Mesjid agung lhoksukon
Pesona Masjid Agung Baiturrahim Lhoksukon merupakan salah satu masjid yang terletak di pusat Kota Lhoksukon, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Pembangunan masjid tersebut berawal dari gagasan masyarakat yang kala itu dalam musyawarah juga ikut dihadiri mantan Bupati Aceh Utara (tahun 70-an), Abdullah Yakob.
Tahun 1968, wacana lokasi Masjid Baiturrahim Lhoksukon berada di pusat pasar dengan jarak sekitar 250 meter dari jalan lintas Medan-Banda Aceh. Setelah memiliki lahan, panitia pembangunan masjid sepakat mencari lokasi yang lebih strategis, yakni di pinggiran jalan negara. Akhirnya, lokasi ditemukan dengan cara tukar guling dengan lokasi sekolah rakyat (Kini: Sekolah Dasar Negeri 3 Lhoksukon ) pada tahun 1972.
Di tahun yang sama, 1972, pembangunan masjid dimulai oleh masyarakat yang dipimpin oleh Tgk H. Ibrahim Bin H Ya’qub dan para tokoh masyarakat lain, di antaranya Abu Sulaiman (Abu di Dayah ), Tgk Abu Basyah, Tgk Ismail Aziz, Tgk Kasem Usman, Tgk Thaeb Usman, Tgk Ismail bin Dayah selaku panitia serta Bupati Aceh Utara yang menjabat kala itu, Abdullah Yakob (periode 1973-1978).
MASJID LHOKSUKON 1
Proses pembangunan Masjid Baiturrahim Lhoksukon bersumber dari Bantuan Gubernur Aceh yang kala itu dijabat Tgk H. Hasbi Wahidi. Di antaranya berupa semen ± 10 Ton dan besi ± 5000 batang. Selain itu juga ada dana dari swadaya masyarakat, kalangan pedagang dan dermawan.
Penyelesaian bangunan masjid dilakukan oleh Camat Lhoksukon, Abdul Aziz dan Bupati Aceh Utara Abdullah Yakub, yang dibantu Keuangan Pemda Aceh Utara, Teuku Cut Ibrahim. Setelah melewati beberapa tahun pembangunan, masjid baru rampung tahun 1980.
masjid lhoksukon 4
Masjid Baiturrahim Lhoksukon dibangun dengan peletakan batu pertama oleh Bupati Aceh Utara kala itu dan disaksikan oleh Ulama Kharismatik Lhoksukon, Abu Sulaiman (Abu di Dayah) dan panitia pembangunan masjid lainnya.
Pembangunan/design awal dengan 4 (empat) pondasi tiang dasar utama yang menopang bangunan masjiddengan luas ± 5.450 meter persegi, serta luas area ± 8.900 meter persegi . Bentuk dan struktur bangunanmasjid Lhoksukon memiliki Kubah Tunggal yang terbuat dari potongan kayu. Setelah selesai proses pembangunan,masjid mulai difungsikan.
masjid lhoksukon 5
Sumber air kala itu diambil dari sungai yang berjarak sekitar 500 meter dari masjid dengan menggunakan pompanisasi. Kemudian digunakan fasilitas sumur bor. Saat ini sudah ada aliran air dari PDAM Tirta Mon Pase.
Masjid mulai direnovasi total pada tahun 2004, setelah ditetapkannya Lhoksukon sebagai ibukota Aceh Utara dan pemelakaran Kota Lhokseumawe tahun 2001. Kala itu tampuk pimpinan Bupati Aceh Utara di bawah Ir H Tarmizi A Karim, M.Sc. Renovasi dilakukan bulan Agustus, bertepatan dengan bulan Suci Ramadhan. Proses pembagunannya didanai oleh APBD dan swadaya masyarakat.
masjid lhoksukon
Bentuk bangunan masjid dirancang oleh arsitektur yang didesign dari Timur Tengah. Terdapat 6 tiang pondasi dasar untuk menopang kubah induk yang dikelilingi 4 kubah kecil dan 4 menara yang mengelilingi kubah induk. Memiliki gerbang utama dengan rancangan yang sesuai dengan bentuk masjid itu sendiri.
Status masjid pun berubah, dari nama awal Masjid Baiturrahim Lhoksukon menjadi Masjid Agung Baiturrahim Lhoksukon-Aceh Utara. Pemberian nama masjid agung pada tahun 2007 tersebut disesuaikan dengan geografis daerah yang menjadi ibukota kabupaten.
“Pembangunan terakhir masjid dikelola Pemda sejak renovasi 2004 hingga 2012. Di tahun yang sama, 2012 mulai dipegang panitia lokal. Kala itu, mengalir kucuran dana Rp1,5 miliar yang bersumber dari provinsi melalui Pj Gubernur Aceh, Tarmizi A Karim,” ujar Zahlul Sofyan, SHI, Sekretaris Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) kepada portalsatu.com.
Ditambahkan, cat masjid menggunakan beberapa campuran warna. Kubah berwarna biru tua dan putih, sedangkan dinding bagian luar berwarna putih lengan les biru muda.
Di bagian dalam masjid memakai campuran warna dengan dominan reliff tembaga. Untuk ukiran kaligrafi, di antaranya mengenai surah Jum’ah dan seruan mendirikan shalat dan amal makruf nahi munkar.
Untuk standar masjid agung, perkarangannya memang masih terlalu kecil. Saat ini panitia sedang mengupayakan pembebasan lahan milik H. Abdul Rani, MD I (Usaha dagang, ada doorsmerr dan warung kopi. Dulunya pangkalan minyak tanah), sebelah kiri pesona masjid. Hingga saat ini masih dalam tahap mediasi.
Selain itu, lahan seluas 600 meter milik Panti Asuhan Muhammadiyah juga sedang dalam tahap pembayaran cicilan sebesar Rp 324.220.ooo, dengan sisa hutang Rp 60.780.000. Sumber dana untuk membayar lahan panti asuhan itu berasal dari waqaf masyarakat dan hamba Allah.
“Kini bagian bawah kubah, seperti plaffon namun beton mulai bocor sehingga air merembes ke lantai jika hujan deras. Masjid ini berlatar Timur Tengah, sehingga kesulitan untuk merehab bagian atas. Sudah dilakukan perbaikan beberapa kali, namun tetap bocor,”
Nyan pakoen ka -1, KA lagey bernisender
Kiban rakan