(Love Story) Tiga Patahan Hati Meitalia
"Tolong berhenti disitu.. SEKARANG!!!"
Suara Meita bergetar menginstruksi objek fisik di seberang pandangannya.
"Kamu tau sendiri ujung jalan kita akan seperti apa, mas.. kita hanya mengulur waktu berharap hari ini tak akan pernah datang. Hari dimana aku memang harus benar-benar pergi. karena kita gak akan bisa..."
Tenggorokan nya tercekat. tak sanggup mengusaikan kalimat. Gelengan kepala nya mempertegas keputusan akhir yang mentiadakan indikasi proses revisi. Dan Mungkin inilah jawaban dari pertanyaan yang tak terhiraukan sepanjang periode enam bulan terakhir mereka. Satu semester mereka yang tak pernah menjadi "kita"...
Jarak mereka yang hanya terpaut Lima langkah seakan terpisahkan kokohnya konstruksi beton tinggi... Ia berhadapan dengan konflik multiple choice. kaki nya harus pergi, tp hati nya kontradiksi. Kata pengantar basi Epilog itu hanya memperbesar volume borok. Kaki yang hanya di alasi sendal jepit itu seakan bertransformasi jadi sepatu besi. Berat. Seberat mata nya yg ingin menumpahkan air tanda kepatah hatian.
Berawal dari pertemuan biasa antara Server Toko dan calon customer di tempat dimana Meita bekerja. Pagi di penghujung tahun 2016 mempertemukan Meita dengan dia. Dia yang mengisi Enam bulan terakhir dengan pernuh warna. Dia yang Meita jadikan tempat berbagi segala. Dan Dia yang kini berusaha ia tinggalkan raga nya di Ibu Kota. Dia..
"Bobi Alamsyah.. lo?"
Bobi dengan resmi memperkenalkan diri menyodorkan tangan menunggu sambutan. Bobi yang kini duduk dihadapanya bukan lagi customer yang Meita layani 2 hari sebelumnya. Mereka saling bertukar kontak untuk alasan yang masih berhubungan dengan urusan niaga. Entah itu modus atau bukan, tapi Meita sama sekali tak keberatan.
"Mey.." disambutnya tangan Bobi yang masih tak melepaskan genggaman.
"Mey doang?"
"Meitalia bang"
Bobi baru melepaskan jemari setelah puas mendapatkan jawaban. Bobi memamerkan senyum termanis nya. Berharap dapat mencuri kesan pertama.
Mata kecil dan brewok tipis yang menyebar rapi itu menarik simpati Meita untuk kali kedua. Badan tegap dan rambut cepak nya mengingatkan Meita pada sosok kerinduan, kakak nya. Itu setidaknya yang terlintas di benak Meita sejak pertemuan pertama. Penampakan kalung yang sekilas nampak Dog Tag military yang menggelayuti leher Bobi. Berpangkal di balik kaos Hitam ketat bersablon kepala kelinci Di dada kiri. simbol kelelakian. Kalung itu mirip dengan kalung yang juga menggantungi leher lenjang Meita. Ada identitas kakak nya disana.. Tanda Jimat katanya..
"Lo kerja apaan bang?" Meita ingin menunaikan ke kepo-an-nya.
"Gw asli Malang loh Mey"
Jawan Bobi seakan ingin mengoreksi sapaan yang digunakan Meita.
"mas mas dong kalok gitu?"
Bobi menyudahi seruputan caramel machiato nya yang sudah menghangat seraya mengangguk mengiyakan..
" Gw kerja kuli mey. Kuli bangunan. Gw nekat melanglang buana ke Jakarta sejak lulus SMA buat nyambung hidup. Sekedar cari makan lah, selebih nya bonus buat para kepala di kampung sana. Gw ikutin terus Om gw yang seorang pemborong. Mulai dari ngaduk semen, ngangkat batu, dan berbagai kerja tukang. sampai akhir nya Om gw rasa ilmu gw cukup, gw ditawarin buat ngibarin bendera sendiri. Dia yg ajarin gw pendekatan ke calon klien, gandeng arsitek, perbanyak relasi dan cara tepat mempengaruhi orang orang buat percaya sama jasa gw".
Bobi mengawangi sejarah nya.
"Proyek pertama gw sebagai pemborong hanya menguntungkan 50jt. Netto. walaupun Om gw bilang gw masih bisa dapetin lebih dr itu, tp gw udah syukur banget Mey. itu permulaan yang Not bad lah. Om gw itu menthor terbaik gw. dia guru besar yang nganterin gw sampe gw bisa duduk di depan lu gini".
Meita hanya bisa mengangguk anggukan kepala mengapresiasi.
"Dulu gw tinggal di rumah yang amat sangat sederhana. berdinding anyaman bambu. Dinding bata merah yg sudah sangat lumayan, atap tanpa plafon, hanya ada balok balok batang kelapa yang dihias jejak laba laba. bahkan dapur tempat ibu masak cuman beralas tanah.
Dan gw gak nyangka sekarang gw bisa bikin rumah impian buat orang lain tanpa gw tau barang barang mewah dan aneh itu fungsi sebetul nya apa. Liat kamar mandi yang pakek shower, water heater sama bath tube aja gw takjub, pokok nya Ndeso banget lah gw dulu" Bobi berseloroh..
Bobi menerangkan jati diri nya yang mematahkan spekulasi Meita sebelumnya.
"Perjalanan hidup ya mas..."
"Gw sampai detik ini belum tau suasana kampus itu seperti apa Mey. Gw dulu pengeeeen banget jd mahasiswa. Lah.. wong makan aja kita cuman pakek telor yang di campur terigu lalu dibagi 4. Boro boro kepikiran buat kuliah. Tapi alhamdulilah 2 adik ku udah lulus jadi perawat dan bidan. tinggal si bungsu yang harus gw jadiin manusia juga. Biarlah gw gak kuliah, tapi gw harus mastiin adik adik gw lebih berhasil dan berguna buat orang banyak"
"Dan lo adalah anak yang paling berhasil mas.. "
Meita menginterupsi ditengah kisah.
"Orangtua lo pasti paling bangga sama lo. lo udah berhasil. Beda sama gw"
Meita terpancing ikut membahas histori nya juga. Cerita yang kontradiktif dengan yang dia dengar sebelumnya. Jika Bobi terlahir dari keluarga yang biasa dan berhasil membalikkan dunia, Meita justru menjalani hal sebalik nya..
Meita terlahir dari seorang ibu Sunda dan ayah keturunan Tionghoa. Agama yang ia kini peluk pun berkaitan dengan kepercayaan sang Papa. Ber-ibu Muslim tak lantas membuat nya otomatis terlahir sebagai seorang islam. Meita memilih berfundamental Katholik .
Meski hingga sekarang ibu nya masih sering membujuk untuk menganut dogma yang sama. Tapi...bukan kah kepercayaan itu harus terlahir dari kesadaran hati sendiri? Tanpa ada nya permintaan pihak lain.
Meita tumbuh di tengah keluarga yang sukses. Ibu dan Ayah nya sama sama pengusaha. Ia hidup bersama kedua saudara laki lakinya. Sebagai adik dan juga sebagai kakak. Ia yang terlahir sebagai anak perempuan satu satu nya berhasil memonopoli kasih sayang dan perhatian kedua orangtua. Meski ada ungkapan 'tidak ada anak yang paling disayang' tapi kedua orangtua Meita jelas memperlakukannya berbeda..
Meita anak yang cerdas. Kecedasan yang tak ia raih dengan cuma cuma. Ia bertekad menjadi juara untuk mengalahkan kakak nya. Meita selalu mengaggap kakak nya sebagai acuan untuk dikalahkan. Kakak nya yang terlahir pintar. Yang bisa selalu jadi juara kelas tanpa harus belajar mati matian seperti yang dia lakukan. Meita mendedikasikan seluruh masa sekolahnya untuk ia habiskan dengan ragam buku, dimana masa masa itu dihabiskan mayoritas sebaya nya di tempat tempat pendewasaan. Meski begitu, Meita masih saja terduduk di podium 2.
Mereka selalu bersekolah di sekolah favorit ternama yang sama, dan ibu mereka selalu memilih untuk mewakili Meita setiap pengambilan rapor. Ya.. ibu yang sama yang melahirkan mereka berdua. Ibu yang memang memperlihatkan ke condongannya.
Itu pula yang membuat alasan sang sulung tak dekat dengan Meita. dan Ia yang tak pernah memperlakukan Meita sebagai seorang adik. Meita Kehilangan pigur seorang kakak. Hingga ia tak tau bagaimana cara mengekspresikan cinta kasih pada si bungsu dengan baik dan benar. Si bungsu yang terlahir berbeda. Sang adik yang tak bisa mengutarakan sesuatu untuk di dengar dunia.
Meita sangat menyayangi adik laki laki nya. meskipun ia adalah kakak yang kaku, tapi ia selalu berusaha mengambil alih peran ibu yang jarang sekali memberikan kewajibannya nya di dalam Rumah. Ayah Ibu pengusaha itu lupa tugas utama nya sebagai orangtua. Ayah Ibu yang tanpa sengaja melewatkan masa remaja anak anak mereka. Ayah Ibu yang berharap bisa menyenangkan ketiga anak nya dengan limpahan harta benda. Ayah Ibu yang bahkan mereka tak benar2 mengenali lagi siapa anak anak nya.
Meita belajar memasak sendiri. Ia rindu masakan Ibu yang lama sekali tak pernah lagi ia dan adik cicipi. Ia menolak masakan Bi Uar setiap hari. Dia menolak tugas ibu nya diwakili orang lain. Ia ingin jadi kakak yang baik. meski dia sudah gagal jadi adik. gagal karena merasa tak di terima. gagal mendapatkan pengakuan dr sang kakak.
Jika dia bisa membeli semua barang yang ia mau, lalu dimana ia bisa mencari pengganti sosok kakak? dimana ia bisa cari figur ayah dan ibu?
Meita lambat laun berontak. Bukan deretan nominal panjang di cetakan Rekening korannya yang ia mau. Tapi hangat nya arti keluarga.
Meita menolak kuliah di luar negri. Ia merasa orangtua nya hanya ingin membuat nya lebih jauh dari mereka. Satu kota saja sudah jarang bertemu, apalagi beda negara.
Meita mulai berspekulasi tentang tindakan yang di rencanakan orangtua nya atas nama Masa depan. Paradigma darah muda labil yang absurd. Meita menuduh orangtua nya ingin membuat jarak pemisah kian melebar.
"terus? lo jadi kuliah di Ausie?" pertanyaan Bobi memecah hening di sela Meita menyudahi cerita.
"nggak mas. gw minta kuliah di bandung aja. gw pilih jurusan sastra inggris. . Selain itu juga.. di kampus itu ada kakak kelas waktu gw SMP. cinta pertama. dia cerdas. dia baik. ramah. gagah. dan hangat".
Dia, kakak tingkat nya..pelipur dahaga Meita akan figur seorang kakak. Heru Ghama Yuda
Hidup sendiri di kota Besar. Membuat Meita yg sudah terbiasa tanpa orangtua malah lebih menikmati hari hari nya(bukankah ia memang sudah terlatih?).
Merasa tak mendapatkan kasih sayang yang layak didalam rumah, membuat ny mulai mencari pengakuan di lingkungan baru. Krisis mencari jati diri yang merevolusi karakternya. Ia berubah angkuh, arogan dan bergaya hedonisme.
Hingga masuklah ia ke dalam suatu lingkar pertemanan yg salah, menumbuhkan stigma negatif pada Meita yang mulai beranjak dewasa. Tp.. paling tdk, Hanya mereka lah yang Meita rasa paling mengerti dia. Terutama saat pertamakali ia merasakan sakit nya patah hati karena penolakan sang senior yang ternyata hanya menanggapnya sebagai adik kecil saja. Jatuh cinta dan merasakan patah hati dalam waktu yang bersamaan pula membuat Meita kehilangan kendali. Teman teman yang menyambutnya menyuguhkan penawar luka instan. Meita mulai terseret keindahan dunia malam kota kembang.
Tiap malam Meita terus menggesek Debit Fasilitas orangtua nya dengan alasan mengobati proses patah hati yang menyebalkan. Dia seakan lupa menginjak bumi, dia lupa kalau dia seorang mahasiswi..
"Kuda Leupas ti gedogan.. mungkin istilah itu lebih mengena bwt gw saat itu mas. gw nikmati masa patah hati hebat dengan berbotol botol alkohol.. hingga suatu hari..."
Puluhan sloki Jose Cuervo ia habisi sebagai perwujudan eskapisme yang ia pilih. Mekanisme salah untuk Melupakan sakitnya cinta tak tersambut Heru. Lantas ia sembuh begitu saja? Persetan. Nyatanya.. semakin ia berusaha, atmosfer patah hati kian mendidih mengambang di dalam kepala. Menyesaki sepenuh ruang dada. Dan Sial, Fakta nya minuman itu malah menghianatinya.. ekspektasi tinggi pada alkohol membuat ia semakin dalam lebih jatuh dan terluka. Isi botol itu tak membantu nya lupa juga. Tak bisa jadi penawar luka. Menghindari tangisan dengan alkohol? Tangis nya malah datang tanpa di undang. Membuatnya nampak semakin tolol. Meita terhuyung setengah semaput.
"Bruuuuuk" Laki laki hidung belang yang beniat memanfaatkan keadaan Meita jatuh tersungkur. Sejurus kemudian lari tak bernyali. seseorang pemilik tinjuan itu tak lain adalah Heru. Seseorang yang seakan bertanggung jawab atas keberadaan Meita di tempat yang durjana. Seniornya tak datang sendirian saat itu..
Korban penghantaman itu tak berani membalas karna semabuk apapun dia, matanya masih cukup normal untuk sekedar melihat dgn jelas seragam TNI lengkap yang melekati tubuh pembopong Meita.
Meita susah payah berusaha mengumpulkan kesadarannya yg meluntur. Ia mati matian membuka mata. Mencuri pandangan di tengah gemerlap lighting Diskotik yg terbatas dan memusingkan mata. Ia berhenti berontak sesaat. 'Semabuk itu kah dia? halusinasi?' Meita tak sadarkan diri di tengah apitan tubuh dan tangan kedua laki laki yang begitu dalam melukainya.
"Ya..untuk pertama kali nya gw dapet pelukan mas. 17 tahun penantian... kakak gw"
Sang kakak yang dibantu kawan lamanya membawa Meita pulang saat itu juga. Pulang ke kota asal mereka.
Kakak nya mengamuk sejadinya. Akumulasi amarah yang mengklimaks. Ia menyalahkan kedua orangtua mereka. Jika bukan karna mereka yang terlalu perduli pada rupiah, Meita mungkin takan seperti itu. Ibu nya hanya bisa menangis, memeluk dan berulangkali menciumi anak gadis nya yang tak ia percaya bisa terjelembab kelubang salah. Mereka kecolongan. Ternyata arti membahagiakan keluarga versi mereka terbukti salah. bahkan Fatal. Diam diam ayah nya menangis.
Sudah barang tentu Meita tak lagi di izinkan orangtuanya lagi untuk berada jauh dari jangkauan mereka. Tapi orangtua nya belum juga mengambil point penting dari penyimpangan anaknya.
Meita melanjutkan kuliah di kota asalnya. Cianjur. Ayahnya mencarikan Universitas terbaik dimana relasi nya banyak juga yang mengajar disana. Ayahnya tak mau kejadian sama terjadi. setidaknya ini cara nya untuk meminimalisir kecurangan yang mungkin akan meita ulangi.
Lantas.. Meita merasa ia lebih di awasi. Masih jauh dari asumsi nya tentang apa itu perhatian penuh kasih. Tapi satu kunci kotak pandora baru saja terbuka.. perhatian kakaknya. Ia sekarang akhirnya tau bagaimana cara untuk mendapat perhatian. Ber-ulah!!!
Lama tak terdengar kabar dari senior nya yang kini sudah menjadi sarjana. Mereka dipertemukan lagi di salah satu Bank saat Meita hendak mengurusi Kartu Credit yang bermasalah. Kembalilah muncul rasa yang dulu pernah ada. Dan Meita berusaha memantaskan diri agar serasi dengan nya. Meita berobsesi menyamai sang Heru Ghama Yuda.
"Gw dapat info lowongan kerja di salahsatu BUMN kenamaan Indonesia. Bergerak di bidang keuangan non Bank. Gw memang masih kuliah mas. tapi di selembaran pengumuman itu memang memperbolehkan pelamar dari lulusan SMA sebagai tenaga kerja outsourcing. dan gw coba.. "
Bekerja sambil kuliah ternyata tidak mudah. Meita memutuskan untuk berhenti kuliah dan fokus untuk kerja. Meita yang berusaha mencuri perhatian teman kakak nya itu benar benar ingin unjuk kemampuannya. Tapi sayang.. meskipun Meita sudah merasa sebanding, tapi mereka tetap tak juga bisa bersanding.
"Dia bilang gw ini adik kecil nya. Kakak gw nitipin gw sama dia. buat dijaga. buat disayang. buat dilindungi. buat gantiin tugasnya sebagai kakak. dan intinya dia tetap gak mau... kecewa? sangat! dan lo tau apa yg gw lakuin selanjut nya? "
Saat itu juga Meita menunggangi Nisan Juke hitam membelah jakarta. Ia menemui teman Sekolah nya dulu yang sekarang sudah berseragam Marinir.
"Si Pras, temen gw, awalnya gak mau kawanin gw main di Miles mas. dia gak enak sama kakak gw yang notabene senior dia di kesatuan"
Setelah menghabiskan 3malam, 2 Hari di diskotik, Meita pulang sendirian tanpa supir. Ia menunggangi mobil dalam keadaan 'tidak sehat'..
Meita dikejutkankan sensor mobil yang berontak. Meita tertidur di balik stir yang tengah melaju. tapi terlambat... Meita terlanjur menghantam sesuatu.
Pintu Mobilnya menganga, ia keluar memeriksa. Terkejut hebat nya ia saat mata sipit itu mendapati apa yang di soroti lampu penyeruak kabut di Pagi buta Ciloto, Puncak. Seseorang tengah terengah engah berusaha menggapai sesuatu. bungkusan pecahan botol botol obat. Meita terkulai lemas. Lutut nya seakan tak berpelumas. Tersungkur beberapa saat. Warga menyerbu mendekat memburu mereka yang sama sama tergeletak. Detik berikutnya Meita pun tak tau kelanjutan cerita.
"Terus? yang lo tabrak gimana nasib nya?" Bobi penasaran dengan kelanjutan kisah Meita. Meita meneguk minumannya sesaat.
"Gw gak tau mas. kakak sama orangtua gw yang urusin semua. Besok nya gw dikirim ke Sumatra".
Sampailah Meita di bandara Jambi. Dia dijemput seseorang yang katanya kerabat sang ayah. Tulisan Besar berseru 'Cece Meymey' mengaping kaki jenjangnya. Keegoisannya berbisik sarkastik
.. Kau benar benar dibuang Mey..
"lo tau gak mas? orangtua gw ngirim gw buat rehab"
Meitha yang arogan itu kian berontak. Dia kabur hanya membawa tubuh, dompet dan ponsel yang sudah tak bernomor telpon sama. Dia lari ke Palembang.
"Dan liatlah... tatto disekujur tubuh gw ini adalah bentuk protes atas keadaan."
Pemberontakan Meita tak terhenti sampai disitu. Ia kemudian bertemu dengan pelabuhan baru. Kemolekan Meita membuat nya tak pernah kesulitan mencari pasangan. bakatnya yang mudah memasuki tiap kalangan dan kemampuan bersosialisasi nya yang mumpuni tak membuatnya kesulitan hidup di kota perantauan. Ia lepaskan semua atribut dan embel embel keluarga sejak ia tinggalkan Jambi. Ia bersiap memulai hidup baru..
"gw gak sangka mey.. dibalik tubuh cewek yg lo pakek ternyata ada sisi tangguh diluar batas yg bahkan gw belum tentu bisa.."
"gw gak berhenti di sumatra mas.."
Meita memulai hidup barunya bersama seorang DJ asal medan bermarga Pane. Sutan Pane. Dia seorang Menado blasteran Batak. Badannya yang di penuhi tato. Wajah nya tampan. Dan bertubuh atletis. Dia yang sangat mencintai Meita. Dia yang mengambil alih peran kakak, teman dan Ayah untuk nya. Dia seakan tau apa yang Meita cari dan butuhkan. Dan bagi meitha.. ia memiliki kecenderungan tetap mencari kesamaan pasangan baru nya ini dengan sang cinta pertama. Walau tentu nya karakter dan latar belakang kedua orang ini amatlah jauh berbeda.
Hiduplah Mereka berdua dalam satu atap tanpa ada ikatan pernikahan. Meita mulai mempertanyakan hubungan. Hingga Dibawalah ia ke Medan. Menemui kedua orangtua dan meminta restu untuk menjalin ikatan.
"Gw lagi lagi mengalami penolakan mas. tapi yg sekarang bukan dari pasangan gw.. sekarang gw di tolak pihak keluarga nya. Ia sudah di pilihkan calon istri oleh mamak nya. sama sama batak katanya. "
Meita di boyong ke NTB oleh pasangannya setelah keadaan tak memungkinkan mereka untuk bersatu secara resmi. Mereka datangi gereja dan meminta Romo untuk mempersatukan cinta mereka dalam ikatan agama. Mereka memutuskan untuk hidup berdua dan melepaskan kedua keluarga.
Lombok... Pulau dengan seribu pantai indah. Meita hidup bahagia.. hidup dengan berbagai macam minuman, shabu, inex, happy five dan jauh dari kehidupan lama nya. Seakan semua kesenangannya kini benar benar penawar luka untuk nya. Dia tak kenal lagi siapa yg berada dalam pantulan kaca. Ada kesakitan mendalam yang berusaha ingin ia sembunyikan.
...Mama, memey kangen mama...
Batin nya tiba tiba menjerit menatap langit. Bertanya apa ini yang memang ia cari? Apa benar ini yang ingin ia jalani? Meita tenggelam dalam diam. Sejadinya ia menangis.. menyadari jalan salah nya.
"Aku mau pulang..."
Kata itu meluncur begitu saja dari mulut Meita yang terbenam di dada bidang suami nya. Diraih nya kedua sisi wajah Meita yang matanya masih sembab memerah mengeluarkan air mata. Air mata rindu yang tak terbenam. Air mata luka yang lama ia pendam. Laki laki di hadapannya hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan..
"Lama sudah kita tunggu ngana minta pulang"
Meita dan suami nya berdiri di depan pagar rumah yang menjulang tinggi. Bersegel. Menjelaskan bahwa Rumah yang ada di balik Besi gagah itu di sita Bank.
Meita menangis dipeluk sang suami. Dia baru menyadari betapa banyaknya kejadian yang ia lewatkan semenjak ia pergi.
Seseorang menarik tangan Meita yang masih dalam dekapan Sutan. Meita kaget dan setengah tak menduga siapa yang baru saja mengejutkannya. Ia segera menyerbunya dengan peluk dan tangisan yang mengencang.
"Adik gw setiap hari nunggu di depan rumah lama kami mas. berharap suatu hari gw balik. Dan dia takut gw bingung nyariin mereka. bayangin mas.. 2 tahun dia tetap nunggu gw pulang. 2 tahun yang gw udah habisin buat ber-euforia. sedang mereka... " Meita mengawang tak menyadari matanya mulai membasah.
Bobi menggeser bangku dan berpindah posisi.. Tangan nya bergerak otomatis menggapai pipi.
"Jangan lanjutin lagi Mey... Habisin dulu kopi nya. Gw anter lu balik yaa" Bobi tersenyum dan menatap langsung ke mata lawan bicaranya. Ia tak ingin Meita mengingat luka lama yang tak sengaja ia bawa. Aroma penyesalan itu tercium ulang.
Bobi tak mengharapkan pertemuan pertama mereka itu menjadi perjumpaan terakhirnya dengan Meita. Bobi berkali kali memastikan dia tak meninggalkan kesan buruk malam itu.
"Mey, lo gak kapok kan ketemu sama gw? Gw harap lo bisa lanjutin cerita lo lagi nanti. itu pun kalo lo mau dan gak terganggu" Bobi menunggu terjawabnya pertanyaan sesampainya ia antar Meita di depan pintu kost.
"Gw seneng kok malam ini mas. Makasih yaa"
Meita tersenyum simpul
Meita tak percaya kepulangannya hari itu berbanjir air mata penuh haru. Rumah yang ia masuki kini bukan istana yang mereka tinggali semula. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru hunian baru keluarga nya. Seakan tak percaya, Meita tak hentinya mengucurkan air mata sambil merapatkan jemari di kuluman bibirnya. Rumah dua lantai dengan tiga kamar. hanya 1 kamar mandi menyatu dengan toilet nya. dapur mungil tanpa ada Bi Uar disana. Halaman kecil tertata rapih seadanya. Barang barang mewah mereka? mobil mobil mereka?
...Apa yang terjadi mah..pah???...
Tak henti hentinya Sang ibu memeluk dan menciumi Meita. Baju meita hingga basah dibanjiri air mata kedua orang tua dan adik nya. Berempat saling peluk bergantian.
...Ini keluarga Mey.. Ini tempat kamu berpulang....
Batin ibu nya tambah menjerit menjelajahi tubuh Meita. Tatto tatto itu menceritakan apa yang sudah Meita lalui 2 tahun terakhir ini. Ibu nya menutup mulut yg spontan menganga seakan tak percaya bahwa yang tersungkur dihadapannya adalah gadis kecil nya. Gadis lucu yang dulu selalu mengekori menarik narik daster nya. Gadis mungil yang ia ajarkan cara melangkahkan kaki kakinya. Gadis lugu yang ia ajarkan kata mama. Gadis manja yang ia berikan segalanya..
Orangtua itu lautan pengampunan. Sebesar apapun kesalahan yang sudah Meita lakukan. Sesakit apapun yang sudah anak nya berikan. Selalu saja ada untaian pemaafan..
Meita yang dulu berpikir bahwa ia telah dibuang. Meita yang tak tau kejadian apa saja yang ditanggung keluarga atas semua kesalahan yang ia perbuat. Meita yang bertanggung jawab atas semua ini. Meita yang membuat kedua orangtua nya kini tak lagi dihargai. Meyta yang menghancurkan keluarga nya sendiri. Tapi keluarga nya tak pernah sedikit pun menyesali apa yang sudah terjadi. Yang mereka ingin hanya kepulangan gadis nya. Dalam kondisi apapun ia akan selalu di terima. Dengan siapapun ia pulang tetap akan ditunggu.. Dan saat itu ia pulang membawa 2 anggota keluarga baru. Suami siri dan calon janin yang meringkuk mungil di dekat organ hati..
Pintu rumah terbuka lebar. Hembusan angin dingin Cianjur ikut menyeruak masuk. Seseorang dengan pakaian dinas nya memburu tubuh Meita terburu buru. Dipeluk nya badan kurus itu.
"Bukan begini cara nya kamu siksa aa neng. aa yang salah. maafin aa. maaf!!!".
...mengapa baru sekarang? mengapa baru hari ini kita bisa saling berpelukan? apa harus menunggu dulu pemberontakan? apa harus ada dulu proses penghancuran masa depan? Aku butuh kalian sebagai manusia... Aku butuh kalian!!!...
Meski kini kehidupan mereka tak seberkecukupan layaknya dulu, tapi Meita lebih menikmati kehidupan baru nya yang kini setiap saat bisa ia lihat wajah wajah itu kapanpun ia mau.
Kini ia tinggal bersama kedua orangtua dan adik nya. Suami nya dengan terpaksa harus pergi bekerja sebagai pekerja perusahaan batu bara di Kalimantan atas bantuan relasi sang kakak. Demi pekerjaan yang lebih baik. Demi calon buah hati mereka yang saat itu menginjak usia 4 bulan.
Tapi.. Kebahagiaan Meitha tak berjalan lama. Kakak nya yang datang sore itu berlutut dihadapannya. Menangis sesegukan tanpa bisa berbicara banyak. Petir seakan menghantam ulu hati. Malang tak bisa dihindari.. Meita harus terima... Anak nya tak bisa di sambut sang ayah saat lahir nanti.
...Tuhan... apalagi ini? Inikah hukuman atas ku yang pernah mencabut nyawa seorang ayah dan suami orang lain dulu? Kau Boleh hukum saja aku, tapi tak perlu anakku. Aku lah yang pendosa besar. Mengapa Kau ambil juga bahagia anakku? Belum juga ia tuntaskan perjalanannya di rahim ku. Tapi Kau... Ya Tuhaaaan. Betapa tak adilnya hidup ini atas ku. Wahai Bapa.. Aku minta. tolong batalkan Kau ambil ayah untuk anak ku. Hanya Itu!!!...
Meita menjerit meronta. menyadari doa nya tak akan bisa jadi nyata. Ia marah. Ia mengutuk nasib. Ia seakan tak lagi percaya pada rencana Tuhan yang mungkin saja lebih baik. Patah hati kedua Meita yang menuntutnya tetap tegar di situasi yang memustahilkan ia berkata 'baik baik saja'..
Sepulang nya 'berkencan'.. Meita tak langsung bergegas tidur seperti apa yang dipamitkannya pada Bobi lewat kiriman pesan. Meita masih terduduk di atas kasur dan selimut tipis favoritnya. Menekuk lutut dan masih saja terjaga di sunyi nya sepertiga malam.
"Ya Tuhan, betapa tak tau dirinya aku yang kian menjadi sosok yang tak pandai sekali bersyukur. maafkan lah aku yang sudah sangat terlampau jauh dari Mu dulu. Apakah semua yang Kau beri ini agar supaya ku lebih berdekatan denganMu Tuhan? Tolong beri ku waktu lebih panjang untuk menebus segala dosa dan kesalahan ku padaMu dan keluarga ku. terutama Mama dan Papa yang pernah ku siksa hebat batin nya"
Dan... memang terkadang Tuhan harus menyadarkan manusia manusia pendosa dengan sederet tamparan keras supaya mereka berpikir lebih cerdas. Hukum sebab akibat. Karena memang tak akan ada asap jikalau tak pernah ada api. Dan Meita sejatinya sudah banyak belajar dari semua Proses disambiguasi panjang nya ini.
Hari hari berikutnya Meita lalui bersama Bobi. Mereka saling mengisi tanpa tau hubungan apa yang sedang mereka jalani. Hanya hembusan Atmosfer Pertemanan kah? Ataukah tempetatur suhu yg lebih dari itu? Mungkin saja itu hanya rasa ketertarikan sesaat. Ya... bisa saja.
"Gw di luar". sebuah notifikasi WA mendarat di layar ponsel Meita.
Bobi berdiri menyandar di luar pintu mobil nya. Kanan kiri tangannya direpotkan berbagai jinjingan belanja.
Meita nendekat penuh heran. Kening nya mengernyit.
"semoga lo suka". Bobi menyodorkan aneka hadiah yang Meita tak heran lagi untuk apa.
"ini apa lagi sih?"
"besok kita jalan.. pilih yang lo suka, lo boleh kasih temen lo klo gak cocok".
Bobi menegakkan posisi kaki nya. Tanda ia siap berpamit dan lanjutkan perjalanan.
"besok gw jemput di toko ya"
Bobi mengacak rambut halus Meita lalu berbalik memasuki mobil nya.
"hati hati mas. gak usah ngebut ngebut" Bobi membuka jendela samping kemudi dan menyanggupi pesan Meita dengan dijawab senyum dan anggukan. Meita melambaikan tangan.
Selalu saja begitu. Bobi tak pernah bertanya sebelumnya pada Meita ia suka atau tidak dengan apa yang selalu tiba tiba Bobi bawa ke kost nya. Bobi enggan meminta konfirmasi untuk menghindari kemungkinan penolakan yang akan dia terima jika ia harus bertanya sebelumnya. Tapi justru ini yang memperkuat keambiguan hubungan mereka.
Dan enam bulan ini... ya seperti ini...
Apa ini pantas di sebut hubungan pertemanan?
Meita berkali kali mematut diri di hadapan kaca. Berulang ulang menata busana. Memastikan jika yang ia kenakan tak akan membuat Bobi enggan menggandengnya.. Meita selalu ingin mengesankan Bobi yang sudah otomatis selalu terkesan walau Meita tak berdandan setotal hari itu.
Baju mahal, Tas branded, Sepatu girly, jam kenamaan.. semua yang Meita pakai hari ini melekat serasi. Meita seakan melihat pantulan sosok borjuis nya beberapa tahun yang lalu. Tubuh dulu yang masih sanggup mendanai gaya hedon dan glamour nya.
Sangat Lain dengan keadaannya yang sekarang. Jangankan untuk membeli jam tangan dengan harga jutaan, untuk memenuhi kebutuhan susu dan popok anak nya saja ia harus kerja mati matian. ya.. Anak bayi nya yang harus ia rela tinggalkan di kampung halaman. Karena keras nya kenyataan. Karena sang Tulang punggung telah berpulang ke haribaan.
Demi sang anak, Dengan sepenuh hati ia terima pekerjaan di parusahaan milik Konglomerat China itu. Salahsatu Perusahaan retail kenamaan yang bisa terbilang masih baru dibanding brand competitor nya. Ia rela jd seorang SPG dengan jam kerja tinggi karena tak banyak perusahaan yang tak mendeskriminasikan kaum bertatto seperti Meita. Sebesar apapun potensi yang dimiliki, secerdas apapun dia, dia tetap tak bisa berbuat apapun tanpa sertifikat sarjana yg belum sempat ia dapat. Dan... ini lah masa penuh penyesalan Meita atas masalalu nya yang penuh dengan kemunafikan.
Meita berpaling pada cemin besar di sudut kamar nya yang bertengger tinggi. Ia lagi lagi memastikan diri nya memang sudah rapi. Dijelajahinya lagi tubuh ramping itu. tubuh yg tak mengisyaratkan bahwa ia sudah menjadi ibu muda. Kecuali jika ia memperlihatkan permukaan perutnya. Ada guratan tanda kelahiran disana.
Wajah ayu Meita selalu mencuri perhatian setiap empunya mata. Termasuk sepasang mata kecil itu. sepasang mata yang dimiliki Bobi. Mata yang membuat Meita jatuh cinta sejak awal jumpa.
Ia makin cantik dan anggun dengan pilihan busana yang selalu di hibahkan bobi. Lemari Meita sudah dipenuhi oleh berbagai macam pemberian nya. Jika bisa, Mungkin gunung pun akan Bobi pindahkan demi menyenangkan meita.
Berkat Bobi jua lah Enam bulan nya hidup di salahsatu sudut kota Jakarta itu lancar tanpa kekurangan bahan konsumsi. Pun, Ia tak pernah tersendat kirimkan uang untuk bayi kecil yang terpaksa ditinggal bersama nenek dan kakek nya.
"Eve Gea Wintan Pane" nama warisan mendiang suami nya jika saja bayi mereka perempuan.
Meita masih menunggu klakson Bobi menjuit dibalik pintu. Bobi tak bisa menjemput Meita di tempat kerja seperti janji nya semula. Dan memutuskan untuk menjemputnya di kost seperti biasa.
Ia membunuh waktu sambil mengedarkan pandangan pada seisi ruangan yang benar2 berbeda dari sejak pertama kedatangannya tahun lalu.
Sekarang kamar nya itu benar2 terperlakukan istimewa. Seisinya terpenuhi pemberian Bobi. Deretan sepatu, wedges dan sandal berikut kotak kotak nya. Berjejer nya tas tas branded beraneka merk berbagai warna. Pajangan baju baju mahal yang tergantung menyesaki lemari, Berkotak-kotak jam tangan mahal yg jika ia jual kembalipun ia bisa beli motor walaupun 2nd hand, Kasur spring bed ukuran sedang yang empuk lengkap terbungkus bed cover cantik super lembut, boneka boneka lucu yang bisa sampai belasan jumlah nya, TV LED 22" bertengger menghadap tepat ke kasur nya, sepoy AC yang selalu memanjakannya di tengah terik ibu kota, dan segudang fasilitas yang memanjakan dia. termasuk urusan perut Meita. Apa yang sudah Bobi lakukan? Ini semua untuk apa? bahkan mereka tak pernah saling menyatakan cinta. Jika hanya sekedar teman? apa harus segini nya kah? ini bukan ketertarikan sesaat. Ada perasaan yang level nya setingkat lebih tinggi dari sebatas relasi pertemanan. Ada cinta disana. Ada cinta diantara mereka yang tak pernah menjadi kita..
"Tidid..."
Suara klakson membuyarkan lamunan Meita. Seseorang yang ditunggu akhir nya datang juga.
Bergegas dia mendekati sumber suara.
Terduduk manis lah ia disamping Bobi. Jemarinya menggapai seatbelt dari bahu kiri, tapi mata nya tercuri penampilan Bobi yang malam itu benar benar lain dari kepergian kepergian mereka sebelumnya. "kemana kita mau pergi?"
Bobi memutar lagu Judika yang saat itu baru saja akan mulai berlantun. Mulut nya berkomat kamit berlagak ala penyanyi lipsinc.
"Dengar lah sayangku.. tiada yang lain saat ini. engkau lah yang ada di hati. engkaulah yang ada di hatiii..." Bobi seakan ingin memohon Judika mewakili apa yang ingin ia sampaikan. Ia berkali kali mengutuk diri atas ketidak jantanan nya yang menghindari kata kata pernyataan.
Pintu sampinya dibuka jemari Bobi seusai pendaratan mulus di parkiran sebuah Resto Bintang Lima di Pusat kota Jakarta.
' a candle light dinner.. '
Malam itu terasa istimewa. Paling tidak itu lah yang mereka nikmati sebelum atmosfer penuh kecanggungan dihembuskan kedatangan tamu lain yang bergabung di meja bundar itu. Orangtua nya.. Orangtua Bobi ikut berpartisipasi.
Meita dan Bobi beranjak dari tempat mereka semula dan menyambut tamu agung yang segera bergabung. Senyum ramah merekah dari wajah kedua orang dihadapannya. Para pemilik pribadi hangat yang ternyata diwarisi Bobi.
"Buk, Pak.. ini Meita" Bobi mengambil alih perkenalan
"Cantik yo mas" Ibu nya menyambut awal perkenalan dengan penuh ramah.
Ibu bobi yang berbusana sederhana senada dengan batik mega mendung yg dikenakan pasangan hidup nya. Bapak yang masih menyimpan sisa sisa kegagahan masa muda nya tak kalah hangat menatap Meita yang katanya 'calon menantu' keluarga mereka.
...Calon mantu?...
Ibu nampak berkali kali mengoreksi posisi hijab satinnya, jilbab yang serasi dengan warna pakaian yang menutupi seluruh aurat wanita paruh baya itu.
"wadalah nduk, gini lah repot nya jadi ibu ibu.. nanti kamu pun bakal tau rasa ne pakai kerudung itu bagaimana. Jangan khawatir, awalnya pasti gerah klo gak biasa. tapi lama lama pasti bisa.. "
Ada yang tersirat dibalik ucapan Ibu Bobi. Dan Meita cukup pintar untuk menangkap pesan yang ingin disampaikan nya itu.
'Deg... ' spontan Meita meraba dada. Memastikan Ibu nya tak mendapati apa yang tergantung disana. Simbol ke-Tuhan yang mendeskripsikan perbedaan domain religi.
Detik berikutnya, ada rasa penyesakan nafas yang tersenggal disana. Tiba tiba ia disuguhkan satu hidangan pembuka yang mengantarkan berbagai narasi perbedaan yang membatasi hubungan mereka. Meita menoleh ke arah Bobi berharap menemukan sejumput ketenangan disana. Tapi yang muncul hanyalah aroma penegasan bahwa mereka adalah dua variabel berbeda yang tak saling terkorelasi sesempurna bayangan Meita.
Sensasi hangat yang sebelumnya berhembus saat itu perlahan enyah terbawa angin beliung kecemasan.
Meita dibangunkan suara Ariana Grande yang bernyanyi di ponselnya. Ada tanda nama Bobi memanggil disana.
Entah mengapa Meita tak seantusias sebelumnya menyambut panggilan Bobi.
Sejak pertemuan terakhir mereka, Meita seakan membenam diri. Seakan pertemuannya itu membangunkan kesadaran nya yang terlena di nina bobo kan fatamorgana..
Meita hanya disibukan dengan mempertanyakan kejelasan status yang diam diam ia tuntut. Tapi ketika Bobi melangkah jauh melebihi ekspektasi, ia malah terjebak dalam konflik baru tentang curamnya galian pemisah yang tanpa ia sadari ia gali sendiri. Ia kian mendekati jurangnya.. Jurang kepatah hatian ke tiga Meita.
Meita men-slide layar android. Tapi tak ada suara lawan bicara nya di ujung sambungan. Hanya mengalun suara berat Krisyanto yang sedang bernyayi.
" Kirimi aku, kabarmu di sana,
Lewat telepon, surat, faksmili, ngobatin rinduku.
Kirim juga, foto ukuran jumbo,
Biar nanti ku pajang di kamarku
Ngurangin beban ini
Ngurangin sesak ini
Ngurangin rasa ingin bertemu"
Meita sudah sangat tau sekali Bobi itu seperti apa. Meita tak perlu lg mengkonfirmasi maksud terselubung nya. Dan Meita hanya bisa menyaingi suara parau vocalis Jamrud itu bernyanyi.
...Mas, Ketahuilah. Kau tak lagi rindu sendirian...
Bobi mulai berasumsi Meita menaruh bosan pada nya. Tak lagi ada kata sapaan di pagi nya, siang nya, ataupun malamnya. Meita tak lagi seperti biasanya. Kian lama Bobi makin menderita. Dia harus selesaikan ini segera. Bobi tak mau cinta yang tak tersampaikan membunuh nya perlahan lahan.
"Tuk tuk tuk..."
Meita mendapati Bobi yang berada di balik pintu kost nya.
"Lu tau gimana rasa nya nunggu Handphone lu bunyi seharian? Nunggu kabar lu seharian? Nunggu balasan lu yang gak pernah ada jawaban?"
"jawaban apa? kepastian hubungan kita?" Meita mengambil alih memutar pertanyaan.
Meita memasuki ruangannya dibuntuti Bobi.
"Liat gw Mey!!!" Bobi menarik pergelangan Meita hingga mereka kini berhadapan.
"Liat gw. Gw tau gw gak berhak buat apapun atas lu. Tapi apa gw gak ber hak tau apa alasan lu perlakuin gw kayak gini?"
"Bukankah rasa ini curang mas? Apa yang bisa aku jelaskan? Sedangkan status kita pun gak ada kejelasan."
Bobi melepaskan genggamannya. Ia tak yakin dengan apa yang ingin ia katakan. dan ia pun tak tau jawaban apa yang ingin ia dengarkan.
...Kita gakan bisa mas...
Dilihat nya lagi koper itu berulang ulang. Koper yang akan menemani perjalanan nya pulang. Ia tak membawa satupun barang pemberian Bobi yang memadati kamar kost nya. Hanya menambah beban dan meninggalkan kenangan. Ia hanya ingin Pulang ke tempat dimana ia memulai kepatah hatian nya yang pertama. Lagipula.. ia sangat rindu anak semata wayangnya, rindu ibu, ayah, adik dan kakak nya..
"Aku pulang ke Cianjur malam ini" WA yang ia kirim centang satu. Biasa nya langsung centang biru.
Entah mengapa Meita merasa harus memberi tahu Bobi tentang kepulangannya. Apa yang ia harap kan? Berharap Bobi datang lalu menghadang ia yang akan pulang dan mengajak nya menikah tanpa menghiraukan perbedaan agama? Ayolah Meita... lo bukan protagonis FTV yang akan selalu bahagia di akhir cerita. Lo hidup di dunia nyata.
Beberapa jam berselang. Bobi bergegas membuka pintu kost Meita yang memang tak terkunci. Meita yang sedang terduduk di kursi dikejutkan dengan kedatangan Bobi. Bobi bersimbah peluh. Nampak nya ia mengendarai motor ditengah hari terik Jakarta.
"Kenapa lo giniin gw Mey? Sekarang Lo mau pergi tinggalin gw? Gw tau. Lo bosen sama gw kan? makanya gw kasih lo ruang buat lo kangen sama gw. Gw gak mau egois. Gw kasih lo waktu tanpa ada nya gw yang hobi recokin keseharian lo. tapi apa? sekarang dengan sesuka hati lo, lo berencana ninggalin gw? LO CURANG!!! klo lo emang gak suka sama gw. Lo bilang dari awal. biar gw gak sakit sendirian."
"Lo inget gak lo pernah cerita sama gw soal mantan lo yang di Malang. Mantan lo yang cantik, baik, anggun, berpendidikan,kaya raya, dia yg tak penah menikah, dia jelas belum punya anak dan.. dia berkerudung. dia MUSLIM mas. kurang sempurna apa dia buat lo? but finally.. orangtua lo tolak dia juga buat kalian naik ke pelaminan. Lantas gw? Apakabar nya sama gw? Liat tatto di sekujur tubuh gw mas.. lo gak bisa tutup mata lo terus terusan. Andai kata lo buta, tapi orang tua lo nggak!!! kita berbeda mas.. Jauh berbeda.. "
Bobi menubruk memeluk Meita tanpa bisa berkata apa apa. Bobi menangis... Meita terluka...
Meita tiba di terminal Rambutan. Mendaratkan koper disisinya dan duduk di sembarang bangku untuk rehat. Ia hanya kenakan kaos, Jeans dan sandal karet seadanya. Hati nya mengambang ditengah riuh rendah suasana terminal.
Ia memeriksa Handphone nya. Lalu me-non aktifkan sambungan. Dia takut ciut nyalinya saat membuka puluhan telpon masuk dari Bobi.
Jemari lentik yang memegangi Ponsel itu di tarik seseorang hingga ia berdiri terpaksa dari terduduk nya.
"Ayo pulang. ikut gw ke Malang. SEKARANG!!!"
Bobi menarik paksa Meita. Meita melepaskan tarikan tangan Kekar itu dan mundur teratur.
Bobi berbalik badan dan berniat meraih tangan Meita ulang.
"Tolong berhenti disitu.. SEKARANG!!!"
Suara Meita bergetar menginstruksi objek fisik di sebrang pandangannya.
"Kamu tau sendiri ujung jalan kita akan seperti apa, mas.. kita hanya mengulur waktu berharap hari ini tak akan pernah datang. Hari dimana aku memang harus benar benar pergi. karena kita gakan bisa..." Tenggorokan nya tercekat. tak sanggup mengusaikan kalimat. Gelengan kepala nya mempertegas keputusan akhir yang mentiadakan indikasi proses revisi. Dan Mungkin inilah jawaban dari pertanyaan yang tak terhiraukan sepanjang periode enam bulan terakhir mereka. Satu semester mereka yang tak pernah menjadi "kita"...
"Gw gak perduli sekalipun seisi dunia nentang kita. Gw mau nya elu. Gw gak bisa tanpa lu. Lu candu Mey"
"dan gw yakin lu juga pernah bilang gitu sama mantan lu. tapi nyata nya lu bisa tanpa dia. Dan sekarangpun sama.. Lu pasti bisa tanpa gw"
"ITU BEDA MEY. BEDA. LU BUKAN DIA. DAN STOP BUAT JADIIN DIA PERBANDINGAN KITA. GW DAN DIA GAK SAMA KAYAK GW DAN LU. DIA DULU GW. DAN LU SEKARANG GW!!!"
Ini kali pertama Meita melihat Laki laki yang dicintainya itu Naik pitam. Wajah nya merah padam. Suaranya tak terkontrol memancing perhatian orang orang yang ramai berlalu lalang. Bobi menangis(lagi)...
"kita gakan pernah bisa samain perbedaan yang ada. tolong ngerti mas. gw udah pernah tau rasa nya di tolak calon mertua. dan gw gak mau terjebak di situasi yg sama. kita mau apa klo orangtua lo gak setuju sama hubungan kita? kawin lari? gw pernah jalanin perih nya kawin lari mas. dan apa gw harus ulangi lagi? dan satu yang paling penting. Tuhan siapa yang akan kita khianati?"
'Cianjur berangkat Cianjur berangkat...' teriakan parau kondektur bis menyadarkan Meita bahwa waktu nya sudah habis.
Jarak mereka yang hanya terpaut Lima langkah seakan terpisahkan kokohnya konstruksi beton tinggi... Ia berhadapan dengan konflik multiple choice. kaki nya harus pergi, tp hati nya kontradiksi. kata pengantar basi Epilog itu hanya memperbesar volume borok. Kaki yang hanya di alasi sendal jepit, seakan bertransformasi jadi sepatu besi.
"Jaga diri lo baik baik.. karna gw ingin lo tetap baik baik meski kita harus terpisah dengan cara yang tak baik baik"
Meita menutup cerita dan meninggalkan patahan hati nya yang ketiga di Ibu Kota.
Kita pernah saling menggenggam jemari erat
Tanpa ingin menciptakan jerat mengikat
Kita pernah berjalan berdampingan
lalu
Melangkah berjauhan.
Kita pernah Tertawa kuat kemudian menangis hebat.
Kita.. Yang tak tercipta untuk menua bersama.
Tamat