DASAR HUKUM WANITA BERPOLITIK
Tahun 1978 merupakan tonggak sejarah yang memiliki arti yang sangat penting bagi wanita Indonesia, karena pada tahun tersebut tercantum untuk pertama kali Garis-Garis Besar Hukum Negara
(GBHN) dan Pelita III secara ekspilisit memuat butir-butir tentang peranan wanitadalam pembangunan dan
pembinaan bangsa.
Pada tahun itu juga KabinetPembangunan III dibentuk suatu lembaga, yaitu Kantor
Menteri Muda Urusan Peranan Wanita. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia secara
sadar mengakui pentingnya peranan wanita sebagai mitra sejajar laki-laki dalam pembangunan.
Dalam GBHN 1978, telah dirumuskan 7 (Tujuh) esensi terkait dengan peranan perempuan, antara lain disebutkan bahwa wanita mempunyai hak,kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam pembangunan nasional. Hal tersebut menunjukan bahwa wanitajuga merupakan subyek pembangunan yang berarti ikut menentukan pembangunan itu dalam semua tahapan melalui dari
perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi.
Dalam GBHN-GBHN (Propenas) selanjutnya, peran wanita sangat ditingkatkan dengan Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gendar
(PUG) mengisyaratkan bahwa pembangunan nasional harus berprespektif gendar. Artinya, bahwa setiap kebijakan, program dan kegiatan pembangunan harus selalu mempertimbangkan dari sisi laki-laki dan
wanita baik mencangkup partisipasi, akses, kontrol, atau manfaat yang akan diperoleh oleh laki-laki maupun wanita. Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan strategi yang ditempuh pemerintah untuk mempercepat tercapainya kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan, dalam hal ini tentunya termasuk juga kebijakan di bidang politik.
Apabila diperhatikan dengan cermat, setiap wanita berkesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengisi pembangunan.Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara bersama kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjungjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya. Ungkapan
“Setiap Warga Negara” dalam ketentuan tersebut diatas tentu saja berarti warga negara laki-laki maupun wanita. Walaupan tidak dinyatakan secara ekspilisit, berdasarkan ketentuan Pasal 27 tersebut dapat diartikan pula bahwa UUD 1945 sudah menganut prinsip non diskriminatif. Dengan prinsip non diskriminatif.
Resteemed your article. This article was resteemed because you are part of the New Steemians project. You can learn more about it here: https://steemit.com/introduceyourself/@gaman/new-steemians-project-launch
파워다운
Thank you, vote my post @smartcome