SEC S20W5 || Anemias Hemolíticas - Modulo 5

_{Imagen creada en Canva para el Curso Básico de Hematología.}

Halo semuanya. Hari ini saya berpartisipasi pada kontes SEC S20W5 || Hematología [Anemias Hemolíticas - Módulo 5] by dexsyluz. Saya mengajak @patjewell @walictd @teukuipul87 @muzack1 untuk berpartisipasi pada kontes ini.

---

Define Anemias Hemolíticas

Saya mendefinisikan anemia hemolitik sebagai kondisi di mana sel darah merah hancur sebelum waktunya sebelum menyelesaikan masa hidup normalnya sekitar 120 hari. Proses penghancuran ini dikenal sebagai hemolisis. Anemia hemolitik dapat muncul dari masalah internal dalam sel darah merah seperti cacat struktural atau dari faktor eksternal seperti infeksi atau pengobatan. Ketika sel darah merah hancur lebih cepat daripada produksinya, sumsum tulang merespons dengan memproduksi sel darah merah yang belum matang yang disebut retikulosit. Inilah sebabnya mengapa anemia hemolitik diklasifikasikan sebagai regeneratif karena tubuh terus-menerus mencoba mengganti sel yang hilang.

sumber

Indeks produksi retikulosit yang tinggi (RPI) lebih dari 3% merupakan penanda proses regeneratif ini. Gejala umum termasuk kelelahan, penyakit kuning, dan sesak napas. Dalam kasus yang parah, limpa yang membesar dapat terjadi karena perannya dalam membersihkan sel yang rusak dari aliran darah.

---

Define Anemia Drepanocítica

Anemia sel sabit adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi pada gen yang bertanggung jawab atas hemoglobin yang mengakibatkan produksi hemoglobin S yang abnormal. Sel darah merah pada anemia sel sabit berbentuk bulan sabit atau sabit, bukan bentuk bulat seperti biasanya. Perubahan ini membuat sel darah merah kurang fleksibel dan lebih mungkin menyumbat pembuluh darah kecil yang menyebabkan episode nyeri yang disebut krisis vaso-oklusif. Krisis ini dapat berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari yang memengaruhi area seperti tulang perut dan dada. Sel sabit juga lebih mudah rusak sehingga menyebabkan anemia kronis.

source

Anemia sel sabit lebih umum terjadi pada orang-orang keturunan Afrika, Mediterania, dan Timur Tengah. Gejalanya mungkin termasuk penyakit kuning, batu empedu, dan limpa yang membesar. Seiring waktu, kerusakan sel-sel ini yang berulang dapat merusak hati dan organ lainnya. Perawatan sering kali melibatkan manajemen nyeri, hidrasi, transfusi darah, dan obat-obatan seperti hidroksiurea untuk mengurangi frekuensi krisis.

---

Hemolisis intravascular vs Hemolisis extravascular

Hemolisis intravaskular terjadi ketika sel darah merah hancur langsung di pembuluh darah. Ketika membran sel darah merah pecah, hemoglobin dilepaskan ke aliran darah yang kemudian dapat disaring oleh ginjal dan dikeluarkan melalui urin yang menyebabkan hemoglobinuria atau urin berwarna gelap. Hemoglobin juga dapat mengikat protein yang disebut haptoglobin yang mengangkutnya ke hati tempat ia dipecah menjadi bilirubin. Jika semua tempat pengikatan haptoglobin penuh, hemoglobin dapat diubah menjadi hemosiderin, produk toksik yang dapat terakumulasi di ginjal.

Hemolisis ekstravaskular terjadi di luar pembuluh darah terutama di limpa dan hati tempat makrofag menelan dan menghancurkan sel darah merah yang tua atau rusak. Proses ini menyebabkan pelepasan bilirubin yang dapat menyebabkan penyakit kuning. Hemolisis ekstravaskular seringkali lebih lambat daripada hemolisis intravaskular tetapi tetap dapat mengakibatkan anemia seiring berjalannya waktu. Jenis hemolisis ini umum terjadi pada kondisi seperti penyakit autoimun dan sferositosis herediter di mana sel darah merah lebih rapuh karena cacat membran.

---

Explique un caso de Anemia Hemolítica

Saya ingat sebuah kasus yang melibatkan seorang teman dekat saya yang didiagnosis dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, yang biasa dikenal sebagai defisiensi G6PD. Ini adalah kondisi genetik yang membuat sel darah merah jauh lebih sensitif terhadap stres oksidatif. Teman saya merasa sangat lelah dan menyadari urinnya berubah warna menjadi gelap. Kulitnya juga menguning, yang merupakan tanda penyakit kuning. Semua ini terjadi tak lama setelah ia minum obat bebas untuk flu biasa. Tentu saja, ia khawatir dan pergi ke dokter.

Dokter meminta tes darah, dan hasilnya menunjukkan bahwa jumlah sel darah merahnya cukup rendah, sementara jumlah sel darah merah yang belum matang, yang disebut retikulosit, sangat tinggi. Ini adalah tanda yang jelas bahwa tubuhnya mencoba mengimbangi kerusakan sel darah merah, suatu proses yang disebut hemolisis. Dokter dengan cepat menduga defisiensi G6PD, yang dapat dipicu oleh obat-obatan tertentu, infeksi, atau bahkan makanan seperti kacang fava. Dalam kasus ini, obat flu yang diminumnya memicu reaksi yang menyebabkan sel darah merahnya rusak lebih cepat daripada yang dapat digantikannya.

Untuk memastikan diagnosis, mereka melakukan tes khusus untuk mengukur enzim G6PD, dan hasilnya mengonfirmasi bahwa ia memang mengalami defisiensi. Rencana pengobatannya sederhana tetapi penting. Ia segera berhenti minum obat, dan dokter memberikan perawatan suportif, termasuk banyak hidrasi untuk membantu tubuhnya pulih. Dalam kasus yang lebih parah, transfusi darah mungkin diperlukan, tetapi untungnya ia tidak membutuhkannya. Seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa lebih baik dan pulih sepenuhnya setelah menghindari pemicu yang dapat menyebabkan masalah yang sama di kemudian hari.

Pengalaman ini membuat kami berdua menyadari betapa pentingnya mengetahui kondisi seperti defisiensi G6PD sejak dini. Jika tidak diobati atau tidak terdiagnosis, kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius dan berpotensi mengancam jiwa. Sekarang ia sangat berhati-hati dengan obat-obatan dan makanan yang dikonsumsinya untuk menghindari kejadian serupa.

---

Regards @sisol