Arkeolog Temukan Desa yang Hilang di Hutan Hujan Amazon
Liputan6.com, Lima - Arkeolog dari Inggris dan Brasil menemukan bukti baru peradaban yang terbentuk dari tahun 1500 Masehi di kawasan hutan Amazon, Amerika Selatan.
Dengan adanya temuan ini, Amazon yang sebelumnya dianggap tidak berpenghuni, ternyata pernah menjadi rumah bagi satu juta orang, bahkan sebelum Christopher Columbus menemukan Benua Amerika.
Para arkeolog menemukan 81 desa berbenteng yang keberadaannya tak pernah diketahui dan dinyatakan hilang di sebagian kecil wilayah Amazon. Secara total, luasnya mencakup lebih dari 2,1 juta mil persegi.
Selain desa berbenteng yang letaknya jauh dari sungai, sejumlah jalan dan beberapa peternakan juga ditemukan. Studi itu menyebut, masih ada kemungkinan ratusan desa lain yang belum ditemukan di Amazon.
logo
HomeGlobalSains
Arkeolog Temukan Desa yang Hilang di Hutan Hujan Amazon
Oleh Afra Augesti pada 28 Mar 2018, 15:32 WIB
Desa Hilang di Amazon
Liputan6.com, Lima - Arkeolog dari Inggris dan Brasil menemukan bukti baru peradaban yang terbentuk dari tahun 1500 Masehi di kawasan hutan Amazon, Amerika Selatan.
Dengan adanya temuan ini, Amazon yang sebelumnya dianggap tidak berpenghuni, ternyata pernah menjadi rumah bagi satu juta orang, bahkan sebelum Christopher Columbus menemukan Benua Amerika.
BACA JUGA
Menyeramkan, 5 Sungai Ini Dianggap Berbahaya bagi Manusia
VIDEO: Benda Mirip Fosil Purba Ada di Ngawi
Mitos di Balik Keajaiban Danau Purba Kakaban
Para arkeolog menemukan 81 desa berbenteng yang keberadaannya tak pernah diketahui dan dinyatakan hilang di sebagian kecil wilayah Amazon. Secara total, luasnya mencakup lebih dari 2,1 juta mil persegi.
Selain desa berbenteng yang letaknya jauh dari sungai, sejumlah jalan dan beberapa peternakan juga ditemukan. Studi itu menyebut, masih ada kemungkinan ratusan desa lain yang belum ditemukan di Amazon.
Arkeolog menggunakan citra satelit untuk menemukan situs arkeologi di Lembah Tapajo bagian atas Amazon. (Foto: Universitas Exeter)
Tempat tersebut diduga menjadi rumah bagi berbagai komunitas masyarakat pada zaman dahulu kala yang berbicara dengan beragam bahasa.
"Ada kesalahpahaman tentang Amazon, yang sebelumnya dianggap sebagai lanskap yang tak pernah tersentuh. Ternyata, kawasan ini menjadi rumah bagi komunitas tertentu, mereka yang hidup nomaden," kata penulis studi tersebut, Jonas Gregorio de Souza, dari Exeter University, seperti dikutip dari New Scientist, Selasa (28/3/2018).
"Kami menemukan bahwa populasi yang hidup jauh dari sungai, ternyata jumlahnya lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya, dan orang-orang ini berdampak pada lingkungan yang masih dapat kita temukan hari ini," imbuhnya.
De Souza mengatakan, sebagian besar Amazon masih belum dijelajahi secara arkeologis. Pertama, tim memanfaatkan citra satelit. Kedua, mereka melakukan survei langsung.
Dari situlah, para arkeolog menemukan sisa-sisa desa dan pekerjaan tanah misterius yang dikenal sebagai geoglyph -- parit buatan manusia dengan bentuk persegi, lingkaran atau heksagonal yang aneh.
Para ahli masih tidak tahu tujuan dari pekerjaan tanah ini, karena tidak ada bukti geoglyph pernah ditempati. Diduga tempat tersebut digunakan sebagai bagian dari upacara ritual. Setelah disembunyikan selama berabad-abad, bentuk-bentuk aneh ini terlihat karena penggundulan hutan selama beberapa tahun terakhir.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa kami perlu mengevaluasi kembali sejarah Amazon," kata penulis studi lainnya, José Iriarte, yang juga berasal dari Exeter University.
Penemuan artefak
Penggalian yang dilakukan di 24 situs menemukan keramik, kapak batu yang dipoles, sampel tanah, serta lubang pembuangan sampah yang disebut middens.
Dengan menganalisis seluruh artefak, para peneliti menemukan, Amazon bagian selatan terus diduduki sejak tahun 1250 hingga 1500 oleh orang-orang yang tinggal di desa berbenteng.
Masyarakat Pra-Columbus yang tinggal di situ bertani dengan cara yang tak biasa. Mereka membersihkan beberapa area dengan menebas dan membakar tanaman, kemudian mengggantinya dengan menanam banyak pohon buah dan kacang.
Penelitian sebelumnya menemukan 450 geoglyph serupa di Acre, Brasil, yang berbatasan dengan Peru di Amazon barat. Luas geoglyph tersebut mencakup 13.000 kilometer persegi, tetapi hanya sedikit artefak yang ditemukan.
Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Nature Communications.