Bingung Mendefinisikan Ekonomi Islam?
Sudah hampir 50 tahun para ekonom muslim membahas seputar ekonomi Islam. Namun, tidak ada kesepakatan tentang arti sebenarnya. Bagaimana kita bisa mendefinisikan ekonomi Islam? Apa yang harus kita ajarkan dalam buku teks tentang ekonomi Islam? Tidak ada satu rujukan standar yang digunakan secara luas atau diterima, mengapa?
Untuk memahami suatu gagasan ataupun ide tentang masyarakat, kita harus menempatkan gagasan itu dalam sejarah – masyarakat yang mana? dan kapan waktunya? Ini membutuhkan penggalian jauh kedalam sejarah untuk mempelajari asal-usul ide tersebut. Proses ini dikenal “Archaelogy of Knowledge” yang dipelopori oleh Michel Foucault.
Metode ini mengarah pada wawasan dan pemahaman yang mendalam. Dalam artikel ini, Dr. Asad Zaman akan membuat uraian singkat latar belakang sejarah munculnya pendekatan modern terhadap Ekonomi Islam, hanya untuk memberikan gambaran terkait metodologi ini. Beliau tidak memberikan rincian detailnya dalam uraian singkat ini, karena itu akan membutuhkan banyak buku/referensi. Selebihnya beliau arahkan ke link artikel yang berkaitan.
Hilangnya Keimanan di Eropa
Cahaya ilmu pengetahuan yang Allah berikan kepada manusia sejak 1440 tahun yang lalu telah mengubah masyarakat Badui dari kebodohan dan terbelakang menjadi peradaban yang terkemuka didunia. Cahaya ini akhirnya menyebar ke Eropa dan mengakhiri zaman kegelapan (dark ages) mereka.
Masuknya ilmu pengetahuan dari peradaban Islam ternyata tidak sesuai dengan filosofi kuno yang telah bercampur dengan ajaran asli Nabi Isa a.s (Kristen). Akibatnya, terjadilah pertarungan besar antara Ilmu Pengetahuan dan Agama di Eropa. Pertempuran inipun dikalahkan oleh agama. Akibatnya, orang eropa kehilangan kepercayaan pada agama Kristen dan berusaha menciptakan pengetahuan yang murni berakar pada pengamatan dan logika, tanpa mengacu pada agama. Sehingga, pokok dasar dari pengetahuan mereka adalah “Modernitas Sekuler” atau kita mengenalnya Sekularisme.
Untuk detailnya, Dr. Asad Zaman telah menulis sejarah lengkapnya pada artikel yang berjudul “The European Transition to Secular Thought” dan lihat juga “The Emergence of Logical Positivism” untuk melihat bagaimana penolakan agama yang menyebabkan teori sekuler menjadi pengetahuan.
Penaklukan dan Penjajahan Global
Menjadi konsekuensi ketika hilangnya keimanan dalam diri adalah adanya penolakan hati dan jiwa sebagai sumber pengetahuan dan pengembangan pendekatan materialistis yang murni terhadap kehidupan.
Ketika akhirat ditolak, maka menjadi leluasa mengejar duniawi – kekayaan, kesenangan, kekuasaan – tanpa batasan moral apapun. Hal ini yang mengakibatkan terciptanya “Market Society”, dimana segala sesuatu untuk dijual dan mengejar kekayaan adalah tujuan individu dan masyarakat. Filosofi berfikir inilah yang menjadi racun, tanpa batasan moral yang membuat orang eropa pergi keluar dan menaklukan dunia.
Untuk menaklukkan dan mengendalikan masyarakat, yang terpenting adalah membentuk pikiran yang dijajah untuk menerima penjajahan mereka sendiri secara alami. Pengendalian pikiran ini yang mengajari kita bahwa kita sebagai orang timur lebih rendah dan mereka yang dari barat lebih tinggi/unggul, inilah bagian penting dari penjajahan.
Selengkapnya Dr. Asad Zaman telah menulisnya pada artikel “The Conquest of Knowledge” dan “Orientalism”.
Perang Dunia
Masyarakat pasar yang dikembangkan di Eropa dibangun atas dorongan untuk semakin menambah kekayaan. Selama abad ke-19, orang Eropa menghindari perang diantara mereka sendiri, dan berkonsentrasi untuk menaklukan dunia. Setelah sekitar 90% dunia ditaklukkan pada awal abad ke-20, tidak ada jalan lain untuk ekspansi kekuasaan dan kekayaan kecuali dengan saling perang. Hal tersebut yang mengakibatkan 2 Perang Dunia - lebih tepatnya perang antar-Eropa - pada tahun 1914 hingga 1942. Hal inilah yang pada dasarnya melemahkan kekuatan penjajah dan gerakan pembebasan berhasil.
Generasi Pertama Ekonomi Islam (1G IE)
Gerakan pembebasan di seluruh dunia Islam didorong oleh ideologi Islam yang mengatakan bahwa Islam menawarkan sistem ekonomi yang lebih unggul dari Kapitalisme, Komunisme dan Sosialisme, dan Alternatif Barat.
Pendekatan yang dilakukan oleh generasi pertama ini berupa pendekatan pada tingkat sistem untuk merancang sistem ekonomi yang akan memberikan keadilan dan kesetaraan bagi semua anggota masyarakat. Sayangnya tidak ada sistem seperti yang dapat diterapkan di negara manapun di Dunia Islam. Untuk lebih jelasnya, Dr. Asad Zaman telah menulisnya pada artikel “CIE2 Crisis in 2nd Generation Islamic Economics”
“The Coconut Class”
Orang Eropa telah mengatur jajahannya dengan bantuan “coconut class” – berwarna coklat diluar namun putih didalam. Coconut Class ini dididik dan dilatih untuk menghormati serta mengagumi barat dan memegang sejarah, budaya, masyarakat, agama, mereka sendiri. Sikap ini memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dengan penjajah eropa dalam membantu menjarah dan mengekploitasi negara mereka sendiri. Militer dan birokrasi sangat terlatih dan diindoktrinasi dalam cara berfikir Eurocentric.
Para “coconut class” inipun muncul untuk menguasai dunia Islam setelah penjajah eropa pergi. Mereka memegang kekuasan dengan kuat dan tidak membiarkan revolusi Islam berhasil. “coconut class” ini pun juga melanjutkan kebijakan penjajah yang mengekploitasi rakyat, mencegah perubahan apapun yang akan memberikan lebih banyak kekuasaan pada public. Untuk detailnya Dr. Asad Zaman telah menulisnya pada artikel “Impact of Colonial Heritage on Economic Policy in Pakistan”.
Generasi Kedua Ekonomi Islam (2G IE)
Ketika “the coconut class” berhasil mencegah revolusi Islam diseluruh dunia Islam, ada re-thingking (pemikiran ulang) yang tercermin dalam konferensi Pertama Ekonomi Islam di Mekkah tahun 1976. Alih-alih pendekatan revolusioner, ide atau gagasan kita dapat menciptakan ekonomi Islam atas dasar pendekatan evolusioner. Artinya, kita akan mulai dengan ekonomi Kapitalis dan secara bertahap memodifikasinya untuk menciptakan sistem Ekonomi Islam. Selengkapnya Dr. Asad Zaman telah menulisnya pada artikel berjudul "CIE2 Crisis in 2nd Generation Islamic Economics"
Semua latar belakang sejarah ini memberikan kita jawaban teka-teki yang dibahas dalam makalah “Re-defining Islamic Economics”. Pendekatan yang digunakan pada generasi kedua telah ada selama hampir 50 tahun. Selama jangka waktu yang lama ini, tidak ada kesepakatan yang muncul tentang definisi Ekonomi Islam. Mengapa?
Mengapa ada lebih 20 definisi berbeda dari istilah Ekonomi Islam? dan Mengapa tidak ada buku teks yang diterima secara luas menjadi bahan ajar untuk pelajaran ekonomi Islam?
Makalah ini menjelaskan 10 dimensi permasalahan, yang mana Ekonomi Konvensional atau Kapitalis dan Ekonomi Islam secara diametris bertentangan.
Pendekatan evolusioner menuntut kita untuk memulainya dengan konsep bertentangan dari ekonomi Islam, dan secara bertahap mengubahnya menjadi konsep yang Islami.
Seseorang tidak bisa mencampurkan api dan es. Ada begitu banyak definisi yang berbeda karena setiap orang telah mengambil unsur yang berbeda dari Ekonomi Konvensional dan mencampurnya dengan unsur yang berbeda pula dari Ekonomi Islam. Akan tetapi, karena kedua teori ini pada dasarnya berlawanan, tidak ada campuran seperti itu yang dibenarkan.
Makalah ini (Re-Defining Islamic Economics) memberikan definisi Ekonomi Islam atas dasar Islam murni dan menunjukan secara radikal betapa berbedanya hal ini dengan konsepsi Ekonomi Barat.