Jurnalisme Modern di Media Sosial

Hari ini, mudah untuk mengakses berita hanya dengan satu klik tombol. Dengan situs seperti Facebook dan Twitter, orang dapat mengkonsumsi berita terbaru langsung dari sumbernya melalui ponsel cerdas mereka tanpa harus membayarnya. Bahkan, dalam survei yang dilakukan oleh Institut Reuters untuk Studi Jurnalisme, 54 persen dari 70.000 pengguna online di 36 negara menggunakan media sosial sebagai sumber berita setiap minggunya. Kemudahan akses ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi jurnalis dan outlet berita.

Dengan banyaknya peristiwa yang terjadi di seluruh dunia, para jurnalis sekarang dapat mengirimkan cuplikan berita secara real time. Lama berlalu adalah hari-hari ketika berita kemarin menjadi berita utama hari ini. Sekarang, ini semua tentang penyebaran kecepatan cahaya. Twitter, platform media sosial yang banyak digunakan untuk berita, memungkinkan para reporter berbagi cerita saat itu terjadi dan pada saat yang sama berinteraksi dengan pengikut. Video langsung melalui Facebook live juga memiliki pendekatan yang lebih interaktif yang membuat penonton merasa seolah mereka sendiri telah menyaksikan acara tersebut. Kelemahan untuk perlombaan untuk jurnalisme ini menjadi lebih rentan terhadap kesalahan dan penonton mendapatkan informasi yang tidak terverifikasi. Untuk reporter yang menggunakan Facebook secara langsung untuk melaporkan masalah yang mengandung konten mengejutkan seperti terorisme dan kejahatan, tidak akan ada kesempatan untuk mengedit dan menghapus gambar traumatis dari laporan. Media sosial kini telah mengambil alih peran sebagai penerbit, dengan algoritma sebagai dasar untuk relevansi mereka. Pengetahuan untuk alat pemasaran digital membuatnya menjadi keterampilan yang penting dan relevan bahkan wartawan harus memiliki pengetahuan singkat untuk tetap relevan. Jika ragu, wartawan dapat mengandalkan agensi digital

Dengan distribusi berita gratis, ketergantungan jurnalisme digital pada iklan. Facebook, outlet media sosial teratas untuk distribusi berita gratis, menggunakan algoritma untuk memutuskan artikel mana yang akan didistribusikan secara luas. Berita dengan konten video, terutama jika disiarkan langsung, diprioritaskan untuk distribusi. Artikel yang langsung diterbitkan di Facebook tanpa mengarahkan ke situs outlet berita juga mendapat preferensi mereka. Cara distribusi baru ini memberi jalan kepada munculnya organisasi berita yang hanya eksklusif untuk jejaring sosial seperti BuzzFeed dan AJ +. Jumlah berita yang orang konsumsi setiap hari membuat keaslian masalah penting terutama dengan munculnya berita palsu. Dari survei yang sama, hanya 24 persen yang percaya bahwa media sosial memisahkan fakta dari fiksi secara efektif, dibandingkan dengan 40 persen untuk media berita. Dengan outlet berita yang bergerak ke platform pihak ketiga untuk memperluas pemirsa mereka, terutama yang lebih muda, akan menantang bagi organisasi dan audiens berita untuk menentukan mana yang palsu dan nyata.

Media sosial juga memainkan peran kunci dalam membuat berita interaktif dengan memungkinkan penonton untuk bereaksi dan memberikan pendapat mengenai masalah ini. Reporter tidak lagi hanya nama di cetak tetapi seseorang, dan itu memberi wartawan kesempatan untuk mengetahui audiens mereka pada tingkat pribadi. Semua orang sekarang dapat berlatih kebebasan berbicara melalui bagian komentar, dan berita tidak lagi merupakan komunikasi satu arah. Sementara perubahan ini hanyalah beberapa dari beberapa hal yang telah membentuk jurnalisme di dunia teknologi, semakin banyak hal yang datang mengingat betapa cepatnya teknologi tanpa henti berinovasi.