First Islamic Empire in Southeast Asia Part I / Kerajaan Islam Pertama di Asia Tenggara Part I

Peureulak is the first major kingdom in the Aceh region located in the Bayeun region to Kuala Idi (approximately East Aceh and present Aceh Tamiang). The Peureulak Islamic empire has nine kings with Mohrat or Meurah titles, which means maharaja, and are therefore suspected of being Indians of Hindu descent. Further into this area came Arab and Persian traders who are Muslim Shi'a schools. Beginning the process of Islamization of the king and Peureulak people that lasted for almost half a century. The founder of the Peureulak Islamic empire was Sayid Maulana Abdul Azis. Since the later immigrants in Peureulak were dominated by Persian shia, this was more dominant. Alkuturation with local residents takes place through marriage institutions, including the occurrence of marriage between an Arab merchant leader Said with the daughter of the king of Peureulak where their child begins to build dynasties. The capital of the Islamic empire Peureulak then moved to the interior and changed the name of the band Peureulak to Bandar Khalifah. In a simpler form, the system of government is almost identical to that of the Abbasid Daula system.

Tomb of King Peureulak in the village of Paya Meuligo,Peureulak (1)

In the next round more Arab merchants came to understand Sunni in the period of the fall of the Baghdad caliphate into the hands of Hulagu Khan in 1258. For internal political reasons, these migrants were welcomed better by the descendants of the Meurah descendants who had been ousted from the center of government. In the reign of Sultan Abdul Malik Ibrahim Shah, there was another internal struggle for the throne between the descendants of Said and the descendants of Meurah who were also associated with the secession between Shia and Sunni ideology. This conflict lasted for 4 years and ended with an agreement that the Peureulak kingdom is divided into 2 ie, Peureulak Pesisir for the Shiite group with the capital Bandar Peureulak, and Peureulak Outback for the Ahlussunnah group with the capital of Bandar Khalifah. Both of these groups each appoint a sultan so that the Emperor of the eighth Kingdom of Islam Peureulak becomes two people who share the same Islam.

At the time of the Muslim empire Peueulak was ruled by two sultans, in 275 H (986 CE) the kingdom of Srivijaya attacked the Peureulak Islamic empire. At first Sriwijaya had succeeded in occupying some of Peureulak territory, but the hard resistance managed to withstand the expansion of the Sriwijaya army and even retreat from the Peureulak lands, albeit under the pretext of strengthening its own kingdom in Palembang simultaneously being attacked by the Kertanegara royal fleet of Java Pamalaju). The existence of this Srivijaya attack was exploited by Sultan Alaiddin Malik Ibrahim Sjah to consolidate the process of reunification of these two regions, which took place 1236. In this process the Sunni group was more able to outperform the Shia group, so that the reigning is a descendant of Sunni-based meurah known as dynasty makdum.

Tomb of King Peureulak in the village of Paya Meuligo,Peureulak (2)

Continued,

[Indonesian Version-Versi Indonesia]

Peureulak adalah kerajaan besar pertama di wilayah Aceh yang berlokasi di wilayah Bayeun sampai Kuala Idi (Sekitar Aceh Timur dan Aceh Tamiang sekarang). Kerajaan Islam Peureulak memiliki sembilan orang raja bergelar Mohrat atau Meurah yang berarti maharaja, dan karenanya diduga merupakan pendatang keturunan India yang beragama Hindu. Selanjutnya ke daerah ini datang pedagang Arab dan Persia yang beragama Islam aliran Syiah. Dimulailah proses islamisasi raja dan rakyat Peureulak yang berlangsung selama hampir setengah abad. Pendiri kerajaan Islam Peureulak adalah Sayid Maulana Abdul Azis. Karena pendatang yang kemudian berkuasa di Peureulak ini didominasi oleh orang Persia yang menganut syiah, maka paham ini lebih dominan pula. Alkuturasi dengan penduduk lokal terjadi melalui lembaga perkawinan, termasuk terjadinya pernikahan antara seorang pimpinan saudagar Arab bergelar Said dengan putri raja Peureulak dimana anak mereka mulai membangun dinasti. Ibukota kerajaan Islam Peureulak kemudian berpindah ke daerah pedalaman dan dirubah nama dari bandar Peureulak menjadi Bandar Khalifah. Dalam bentuk yang lebih sederhana, sistem pemerintahannya hampir sama dengan sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Makam raja Peureulak di desa paya meuligoe, Peureulak (1)

Pada putaran berikut lebih banyak datang pedagang Arab yang berfaham Sunni pada periode jatuhnya kekhalifahan Baghda ke tangan Hulagu Khan pada 1258. Karena alasan politik internal, pendatang ini disambut lebih baik oleh kelompok keturunan Meurah yang sudah tersingkir dari pusat pemerintahan. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Malik Ibrahim Syah, terjadi lagi pergolakan internal perebutan tahta antara keturunan Said dengan keturunan Meurah yang juga terkait dengan perseturuan antara faham syiah dan sunni. Konflik ini berlangsung selama 4 tahun dan berakhir dengan suatu kesepakatan bahwa kerajaan Peureulak dibagi menjadi 2 yaitu, Peureulak Pesisir untuk golongan Syiah dengan ibukota Bandar Peureulak, dan Peureulak Pedalaman untuk golongan Ahlussunnah dengan ibukota Bandar khalifah. Kedua golongan ini masing-masing mengangkat seorang sultan sehingga Sultan Kerajaan Islam Peureulak kedelapan menjadi dua orang yang sama-sama menganut Islam.

Pada waktu kerajaan Islam Peueulak diperintah oleh dua sultan, pada tahun 275 H (986 M) Kerajaan Sriwijaya menyerang kerajaan Islam Peureulak. Mulanya Sriwijaya sudah berhasil menduduki sebagian wilayah Peureulak, namun perlawanan yang cukup keras berhasil menahan laju ekspansi tentara Sriwijaya bahkan kemudian mundur dari daratan Peureulak, walau dengan dalih untuk memperkuat wilayah kerajaannya sendiri di Palembang yang secara bersamaan sedang diserang oleh armada kerajaan Kertanegara dari Jawa (ekspedisi Pamalaju). Adanya serangan Sriwijaya ini dimanfaatkan oleh Sultan Alaiddin Malik Ibrahim Sjah untuk mengkosolidasi proses penyatuan kembali kedua wilayah ini, yang berlansung 1236. Dalam proses ini kelompok sunni lebih mampu mengungguli kelompok Syiah, sehingga yang berkuasa kembali adalah keturunan meurah berpaham sunni yang dikenal dengan dinasti makdum.

Makam raja Peureulak di desa Paya Meuligoe,Peureulak (2)

Bersambung,