Story Of "Jengki/Leusong" Alat Penumbuk Dan Penggilingan Tradisional Aceh Yang Terlupakan
Bismillah...
Salam Steemians dimanapun berada semoga sehat selalu. Jengki merupakan alat penumbuk dan penggiling padi tradisional Aceh, jengki ini biasanya terbuat dari batang kayu terutama batang Nangka, panjang jengki berfariasi mulai dari 4 sampai dengan 6 meter. Memiliki 2 tiyang penyangga untuk mengangkat jengki ketika di operasikan, di ujungnya memiliki kayu bulat berfungsi untuk menumbuk dan dibawahnya ada wadah terbuat dari kayu juga sebagai tempat menaruk padi untuk di giling.
Dalam mengoperasikan Jingki atau ada juga yang menamainya dengan "Jeungki", tidak bisa sendiri, paling tidak ada dua orang yang satu bertindak sebagai orang yang menginjak kayu jengki agar terangkat dan melepaskannya untuk memberikan tekanan dalam wadah penampung padi di ujung jengki, yang satunya lagi duduk dekat wadah penampung untuk berjaga-jaga agar padi yang di tumbuk tidak berserakan keluar area.
Jengki daerah Barat Selatan Aceh dikenal dengan nama "Leusong". Dalam hal penamaan memang banyak perbedaan di Aceh, leusong menurut orang Barat Selatan Aceh ada dua
Leusong Dèông (menggiling sambil berdiri), leusong dèng dinamakan dengan jengki daerah Timur Utara Aceh. Penjelasannya sudah ada di atas.
leusong Duek (penggiling sambil duduk), leusong duek biasanya digunakan untuk menumbuk semacam tepung, kopi dan ûe Nèulé. Dengan kata lain leusong duek digunakan untuk menumbuk skala kecil sambil duduk, bisa di oerasikan sendiri.
Musem Top Leusong/jengki (Musim Menumbuk).
Mereka yang lahir sekitar tahun 90-an kebawah sangat mengenal kapan musim top leusong. Biasanya dalam mansyarakat Aceh top leusong banyak dilakukan ketika mendekati hari "meugang" puasa Ramadhan, jadi ketika mendekati hari megang puasa, biasanya ibu-ibu menumbuk beras untuk dijadikan tepung sebagai bahan dasar pembuatan Kue meugang dan awal puasa. Hampir satu keluarga berkempul di tempat Jengki/leusong untuk membantu penggilingan tepung secara bergantian, dua orang yang menginjak kaki jengki, satu orang diwadah penumbuk dan satu orang lagi bertugas menghayak "meuhayak teupong" tepung dengan kain halus agar tepung yang kasar tersaring, dan selanjutnya di tumbuk kembali agar halus. Lihat gambar di bawah ini.
Mendekati akhir Ramadhan, Jengki kembali ramai berdentum. Suara tumbukan dan bunyi yang dikelurakan akibat gesekan menambah semangat untuk terus menghentakkan jengki. Menjalang akhir ramadhan ini hampir semua rumah memiliki jengki dan leusong, sehingga ibu-ibu yang bertawareh mulai kurang, sehingga dalam Ceramah sering kita dengar "Malam Lailtul Karah" sindirin jenaka bagi ibu-ibu yang menggiling tepung pada akhir ramadhan.
Akhir Ramadhan kebiasaan orang Aceh membuat Kue Karah (Kue Rambut), tidak tangung-tangung kadang kue karah ini sampai 5 timba besar yang didapatkan untuk menyambut Hari Raya. Tujuan dari menumbuk tepung akhir ramadhan untuk membuat kue karah sebanyak-banyaknya. Maka tidak heran ketika hari raya karah merupakan kue wajib di masyarakat Aceh waktu itu.
Jadi Kue Karah ini bentuknya berfariasi, namun yang paling banyak kita temukan adalah yang berbentuk segi tiga.
Selain bentuk segi tiga, ada juga farian yang lain, terutama model bulan sabit, gulungan bulat dan segi tiga.
Jengki/Leusong Zaman Now!
Seiring berkembangnya teknologi, Jengki atau Leusong mulai dilupakan masyarakat Aceh, sehingga remaja Aceh zaman now sebagian besarnya tidak mengenal lagi alat penumbuk dan penggiling padi, tepung dan kopi tersebut. Sehingga Jengki pada saat ini mulai langka, kalau dulunya hampir tiap rumah memilikinya, sekarang satu kecamatan paling ada 5, itupun sebagai pajangan di samping rumah yang tidak digunakan lagi.
Jeungki ka sulet ta meurumpok di masa jino
Betoi bang.. Kecuali di pelosok yang galom na listrik, nyan baroe meuteume nging lom ureng top jingki.
Sang nyan bak mesium di banda aceh,heheh :D
Saleum
@romiyulianda
Menurot loun nging memang bak mesium.. Salem kelai.