Aku dan Komunitas I Love Songket Aceh Bagian 2: Pertemuan dengan Mentor Tak Terduga

in #culturevulture7 years ago (edited)

Salam Steemians dan audiens, jika di bagian sebelumnya saya mengawali berbagi pengalaman secara acak, kali ini saya ingin sedikit lebih fokus untuk membahas pertemuan dengan orang-orang spesial selama di komunitas I Love Songket Aceh.


Sebuah hal yang luar biasa selama bersama komunitas I Love Songket Aceh adalah kesempatan untuk mengenal orang-orang baru dari lintas bidang yang kemudian menjadi mentor tak terduga.

Mulai dari pengrajin, desainer, dosen dan konsultan pembina usaha. Tidak sedikit pula mulai berkenalan dengan jurnalis, seniman, budayawan dan pemangku kebijakan publik. Dari pengrajin, sebut saja Ibu Dahlia dari Desa Siem dan Ibu Jasmani dari Miruek Taman, keduanya berlokasi di Aceh Besar, yang sering saya bahas di sini.

Ada pula beberapa penenun yang baru kami kenali kiprahnya. Tentu harapannya ke depan kami bisa memperkenalkan profil dan karya mereka di media sosial kami. Sebut saja Ibu Asmah di Lamno, Aceh Jaya, Ibu Farida di Banda Aceh dan Ibu Aminah Pelalu di Simpang Ulim, Aceh Timur.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mentor lainnya, berikut di antara para "mentor tak terduga" yang menjadi berkah tak terduga pula bagi komunitas I Love Songket Aceh.

1. Didiet Maulana

051ba79d78e067e755d5c7d006e0a448.jpg
source

Mas Didiet adalah pemilik Ikat Indonesia dan Svarna, brand fashion lokal yang menggali kekayaan tenun ikat sebagai warisan budaya nusantara. Profilnya pernah diangkat di sejumlah media nasional dan internasional. Bahkan karyanya telah mampir di pergelaran tingkat dunia, antara lain tote-bag tematiknya yang sudah mampir di Grammy Award 2016.

Sebuah kejutan rasanya ketika telepon Mas Didiet mengabarkan kunjungannya ke Aceh dan yang untuk pertama kalinya. Mas Didiet rajin berkeliling nusantara untuk merangkai impiannya menjalin jalur ikat nusantara. Selain bertemu pengrajin, kami juga ditemani Kak Hafnidar, kurator Museum Aceh untuk melihat-lihat songket koleksi museum.

Selepas kunjungan tersebut, Mas Didiet, Kak Hafni dan saya masih terus berkomunikasi. Kami sadar untuk mewujudkan kembali kebangkitan tenun songket Aceh, tidak mungkin bergerak sendiri-sendiri, untuk itu perlu terus merajut silaturahmi dengan segenap pemangku kepentingan (stakeholder). Kami menyebut inisiatif ini sebagai "Rumoh Teupeuen New Chapter". Rumoh Teupeuen berasal dari bahasa Aceh yang berarti rumah tenun.

91ba3c2139c12b71ffa202ae59b7e5e5.jpg
source

2. Hafnidar a.k.a. Kak Hafni

f926d22c4cb52815207c2edc741f74fa.jpg
source

Tadi kita sudah bercerita sedikit tentang Kak Hafni. Di ruang pameran Museum Aceh yang bernaung di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh tempat Kak Hafni bertugas, saat ini kamu bisa menikmati pojok tenun songket Aceh. Di tempat inilah bersama Bang Hijrah dan Kak Icha -- keduanya pernah memiliki profesi yang sama sebagai Duta Wisata Sabang -- kami memperkenalkan tenun songket Aceh kepada murid-murid TK Aceh Islamic Natural School (AINS), Banda Aceh.

Segala sesuatu tentang museum bisa kamu tanyakan kepada Kak Hafni. Sejumlah rute museum dunia telah dijelajahi penyuka Tintin ini. Profesinya sebagai kurator memungkinkan kami bertanya banyak hal. Kak Hafni juga memperkenalkan kami dengan Ibu Edeh, narasumber yang telah mengabdi selama puluhan tahun di Museum Aceh.

Pada saat musibah Gempa di Pidie Jaya akhir 2016, Mas Didiet bersama teman-temannya menggalang dana dalam aksi bertajuk "Ikatan Kasih untuk Aceh". Sementara Kak Hafnidar dan saya serta teman-teman di Aceh diamanahi untuk menyalurkan bantuan tersebut ke beberapa titik pengungsi di Pidie Jaya.

4275c04d990808565b5b7a2c11b3f705.jpg
source

3. Pratitou Arafat a.k.a. Titou


images.jpeg
source

Awalnya saya hanya mengagumi karya-karya Titou, sang alumnus S2 Arsitektur Lanskap ini saat membaca profilnya di blog teman saya. Dari salah satu tulisannya di blog pribadinya pujodroe, saya memahami bahwa meregenerasi penenun bukanlah hal yang mudah. Kegiatan menenun membutuhkan kesabaran untuk meninggalkan sejenak gadget kita di era digital seperti saat ini.

Meskipun demikian, selalu ada jalan untuk optimis. Barbara Leigh, sang peneliti kerajinan budaya Aceh, menyampaikan optimismenya bahwa seiring perdamaian Aceh, akan datang kembali orang-orang belajar menenun. Yang paling menyenangkan, ucapan itu saya dengar dari Barbara langsung. Ya, beberapa bulan lalu saat Titou memberi kejutan dengan mempertemukan saya dengan sang penulis buku Hands of Time: Crafts of Aceh (Tangan-tangan Terampil: Kerajinan Aceh) tersebut.

Titou yang juga seniman lukis ini juga menuangkan rasa cintanya pada budaya Aceh melalui Temurui clothing line di mana kamu bisa menikmati kerajinan budaya Aceh (crafts) dalam sentuhan kreativitas yang membuatnya tampil lebih kekinian. Sentuhan kreativitas Titou lainnya dalam bentuk pergelaran adalah Festival Kota Kita 2016, di mana ide-ide kreatif Titou banyak dituangkan dalam kegiatan memperingati 811 tahun kota Banda Aceh tersebut.

0_COVER.jpg
source

(Bersambung)


Demikian kisah saya bersama komunitas I Love Songket Aceh bagian kedua. Sampai ketemu lagi ya, Steemians dan audiens.

Sort:  

Thank you for taking part in this months #culturevulture challenge. Good Luck.

Helo @azharpenulis, apa kabar? Diupvote..