The dinamic of invest in Aceh's wakaf land in Saudi Arabia
Ternyata bukan hanya pelakor rumah tangga yang menjadi isu di wilayah Indonesia pada saat ini, namun pelakor akademis dan pelakor praktisi juga mengaum di sekitarnya.
Terlepas itu dari kepentingan apa yang ingin ditonjolkan kedalam masyarakat. Isu tanah wakaf yang dimiliki oleh orang Aceh mencuat ke tanah publik karena adanya pemberitaan bahwa badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berencana akan berinvestasi di Tanah tersebut.
Seperti yang saya lansir dari laman Republika.co.id senin (12/3) wakil Presiden Rebuplik Indonesia Jusuf Kalla menerima anggota badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu, dan utusan khusus presiden untuk timur tengah dan organisasi kerja sama Islam (OKI) Alwi Shihab, di istana wakil presiden. Pertemuan tersebut melaporkan rencana investasi BPKH di Arab Saudi.
“ Kami akan melakukan kerja sama dengan IDB dan juga akan bertemu denagn beberapa pihak investor di Arab Saudi, untuk melakukan administrasi yang paling dekat dekat adalah dengan tanah wakafnya Aceh di Mekkah kemudian ada beberapa kesempatan – kesempatan investasi Arab Saudi yang lain,” ujar Anggito.
Sontak pemberitaan ini mengganggu telinga masyarakat Aceh hingga sekarang. Awal pemberitaan ini ramai diperbincangkan di media sosial hingga media di Aceh pun ikut mengabarkan berita tersebut.
Asal usut yang di balut oleh media di Aceh, banyak sekali warga yang tidak setuju dengan perencanaan tersebut.
Serambinews.com dengan judul Tolak Rencana Pengelolaan Wakaf Aceh oleh BPKH, ini yang dilakukan Rabithah Alawiyah, Senin (12 /03). Rabithah Alawiyah Pidie dan Pidie Jaya juga mengirim surat penolakan resmi kepada Menteri Agama.
Tanah Wakaf Aceh di Saudi, Warisan Lex Specialis Rakyat Aceh, BPKH Diminta Bermusyawarah, Senin (12/ 03)Senator Aceh Ghazali Abbas Adan meminta BPKH tidak boleh memutuskan secara sepihak dengan rencananya itu.
Dosen Unsyiah : Kalau mau investasi, BPKH Beli saja tanah lain di Arab Saudi, Tidak di Baitul Asyi, Senin (12 / 03) Dosen hukum adat dan Islam Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) BandaAceh, Dr. M Adil Abdullah SH MCL mengatakan, rencana Badan pengelola Keuangan Haji (BPKH) Indonesia untuk mengelola tanah wakaf Aceh di Mekkah, Arab Saudi sudah tidak memungkinkan lagi.Sebab saat ini, tanah itu sudah terkelola dengan baik. Hal itu disampaikan Adli Abdullah dalam talkshow Cakrawala Radio Serambi FM, “ Terhadap Aceh Indonesia Janganlah terlalu Tamak.
Masih banyak lagi pemberitaan tentang ini, mulai dari Partai Aceh Minta Pusat tak Ganggu Wakaf Aceh di Mekkah sampai berita dengan judul Dulu pemerintahan Orde Baru Pernah Gagal Saat Mau Ambil Alih Harta Wakaf Aceh di Mekkah.
Betul saja dengan berita yang mencuat di publik yang dikemas seperti di atas tersebut mengambarkan bahwa seolah – olah tanah waqaf tersebut ingin di kuasai oleh Pusat. Pantas kemarahan orang Aceh yang notabennya dulu pernah dikecewakan kembali memuncak kemarahannya hingga mengungkit – ungkit hal yang kelam yang dulu pernah diberikan oleh Aceh kepada Indonesia.
Memang bukan salah orang Aceh bersikap seperti itu, mungkin ketidak tahuan mereka dalam literasi media membuat mereka mengapa bersikap seperti itu.
Rakyat Aceh yang meutuah, ..
Dahulu memang Indonesia pernah berkeinginan untuk mengambil tanah tersebut, namun itu tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada nomenklatur yang menunjukkan Indonesia di dalam ikrar wakaf itu.
Tapi sepengatahuan saya terkait dengan apa yang diberitakan hingga saat ini, anggota badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) hanya ingin berinvestasi bukan untuk memiliki secara penuh tanah hak wakaf Aceh tersebut. Sekiranya ada hal yang berbeda dengan apa yang telah tertera di dalam dokumen wakaf tersebut, pasti pemerintah Aceh akan di panggil untuk berunding ke Pusat dan Pemerintah Aceh pastinya tidak akan mau lepas tangan begitu saja mengingat tanah wakaf tersebut menjadi kebutuhan bagi rakyat Aceh yang berhaji ke sana.
Rabu, 22 Februari 2012 ANTARA NEWS pernah mempublikasikan tentang jemaah Aceh peroleh Uang Wakaf Habib Bugak Asyi. Yang isinya adalah sebagai berikut :
Sekitar 25 -30 tahun yang lalu, ada pengembangan Masjidil Haram di masa Raja Malik Sa’ ud bin Abdul Aziz. Rumah Habib Buja terkena proyek itu. Karenanya, rumah ini pun kena gusur dan Kerajaan Arab Saudi memberi ganti rugi.
Oleh Nazhir, uang penggantian itu digunakan untuk membeli dua lokasi lahan di daerah Ajyad, 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram. Tanah itu kemudian menjadi aset waqaf sekarang ini. “ Hanya kita pada saat itu belum memiliki keuntungan untuk dibagikan. Setelah ada investor yang mau membangun hotel di lahan itu, barulah kita mendapatkan keuntungan dari uang sewa lahannya, “ kata Muneer.
Lahan pertama dengan jarak 500 meter dari masjidil Haram dibangun Hotel Bintang Lima dengan kamar sekitar 350 – an unit. Lahan kedua dengan jarak 700 meter dengan kamar sekitar 1000 unit yang kedua hotel tersebut di kelola oleh pengelola hotel dengan masa kontrak tertentu.
Dari keuntungan lainnya, tambahnya Nazhir membeli dua areal lahan seluas 1. 600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah yang diberitakan pada saat itu akan di bangun pemondokan khusus untuk jamaah asal Embarkasi Aceh.
Begitulah isi dari pemberitaan tersebut. Hanya karena investor yang dimaksudkan sekarang itu berasal dari Indonesia bukan berarti Indonesia menguasai semuanya. Misalkan investor tersebut datang dari negara lain, Amerika sekalipun bagaimana? Masihkah rakyat Aceh menolaknya ?
Namun isu ini patut untuk ditindak lanjuti yaitu bagaimana tata pengelolaan investasi yang dimaksud oleh BPKH, jika memang investasi yang dimaksud belum dibutuhkan dan merugikan, maka lebih baik tidak usah diterima.
It turns out that it is not only the domestic actors who become an issue in the territory of Indonesia at this time but academic and practitioner also roars around it.
It is from the interests of what we want to highlight in society. The issue of wakaf land owned by Acehnese sticking to the public land because of the presence of the Haj Administration Manager (BPKH) is planning to invest in the land.
As I reported from Republika.co.id Monday (12/3) Vice-President of Republic Indonesia Jusuf Kalla received members of the Haj Administration Management Agency (Anggito Abimanyu, and the president's special envoy for the Middle East and the organization of Islamic Cooperation (OIC) Alwi Shihab, at the vice presidential palace.
"We will cooperate with the IDB and will also meet with some investors in Saudi Arabia, to do the administration closest to is with the wakaf land of Aceh in Mecca then there are some other Saudi investment opportunities," said Anggito.
Suddenly this news disturbs the ears of the people of Aceh until now. The beginning of this news busy discussed in social media until the media in Aceh also participate to spread the news.
The origin of the media in the dressing in Aceh, the people who do not agree with the plan.
Serambinews.com under the title Reject the Management Plan Endowments Aceh by BPKH, this is done Rabithah Alawiyah, Monday (12 03). Rabithah Alawiyah Pidie and Pidie Jaya also sent letters to religious officials.
Aceh Wakaf Land in Saudi, Legacy of Specialist of Aceh People's Legation, BPKH Asked for Deliberation, Monday (12 03 03) Senator Aceh Ghazali Abbas Adan asked BPKH could not decide unilaterally with the recommendation.
Lecturer Unsyiah: If you want to invest, BPKH Buy your own land in Saudi Arabia, Not in Baitul Asyi, Monday (12/03) Indigenous and Islamic Law Lecturer at Syiah Kuala University (Unsyiah) BandaAceh, Dr. M Adil Abdullah SH MCL said the Finance Management Board of Hajj (BPKH) Indonesia to manage the land endowment in Aceh in Mecca, Saudi Arabia can not anymore.Sebab now, the land has been well managed. This was stated by Adli Abdullah in Radio Cakrawala Serambi FM, Against Aceh Indonesia Do not Avoid.
There are many more reports about this, ranging from Aceh Party Ask Center not disturb Endowment Aceh in Mecca to the news with the title Once the New Order Government Never Fails When to Want to Take Over the Endowments of Aceh Endowments in Mecca.
True enough with the news sticking out in the public packed as above which describes it - if the land wakaf that want to be controlled by the Center. No wonder the anger of the Acehnese who once disappointed again peaked his anger to bring up the dark things that once given by Indonesia to Indonesia.
It is not the fault of the Acehnese who like it, perhaps their ignorance in the media literacy for them why to behave like that.
The people of Aceh who meutuah, ..
Formerly indeed Indonesia ever wanted to take the land, but it can not be implemented because there is no nomenclature that shows Indonesia in the pledge of the endowment.
But as far as I am concerned with what has been reported, for now, the members of the Hajj Management Finance Agency (BPKH) only want the investment not to be fully owned by the Acehnese wakaf rights land. If there is something different from what has been contained in the wakaf document, the government will certainly be called to negotiate to the center and the Aceh government certainly will not want to get off the much-needed hands of this wakaf land becomes a necessity for the Acehnese who hajj to it.
Wednesday, February 22, 2012, ANTARA NEWS has published about Aceh congregation Save Money Wakaf Habib Bugak Asyi. The important ones are as follows:
About 25 -30 years ago, there was the development of the Grand Mosque in the time of King Malik Sa'ud bin Abdul Aziz. Habib Buja's house was hit by the project. Therefore, this house was subject to eviction and the Kingdom of Saudi Arabia give compensation.
By Nazhir, the money was used to buy two sites in the Ajyad area, 500 and 700 meters from the Grand Mosque. The land then becomes a waqaf asset today. "Only we at that time have not had the benefit to be distributed.After there are investors who want to build a hotel on the land, then we benefit from the rent of land," said Muneer.
The first land with a distance of 500 meters from the Masjidil Haram built Five Star Hotel with about 350 - one unit. The second field with a distance of 700 meters with about 1000 units that both hotels are managed by the hotel manager with the period.
Of the other benefits, he added Nazhir bought two land area of 1. 600 square meters and 850 square meters in Aziziah Region reported at that time will be built a special lodge for pilgrims from Aceh Embarkasi.
That is the content of the news. Just because the current intended investor comes from Indonesia does not mean that Indonesia controls everything. Suppose the investor came from another country, America though how? Do the Acehnese still reject it?
However, this issue is worth following up on how the investment management arrangements referred to by BPKH, if indeed the investment is not required and harmful, then better not to accept.