Rp.100.000 Latah ? Bireuen Kota Juang Bukan Uang
Rasanya lucu sekali
manusia, hanya karena keinginannya tidak tersampaikan, lantas menghardik
keinginan orang lain yang telah memuncak.
tanpa memikirkan apa
yang terjadi jika keadaan sebaliknya. tapi pastinya setiap celah itu ada,
siapapun yang "Terbang" yang namanya lawan pasti akan menenggelamkan.
yaaaa, begitulah
manusia, makhluk terunik dengan kesempurnaan penciptaan, akal, nafsu, seutuhnya,
mereka semua menginginkan Surga, tapi tak mau mati, meskipun mereka tau bahwa
syarat masuk Syurga adalah mati, yaaa begitulah.
***
Dan sekarang mereka
(baca; sebagian) dengan latahnya menyebut Bireuen dengan Kota Uang hanya karena
kekecewaan dan Hero-nya Tumbang, tanpa memikirkan apa efeknya secara
berkelanjutan, kepada generasi-generasi seterusnya yang remang-remang awam.
Tak bisa disalahkan lagi jika esok lusa anak-anak itu beranggapan bahwa
kakek - neneknya besar dengan “Menuhankan” uang, hanya karena kita
latah, menyandingkan kata kota dengan Uang yang dulunya dikenal dengan Juang.
Jika kita tidak mau
mengenal Sejarah, ada baiknya janganlah latah merusak sejarah, sebab KOTA JUANG
tidak dilakapkan hanya karena SEHARI, KOTA JUANG lahir dengan proses yang
panjang, Menjadi Ibu Kota Indonesia, meski hanya seminggu, setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda.
Tak luput juga pengorbanan rakyat Aceh khususnya Bireuen dalam Memperjuangkan
Kemerdekaan Indonesia, Batalion TII di Juli yang tak mampu di gerogoti kompeni, Tugu Bate Kureng, Di sinilah Tempat Gerilyawan Tak
Terkalahkan. Dan
Masihkah kita kenal dengan sosok purnawirawan Letnan Yusuf
Ahmad, atau lebih dikenal dengan sebutan Letnan Yusuf Tank, yang berdomisili di Desa Juli Keude
Dua, Kecamatan Juli ? mungkin Lupa, atau menolak lupa untuk mengingat ?
Namun Meskipun demikian,
Money Politics/ Politik Uang tetaplah hal yang salah, kemenangan yang tidak
pernah layak, tidak ada kebaikan disana, sebab yang ada hanya pengembalian jumlah
modal yang telah dikeluarkan, karena begitulah dasarnya, Modal dikeluarkan
untuk mendapatkan keuntungan, siapapun dia, kaya, miskin, muda, tua, dan apapun
propesinya.
Dalam
UU KUHP, yaitu pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku politik uang.
Ayat 1 berbunyi "Barang siapa
pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi
atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya
atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus
rupiah.”
Sedangkan
ayat 2 ”Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima
pemberian atau janji, mau disuap”. (2015/12/06/352590/uu-kuhp-bisa-menjerat-pelaku-politik-uang)
Kemudian
dari KUHP tsb, delik dirumuskan dan dikodifikasi ulang dalam undang undang
khusus pemilu (UU Pemilu) 1999, dan diperbaharui lagi dalam UU Pemilu 2008 yang
diterbitkan oleh Presiden SBY dalam lembar Negara Republik Indonesia Nomor 10.
Berikut bunyi lengkapnya;
“barang
siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini
dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan
cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun.
Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian
atau janji berbuat sesuatu.” — Pasal 73 ayat 3 UU Pemilu No.3/1999.
““pelaksana
peserta atau petugas kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya kepada peserta pemilu” – Pasal 84, Ayat 1 Huruf J, UU Pemilu
No.10 Tahun 2008.
Delik
money politik juga diatur dalam undang undang Pilkada Tahun 2004 dengan bunyi;
“setiap
orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya
kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan
calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga
surat suaranya tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
bulan dan /atau denda paling sedikit Rp satu juta rupiah (1.000.000) “ – UU
Pilkada No.32 Pasal 117 Tahun 2004. (2013/05/24/haram-hukum-money-politik-karena-melanggar-uu-negara/)
Jika
Meninjau berdasarkan UU KUHP Pasal 149 Ayat 1 dan 2, rasa-rasanya semua
kandidat melakukannya tanpa terkecuali, tentang Kampanye dengan menyuguhkan,
uang, janji, materi; sarung, peci, jelbab, kalender, dll.
So,
apa yang masih kita ributkan ? jangan melampiaskan semua kesalahan ini pada
Kota Juang dengan Kelatahan menyebutnya kota Uang, Karena kota juang lahir
tidak pernah dengan cara yang latah seperti itu, jargon kota uang atau 100 ribu
sebaiknya di tiadakan, karena itu salah cara, melampiaskan semua pada
penyebutan kota. Dan jika nanti lakap kota uang/ 100 ribu melekat erat pada
diri Bireuen, apa kalian tidak merasa malu ??? Lahir dan Besar di kota ini
? Sedangkan Para tetangga, Lhoksemawe
dikenal dengan Petro Dolarnya, Pijai dan Pidie dengan Kerupuk Meulingnya, dan
Bireuen dengan Uangnya ????
Jika
memang jiwa muda itu ada, cobalah menyelesaikan persoalan ini dengan “Hukum”,
dengan saksi dan bukti yang lengkap, karena kalau hanya membuat jargon kota
uang pada juang tidak ada efek positif apapun, yang ada hanya melupakan sejaran
pada “Juang”.
Beu
Groen jet keu aneuk Muda ! :D
Nyoe
keh rawi aneuk manyak yang lahe dan raya di kota juang, yang merasa malee ngen
piasan nyan.
Menyoe
Na Salah tuloeng Neupe betoey.
Menyoe
cangklak tuloeng neu teugoer. TMA