Masjid Madinah Japakeh Nasibmu Kini
Kondisi Masjid Madinah Japakeh pascagempa di Pidie Jaya pada 7 Desember 2016.
Dua ekor kambing nampak asik memakan rumput di lahan yang dipetaki tali rafia hitam. Luasnya sekitar 50 x 40 meter. Rumput-rumput itu tumbuh di antara kerikil-kerikil. Lahan tersebut berdekatan dengan kawasan persawahan warga. Nikmat sekali rasanya berada di kawasan itu. Begitulah kondisi lahan bekas bangunan Masjid Madinah Japakeh.
Berdekatan lahan itu, terdapat makam Tgk Japakeh. Tepat di sisi bangunan tua masjid lama. Namanyalah yang ditabalkan sebagai nama masjid yang terletak di Gampong Dayah Kruet, Kemukiman Kuta Baroh, Kecamatan Meurah Dua, Pidie Jaya.
Dari sebuah sumber informasi disebutkan, Tgk Japakeh berasal dari Madinah. Sementara sumber lain mengatakan dari India dan ada juga mengatakan dari Faqih, Turki. Sedangkan nama aslinya adalah Tgk Jalaluddin.
Dikutip dari teropongaceh. com, Tgk Japakeh berasal dari Khoja Faqih, Turki. Orang-orang di Negeri Meureudu suka memanggilnya dengan nama yang singkat kemudian disertai dengan nama daerah asalnya. Jalaluddin dipanggil dengan nama “Ja” sementara Fakih orang Aceh menyebutnya “Pakeh” sehingga Tgk Jalaluddin Faqih dipanggil dengan nama Tgk Japakeh yang bermakna Tgk Jalaluddin dari Faqih.
Tgk Japakeh pernah menjadi penasihat militer yang Sultan Iskandar Muda saat memerangi Portugis di Selat Malaka tahun 1629. Ia juga pendiri pusat pendidikan militer kerajaan di Raweu di Negeri Meureudu. Pelatih tentara kerajaan di pusat pendidikan militer itu merupakan orang-orang yang dikirim dari Turki oleh Khalifah Usmaniyah.
Masjid Madinah dibangun oleh Tgk Japakeh pada tahun 1623 Masehi. Masjid yang didirikannya ini menjadi salah satu masjid tertua di Aceh. Tgk Japakeh wafat tahun 1650.
Seiring perkembangan zaman, masjid yang didirikan Tgk Japakeh tidak mampu lagi menampung kapasitas jemaah. Masyarakat pun berinisiatif membangun masjid baru dengan nama yang sama. Sayangnya, baru sekitar delapan tahun digunakan, masjid itu pun mengalami kerusakan parah akibat gempa pada 7 Desember 2016.
Dalam dua minggu, dua beko benar-benar meratakannya. Potongan-potongan bangunan dipindahkan ke sudut kompleks masjid. Tingginya sekitar tiga meter. Hanya tersisa kubah masjid. Masyarakat pun beralih ke bangunan masjid lama. Bangunannya semi permanen.
Lembaga pemerintah maupun NGO (Non-Government Organization) berdatangan ke sana. Melakukan survei dengan peralatan canggih. Mereka berjanji akan membangun kembali masjid yang sudah roboh itu. Harapan yang mereka berikan setidaknya mengurangi kesedihan warga. Namun, sekarang nomor kontak mereka tidak aktif. Pemerintah pun tidak memberikan kepastian.
Jumat pertama pascagempa, khatib Jumat Tgk Anwar Ahmad, matanya sempat berkacakaca mengenang perjuangan
pembangunan masjid. Terkadang suaranya terputus-putus dan berat. “Mungkin kalau tidak ada musibah, maka arah kita salat di dalam masjid akan miring selamanya,” ujarnya mencoba menghibur diri beserta jemaah Jumat.
Memang, beberapa waktu sebelumnya, terjadi pengakuratan arah kiblat. Sehingga, pengurus masjid menginstruksikan penarikan garis saf salat. Akibatnya, bila dipandang, jamaah masjid berdiri miring, kontras dengan bentuk bangunan masjid.
Menggalang dana sendiri
Adalah Tgk Mustaqim, salah satu pengurus Masjid Madinah menjelaskan, masyarakat sudah lelah menunggu bantuan dana. Mereka tidak tahu lagi harus berharap ke mana. Padahal, tidak berselang beberapa lama pascagempa, sudah dilakukan pendataan masjid rusak.
Ia menuturkan, saat ini panitia kekurangan biaya Rp 3 miliar. “Mau cari sebesar itu, tidak mampu lagi berharap kepada siapa pun, melainkan kepada para dermawan,” ujar lulusan jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Syiah Kuala itu dengan nada sedih.
Terkadang ia merasa cemburu melihat masjid-masjid di kawasan lain yang sudah dibangun. Umumnya masjid itu berada di pinggir jalan. Sebenarnya, ada satu lembaga menawarkan diri menjadi donator pembangunan Masjid Madinah hingga selesai. Itu pun dengan biaya Rp 300 juta. Dana yang sangat sedikit. Selain itu, ada beberapa persyaratan harus dipenuhi, lembaga tersebut minta dipublikasikan ke media-media di Aceh.
Bersama masyarakat, sekarang sudah dilakukan penggalangan dana melalui facebook dan grup WhatsApp dengan membentuk forum Kuta Baroh Peduli Mesjid.
Ia berharap, masyarakat yang memiliki kelebihan harta, mau mendonasikan sebagian kekayaannya ke rekening Bank Republik Indonesia (BRI) Unit Meureudu 39700-06663- 537 atau bisa menghubungi Tgk Anwar Ahmad di nomor 085260648989. Dengan memanfaatkan momentum Ramadan, mari sama-sama kita membantu pembangunan masjid. Allah melipatgandakan pahala bagi yang beramal salih. Sekurang-kurangnya kita dapat menyebarkan informasi ini agar para dermawan mendengar suara jemaah dan panitia masjid itu.
Tulisan ini pernah dimuat di Gema Baiturrahman. Penulis memberikan tambahan informasi terkini.
Semoga segera bisa terbantu
Amiin.
saya ikut prihatin. saya pernah dengar Pertamina yg akan membuat itu beberapa bulan setelah gempa. tp sampai sekarang belum jelas.
Mari sama2 kita doakan supaya masjid ini mendapatkan bantuan dana yang cukup.
sayang ya... padahal masjidnya punya jejak sejarah yang kuat...
Ya, Kak. Sayang kali gitu kejadiannya.