Sekilas tentang blang padang [ A glimpse of blang padang]
Jantung kota Banda Aceh, Blang Padang menjadi ikon kota yang kini menapaki usia 810 tahun.
Lapangan terbuka seluas 8 hektar (Ha) adalah saksi bisu saat tsunami menyapu dan menghancurkan Aceh satu dekade yang lalu.
Ini membentang tepat di depan Museum Tsunami dan hanya berjarak sekitar 100 meter dari Masjid Agung Baiturrahman.
Kini Green Open Space (RTH), yang merupakan salah satu tempat utama, mengucapkan terima kasih kepada 53 negara donor.
'Aceh terimakasih kepada dunia' menyerupai miniatur kapal miniatur yang mengapit lapangan Blang Padang.
Tempat ini dikunjungi setiap pagi dan sore.
Tapi jika Anda kebetulan bepergian ke Banda Aceh, maka jangan lewatkan kunjungan ke sini.
Minggu pagi adalah saat yang menyenangkan untuk mengunjungi Blang Padang.
Olahraga bukan satu-satunya alasan untuk datang.
Seperti pemandangan yang terlihat setiap hari dan terutama hari Minggu.
Penjual kagetan memenuhi sisi jalan setapak di sepanjang lapangan.
Mereka menawarkan berbagai barang dagangan mulai dari makanan, pakaian, peralatan olah raga, wahana bermain anak-anak, peralatan makan, sampai persediaan makeup.
Berbicara tentang penggunaan ruang, masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya adalah jagonya.
Melompat tempat olah raga seperti pasar serbaguna.
"Saya bersama teman-teman saya menggelar warung di Blang Padang dengan menawarkan segala sesuatu yang terbuat dari rajutan. Bagi yang berminat kami juga membuka kelas rajutan, langsung belajar di tempat terbuka di sini," kata Nurlaili (29), warga Desa Lamcot, Darul Imarah. Kecamatan, Aceh Besar.
Lili, seperti yang biasa disapa rekan-rekannya berbaur dengan vendor lain yang berjejer dengan rapi menerangi hari Minggu pagi yang cerah.
Perhotelan yang terpancar dari aura perawan terasa sepanas sinar matahari pagi yang disambut.
Blang kerab Padang menjadi lokasi serrahial mulai upacara, karnaval, festival, dan acara lainnya.
Tak heran manusia tumpah ke tempat itu.
Di sepanjang jalan menuju tempat utama para pedagang sibuk mengobrol.
Suara mereka mulai tenggelam dengan musik yang berdebar kencang melalui pengeras suara.
Jika tidak pada hari Minggu, pedagang makanan dan minuman tidak pernah absen.
Berbagai camilan tradisional sampai orang barat siap mengisi perutnya yang bergemuruh setelah berolahraga.
Rilis haus minuman segar selalu tersedia bagi mereka yang hanya ingin menghilangkan rasa lelah.
Orang-orang yang tinggal di ibukota provinsi Aceh ini tersentak dengan temuan bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam makanan ringan pada 2014.
Pemeriksaan langsung oleh walikota setempat dan Pusat Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) menunjukkan adanya pedagang nakal.
Padahal setiap konsumen berhak mendapatkan makanan sehat dan higienis.
Dikatakan bahwa di Aceh yang menetapkan label halal sebagai syarat mutlak.
Temuan yang tak terelakkan membuat warga memasang radar makanan tinggi dalam sirkulasi bebas.
Sesaat penuh dengan waswas makan makanan di luar maupun 'alergi' terhadap apapun yang buatan Blang Padang.
Setelah mengendalikan penjual yang buruk, aktivitas Blang Padang berangsur-angsur kembali normal.
[eng]
The heart of the city of Banda Aceh, Blang Padang became an icon of the city that now menapaki age 810 years.
An open field of 8 hectares (Ha) is a silent witness when the tsunami swept and destroyed Aceh a decade ago.
It stretches right in front of the Tsunami Museum and is only about 100 meters from Baiturrahman Grand Mosque.
Now Green Open Space (RTH), which is one of the main places, thanks the 53 donor countries.
'Aceh thanks to the world' resembles miniature miniature ships flanking Blang Padang field.
This place is visited every morning and afternoon.
But if you happen to be traveling to Banda Aceh, then do not miss a visit here.
Sunday morning is a fun time to visit Blang Padang.
Sport is not the only reason to come.
Such a sight is seen every day and especially Sunday.
Sellers kagetan meet the side of the path along the field.
They offer a variety of merchandise ranging from food, clothing, sports equipment, children's play rides, tableware, to makeup supplies.
Speaking of the use of space, the people of Aceh and Indonesia in general are the champions.
Jumping a sports venue is like a multipurpose market.
"I am with my friends stalls in Blang Padang by offering everything made of knitted, for those who are interested we also open knitting classes, directly study in the open here," said Nurlaili (29), Lamcot Village, Darul Imarah. Kecamatan, Aceh Besar.
Lili, as her colleagues usually mingle with other vendors lined up neatly on a sunny Sunday morning.
The hospitality radiated from the virgin aura was as hot as the morning sunshine.
Blang Padang keris became serrahial locations starting ceremonies, carnivals, festivals, and other events.
No wonder humans spilled into that place.
Along the way to the main place the merchants were busy chatting.
Their voices began to drown with the music pounding loudly through the loudspeakers.
If not on Sundays, food and beverage merchants are never absent.
Various traditional snacks to the western people ready to fill his stomach rumble after exercise.
Thirsty releases of fresh drinks are always available for those who just want to get rid of fatigue.
The people living in the provincial capital of Aceh are struck by the findings of harmful chemicals contained in snacks in 2014.
A live examination by the local mayor and the Center for Drug and Food Control (BBPOM) indicated the presence of rogue traders.
Though every consumer is entitled to healthy and hygienic food.
It is said that in Aceh which sets halal label as an absolute requirement.
The inevitable findings make residents install high food radar in free circulation.
A moment filled with anxiety to eat food outside and 'allergy' to anything that made Blang Padang.
After controlling the bad sellers, Blang Padang's activity gradually returned to normal.