his hometown. To get there in the 70s Damar had to travel for a full day or twelve hours. Sehingg very rare Damar return home. With road conditions filled with sharp rocks.

Before getting married, Damar is very comfortable living there. This worries the elders of the family. Could he have broken our long-held tradition. A boy must marry in his village, let him not break up brotherhood. Woow. This raises a sharp rumor among the novices. It is possible that he has been used or obtained an oath from an overseas woman. Discussion increasingly sharp, one by one this puncture the chest of the listener and the greater the day. From the shell-to-rangkang this issue continues to widen unstoppable.

The day of disaster for the gosippun arrived. Damar checks keep the tribal tradition that has been going on since sometime. He gives a signal to match with a brother from his parents in the village. Damar is mated with his brother's son who he calls cupo (brother). The house is not far away, only in a few empty lot. And the land behind his wife's residence is the property of the Damar family. It is also evident that they are close brothers. And other evidence, Damar has some durian stems behind the house of his future wife. Every year while still living in the village he always keep it when the durian season arrives.

Damar was selling at a small shop in Block A of Tawah City. It was a very strategic block, because there was a fish market there. So to go to the fish market people have to pass the shop first. This brings a tremendous blessing to Damar. So at that time he hired two of his brothers from the village. From them is the origin of the call Damar Check, so it spread to all the Tawah City at that time.

Damar only heard a few stories about his future wife. She is a girl of Kutaraja's past women. Changing his fate by becoming a leader, he was one of the few girls who schooled in Banda Kutaraja, Kutaraja. Capital center 250 km from where we live. To get there, Damar's wife must spend the night in Lamlo, the day before. Because tomorrow morning take a bus that comes from Geumpang to Banda. It took one day to get to Banda Kutaraja. That's all the news he gets from people coming from the village about his wife.


father-and-son-2258681__340.jpg
Source


When his son was born, Damar did not live in the village too long. He only had time to buy some spices for his shop in Tawah. Some spices are difficult in the can in the Town Tawah like coconut congkel, pliek u (patarana) and some other natural products. But he still took himself to the coffee shop sitting with some community leaders. It is like an obligation for our society. If not to be claimed as a cocky person, a heavy steriotype received by Damar of course.

For Damar togetherness is the identity that has been docked in the body of his tribe. From the early risers until the morning again we are always together. Fajr prayers together at meunasah or mosque. If there are members of the community who never leave, then Mr. Geusyik will reprimand him. In fact, not infrequently will be embarrassed at public events. Then usually we will bathe together in the river while taking fishing traps that have been prepared since the afternoon. Coming home from the bath to the river with the beol in the morning we went back together, draping the sarong cloth over the shoulders, or hooking it in the head. Then go home together to get ready for the rice fields.
As his illness grew heavier, his wife took him to Medan for treatment. According to the growing rumors of the city of Medan more sophisticated equipment. They have discussed the length of the problem of departure to Medan for treatment. Just stay in touch with the car, and the brother who was there. We can not imagine with today, in the years when Damar I sakait, the house for illness is very expensive, even though the mother has a yellow card. He is another name for health insurance for employees. A bizarre magic card makes service second class from nurses and doctors.

Indonesia

Bukit kecil bagian dari gunung Bukit Barisan Sumatera menghimpit kampung kami di bagian Barat. Arah yang sangat penting dalam kehidupan kami, setiap kali paling tidak kami menghadap ke Makkah lima kali untuk shalat. Rumah-rumah panggung bersusun di kampung mulai hilang satu persatu. Dulu pendatang tidak perlu bertanya arah kiblat saat memasuki kampung kami. Lihat saja arah rumah kami pasti ke Utara dan puncak atapnya pasti Timur dan Barat.
Di sisi yang sama di bawah bukit, menghampar luas, sampai mata tak sampai memandangnya. Sejarah hidup kami adalah sawah yang harus terus dihijaukan demi memanaskan dapur. Tak mungkin kami melupakannya, sejak dilahirkan dan mungkin sampai kami menghadap Tuhan kembali sawah adakah wajah kami.
Malam itu Sabtu tengah malam Muksin dilahirkan. Damar ayahnya berumur sekitar empat puluh tahun. Tingginya 165 cm, dengan rambut bergelombang, sedikit pendiam yang membuat teman sebayanya segan dan menaruh rasa hormat padanya. Mereka memanggilnya dengan Cek. Sebuah panggilan penghormatan yang juga masih berlaku untuk orang yang dihormati di kalangan anak mudah. Atau juga sering ditabalkan pada nama-nama kedai makanan yang terkenal di Kutaraja sekarang, cek Baka, di simpang Surabaya, Cek Baha, Cek M.Tawah. Jadi nama cek, adalah sesuatu yang umum dalam telinga kami.
Kelahiran anak lelaki membuat Damar sangat gembira. Malam itu berkali-kali dia menggendongnya yang masih sangat lemah. Esoknya lansung dia berangkat ke kota Beureunuen untuk memberi sebuah ayunan rotan yang sangat besar. Ayunan rotan itu, masih tersimpan rapi sampai Muksin kelas enam SD. Bentuknya agak lonjong, memanjang, mungkin ada satu meter setengah ukurannya.

Damar seorang perantau yang abadi dari kampung kami saat itu. Bertahun-tahun merantau di Kota Tawah, sebuah kota yang jaraknya 500 Km dari kampong halamanya. Untuk sampai ke sana pada tahun 70- an Damar harus melakukan perjalanan satu hari penuh atau lebih kurang dua belas jam. Sehingg sangat jarang Damar pulang ke kampung halaman. Dengan kondisi jalan yang dipenuhi oleh bebatuan yang tajam.

Sebelum menikah, Damar sangat betah tinggal di sana. Hal ini mengkhawatirkan para tetua keluarga. Mungkinkah dia sudah melanggar tradisi kita yang sudah lama dipelihara. Seorang anak lelaki harus kawin dikampungnya, biar tidak putus persaudaraan. Woow. Ini menimbulkan desas-desus yang tajam di kalangan para handai taulan. Mungkin saja dia sudah di guna-guna atau mendapatkan suatu pengasihan dari perempuan rantau. Perbincangan kian tajam, satu persatu tusukan ini menyumpal dada para pendengar dan semakin hebat kian hari. Dari rangkang-ke rangkang isu ini terus melebar tak terbendung.

Hari musibah buat tukang gosippun tiba. Cek Damar tetap menjaga tradisi suku yang sudah berlangsung sejak entah kapan. Dia memberi sinyal untuk dijodohkan dengan saudara dari orang tuanya di kampung. Damar dijodohkan dengan anak saudaranya yang dia panggil cupo (kakak). Rumahnya tidak jauh, hanya di batasi beberapa tanah kosong. Dan tanah di belakang tempat tinggal calon istrinya adalah milik kelurga Damar. Ini juga menjadi bukti kalau mereka bersaudara dekat. Dan bukti lainnya, Damar memiliki beberapa batang durian di belakang rumah calon isterinya. Setiap tahun saat masih tinggal di kampung dia selalu menjaganya saat musim durian tiba.


stock-photo-father-and-son-playing-in-the-park-at-the-sunset-time-people-having-fun-on-the-field-concept-of-534937255.jpg
Source

Damar saat itu berjualan di sebuah toko kecil di kawasan blok A Kota Tawah. Saat itu blok A sangat strategis, karena di sana ada pasar ikan. Jadi untuk menuju ke pasar ikan orang-orang harus melewati tokonya dulu. Ini membawa keberkahan yang luar biasa pada Damar. Sehingga saat itu dia mempekerjakan dua orang saudaranya dari kampung. Dari mereka lah asal mula panggilan Cek Damar, sehingga menyebar ke seluruh kedai Kota Tawah saat itu.

Damar hanya mendengar sedikit kisah tentang calon isterinya. Dia gadis pengikut jejak perempuan Kutaraja masa lalu. Mengubah nasib dengan menjadi pemimpin, dia salah satu dari beberapa gadis yang sekolah di Banda Kutaraja, Kutaraja. Pusat ibukota yang jaraknya 250 Km dari tempat kami tinggal. Untuk sampe ke sana calon isteri Damar harus bermalam di Lamlo, sehari sebelumnnya. Karena besok pagi naik bus yang datang dari Geumpang ke Banda. Saat itu waktu tempuh satu hari untuk sampai ke Banda Kutaraja. Itu saja berita yang dia dapat dari orang yang datang dari kampung tentang isterinya.

Saat anaknya dilahirkan, Damar tidak terlalu lama tinggal di kampung. Dia hanya sempat membeli beberapa rempah-rempah untuk kedainya di Tawah. Beberapa rempah memang sulit di dapat di Kota Tawah seperti kelapa congkel, pliek u (patarana) dan beberapa produk alam lainnya. Namun dia tetap menyempatkan diri ke kedai kopi duduk bersama beberapa tokoh masyarakat. Ini seakan sebuah kewajiban bagi mayarakat kami. Bila tidak akan diklaim sebagai orang sombong, sebuah steriotype yang berat diterima oleh Damar tentunya.

Bagi Damar kebersamaan adalah identitas yang sudah merapat di tubuh sukunya. Dari bangun pagi sampai pagi lagi kami selalu bersama-sama. Subuh shalat bersama di meunasah atau mesjid. Bila ada anggota masyarakat yang tidak pernah keluar, maka pak Geusyik akan menegurnya. Bahkan tidak jarang akan dipermalukan pada acara-acara umum. Kemudia biasanya kami akan mandi bersama di sungai sambil mengambil bubu penangkap ikan yang sudah disiapkan sejak sore hari. Sepulang dari mandi ke sungai sambil beol pagi hari.kami pulang bersama sambil mengalungkan kain sarung di bahu, atau mengkaitkannya di kepala. Lalu pulang bersama untuk bersiap-siap ke sawah.
Saat sakitnya bertambah berat, istrinya mengajak ke Medan untuk berobat. Menurut rumor yang berkembang kota Medan lebih canggih peralatannya. Mereka sudah mendiskusi kannya panjang lebar masalah keberangkatan ke Medan untuk berobat. Tinggal lagi menghubungi mobil, dan saudara yang ada di sana. Kita tidak bisa membayangkan dengan hari ini, ditahun-tahun saat Damar ku sakit, rumah untuk sakit sangatlah mahal, walau ibu memiliki kartu kuning. Dia adalah nama lain untuk asuransi kesehatan bagi para pegawai. Sebuah kartu ajaib yang terkang membuat pelayanan menjadi kelas dua dari kalangan perawat dan dokter.father-and-son-2258681__340.jpg

Sort:  

@resteemator is a new bot casting votes for its followers. Follow @resteemator and vote this comment to increase your chance to be voted in the future!

Makasih bro @riodejaksiuroe dah lama tidak saling sapa. Moga bisa ketemua di klas fame sabtu besok.

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.16
JST 0.029
BTC 76024.68
ETH 2926.23
USDT 1.00
SBD 2.60