Wajah Seterang Purnama, Seredup Gerhana

Saat saya tiba di rumah tidak ada lagi blood moon. Bulan merah yang membuat warga terpaku di pinggir jalan dan jembatan. Mendongakkan wajah ke arah langit. Sesekali menunjuk dan mengabadikannya menggunakan gawai.

Saat saya tiba di rumah bulan mulai kembali normal. Tinggal bagian samping saja yang belum terang. Sisanya kembali bercahaya. Saya tidak begitu paham tentang fenomena blood moon dan blue moon. Sempat baca lalu kemudian lupa.

"Jadi shalatnya?" tanya istri sesaat saya masuk ke dalam rumah.

Yang ia maksudkan adalah, apakah saya ikut shalat gerhana atau tidak. Topik ini sudah kami bahas sejak sore hari. Kami mendata mesjid-mesjid yang menyelenggarakan shalat gerhana.
Saya sempat enggan ketika membaca tata cara pelaksanaan shalat gerhana. Sebab rukuk dan sujudnya lama. Selama saat berdiri. Sunnahnya begitu.

Saya membayangkan bagaimana bisa bernafas lega kalau sujudnya lama. Bagaimana pula saya bisa berdiri tegak menopang badan yang gituuu deh.

"Jadi shalatnya?" Pertanyaan itu kembali diajukan.

Saya lantas masuk ke dalam rumah dengan santai. Duduk sebentar menikmati juz lima ribu yang saya beli di dekat rumah.

"Ngak perlu ditanya" jawab saya.

Kepadanya saya ingin katakan,

cukup lihat wajah saya. Bukankah sudah seterang purnama. Tapi jangan intip dompetnya. Sebab seredup gerhana. Meubayang-bayang.

Baca Postingan Sebelumnya
Mie Kocok dan Eh Cindoi https://steemit.com/food/@arielogis/food-mie-kocok-dan-eh-cindoi
me time- nya Mak si Nyak https://steemit.com/food/@arielogis/me-timenya-mak-si-nyak
Makan Siang yang Ulala https://steemit.com/food/@arielogis/makan-siang-yang-ulala
Bila Malas Mendera https://steemit.com/steemit/@arielogis/bila-malas-mendera
Saya Tuan Rumah Igoe Ceurape https://steemit.com/indonesia/@arielogis/saya-tuan-rumah-igoe-ceurape