Duhai saudaraku, yang kukenal dari rapatnya sebuah lingkaran
Ketika aku menulis tulisan ini, hatiku berkecamuk dengan rasa sedih yang menyayat hati. Suasana hati yang terisak ketika sebuah keputusan itu harus kuambil.
Duhai saudaraku, mungkin membaca tulisan ini akan ada rasa marah dihatimu terhadapku. Ada perasaan gusar di hatimu membaca setiap kata yang tercetak jelas dalam tulisan ini.
Tapi saudaraku, tak apa.. itu hakmu dengan segala pandanganmu..
Itu hakmu dengan segala rasa kesal yang mungkin menegadah lama dalam pikirmu..
Duhai saudaraku, aku lelah dan ingin berhenti dalam jalan ini..
Aku ingin pergi dari sebuah lingkaran yang selama ini menautkan hati-hati kita..
Menautkan setiap jengkal hati, dalam sebuah lingkaran di setiap minggunya..
Tentu akan muncul dalam benakmu, kenapa dan ada apa, kenapa memilih menyerah dalam jalan ini…
Jalan ini terjal akhi penuh onak dan duri, dan memang hanya orang-orang yang kuat dan mampu saja yang akan bertahan..
Jika bersama saja akan terasa sulit lalu mengapa harus berjalan sendiri, bukankah itu akan semakin sulit dijalani, bersama kita akan saling membahu akhi, bersama kita akan melangkah walau kadang gontai dan harus terjatuh, namun bersama kita akan bangkit dan melangkah..
Dirimu benar duhai saudaraku..
Kalimatmu begitu indah terdengar, ghirohku juga tercerabut dalam akar kemunafikanku dan seakan menantang pada dunia,
ayo kita melangkah lagi,,,
Tapi saudaraku, aku tak sekuat itu,
Aku tidak sekuat yang dirimu pikirkan.. aku begitu lemah, aku begitu rapuh..
Duhai saudaraku, tahukah dirimu kenapa aku memilih mundur ?
Tak inginkah dirimu tahu..
Ya mungkin bagimu hal ini begitu sentimental dan tak berharga. Namun bagiku inilah yang paling penting tentang alasan bertahan.
Bukan saudaraku,
Bukan tentang gerakan ataupun keilmuan yang menjadi alasan utama. Akupun masih begitu yakin dengan jalan, aku begitu yakin dengan apa yang dicita-citakan meskipun terkadang keputusan syuro bertentangan dengan hati, berlawanan dengan pola pikir, namun sekali lagi, keputusan syuro pasti adalah keputusan yang sudah memikirkan segala bentuk dan kemaslahatan umat.
Duhai saudaraku, inginkah dirimu tahu tentang alasan itu ?
Alasanku sangat sederhana saudaraku, alasanku adalah tentang aku kamu dan tentang kita. Alasanku berkisar tentang itu. Bukan tentang sesuatu yang besar dan rumit, namun sesuatu yang sederhana,namun dari kesederhanaan ini sebenarnya akan tergambar bagaimana yang aku rasakan.
Aku, kamu dan tentang kita adalah tentang ukhuwah. Sadarkah dirimu saudaraku tentang ukhuwah yang mungkin sedikit terlupa darimu.
Ya kamu begitu mengenalku, memahamiku, namun kamu mungkin sedikit terlupa tentang makna ukhuwah itu.
Pernahkah dirimu mungkin terlupa menanyakan keadaanku, mengunjungiku, berbicara dari hati ke hati, saling menatap mata dan melontarkan senyuman.
Sudah lama sepertinya tak pernah dirimu lakukan.. ah aku tak begitu mengharpkan sebenarnya, karena kesibukanmu, agenda dakwah yang menuntut waktumu pasti begitu menyita.
Tapi sadarkah dirimu duhai saudaraku sapaan langsungmu, melihat senyummu begitu meneduhkan hatiku..
Kau tahu aku bukanlah seorang yang dengan mudah bercerita tanpa ditanya, apalagi berkaitan dengan masalah pribadi, dirimu sangat mengenalku tentang itu.
Terkadang sebuah pertanyaanmu tentang “bagaimana kondisi keluarga?” seakan kunanti selama ini. Saat engkau datang berkunjung ke rumah, dan kita menghabiskan malam sambil bercerita, bertausyiah dan menyantap hidangan kecil, yang tepat di ruang tamuku.
Aku merindukan hadirmu,,,,
Aku tak pernah berharap dirimu mampu mengatasi setiap masalahku,aku tak pernah selemah itu.namun terkadang hadirmu bertanya saja sudah menjadi obat, seakan memberi tahuku bahwa aku tidak sendiri, ada kamu yang senantiasa memelukku dengan hangat dan senyuman penuh cinta.
Ya itulah alasanku berhenti. Dirimu mulai meninggalkanku seorang diri.
mungkin salahku yang tidak pernah hadir lagi di kegiatan rutin kita, salahku memang yang seolah begitu sibuk dengan rutinitasku, dengan semua masalahku,
tapi tahukah kamu bahwa itu bagian dari caraku mencari perhatianmu,, aku ingin merebut cemburuku terhadapmu,,
aku tidak butuh sapaan dari sosial media, atau sekedar berbicara melalui telepon genggam.
Maaf jika di beberapa momen, aku tidak pernah mengangkat telepon darimu.
Aku hanya ingin tahu, seberapa penting diriku bagimu, seberapa berharga aku sebagai saudaramu.
Apakah engkau akan mengunjungiku di rumah ini, apakah engkau akan menyapa dan memelukku kembali.
Mungkin bagimu hal ini begitu sentimental, tidak mencerminkan kader dakwah yang tangguh, terkesan lembek, manja atau apalah itu..
Jika itu yang dirimu pikirkan, maka begitulah aku saudaraku, maka begitu manjalah aku seperti pikiranmu.
Aku menunggu, sebulan dua bulan, menunggu di tiap malam, mungkin suatu hari kelak dirimu akan sadar lalu bergegas menemuiku. Dirimu mulai sadar kehilangan diriku.
Tapi penantianku tak bisa lama,
Aku tak begitu sabar menunggumu
Aku berpikir, mungkinkah ukhuwah kita ini hanya terjalin dalam rapatnya sebuah lingkaran tiap minggunya, apakah rasa persaudaraan ini hanya karena kepentingan dakwah saja. Apakah hanya sampai disitulah bentuk ukhuwah kita selama ini, sehingga di luar itu, di luar aktifitas dakwah dan kepartaian kita tak lagi bertegur sapa,
Lagi-lagi aku bereksperimen dengan tindakanku..
Bagaimana jika aku keluar dalam jalan ini,
Bagaimana jika aku putuskan untuk tidak lagi dalam rapatnya lingkaran itu,,
Adakah engkau sedikit memperdulikanku
Adakah hal ini akan menggerakkan hatimu untuk datang mengunjungimu,
Aku menunggu saat itu,
Duhai saudaraku yang aku kenal dalam rapatnya sebuah lingkaran.
Congratulations @abdulrahman15! You have received a personal award!
1 Year on Steemit
Click on the badge to view your Board of Honor.
Do not miss the last post from @steemitboard:
Congratulations @abdulrahman15! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!