Mengenali Prinsip Dasar Perencanaan Kota Islamik
PERENCANAAN KOTA ISLAMI
Aceh dikenal sebagai serambi mekah karena sejarah dan masyarakat yang religius. Namun, image ini uniknya tidak terlihat sedikitpun dalam tata ruangnya. Dari sisi tata ruang, identitas keislaman di pusat kota Banda Aceh misalnya, hanya direpresentasikan oleh landmark Mesjid Baiturrahman, sementara area di sekitarnya tidak memiliki sense of place (kesan ruang) yang islami sedikitpun. Oleh karena itu, sudah saatnya merevolusi tata ruang Banda Aceh secara makro dengan perencanaan kota islami (islamic city planning).
Perencanaan kota-kota islam sangat dipengaruhi oleh Al Quran dan hadis. Konsep perencanaan kota islami lahir bersama peradaban islam itu sendiri. Terkenalnya keindahan kota-kota islami populer seperti Baghdad, Damaskus, Istanbul dan lain-lain, tidak terlepas dari majunya ilmu urbanisme dan pembangunan kota yang diperkenalkan oleh Nabi Muhammad dan berkembang pesat di zaman kekhilafahan.
Prinsip-Prinsip Utama
Contoh perencanaan dan pembangunan kota islami telah diberikan langsung oleh Nabi Muhammad SWT dalam pembangunan kota Madinah setelah hijrah di tahun 622 M. Saat itu, Nabi meletakkan fondasi ilmu perencanaan dan pembangunan kota dengan visi dan prinsip yang jauh melebihi peradaban di masanya. Uniknya, banyak prinsip perencanaan Nabi ini yang sangat mirip dengan ilmu perencanaan modern.
Tidak seperti pandangan sekuler yang sebagian besar hanya melihat dan menekankan fungsi kota sebagai area bekerja, bertempat tinggal, berekreasi, belajar dan lain-lain, perencanaan kota islami juga menekankan kota sebagai tempat untuk beribadah dan memperkenalkan nilai-nilai islam. Secara umum, perencanaan kota islami sangat menekankan pada prinsip pembangunan komprehensif yang menitikberatkan religiusitas dan pembangunan berkelanjutan yang mengkombinasikan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pergejolakan di masa nabi dan khalifah sangat mempengaruhi paradigma perencanaan kota islami saat itu. Oleh karena itu, kota-kota islami saat itu menetapkan standar keamanan dan keselamatan yang tinggi. Karena itulah, banyak kota-kota tua islam terletak di posisi strategis yang sulit diserang, seperti Istanbul, Damaskus dan lain-lain. Untuk menjamin keamanan, kota-kota ini memiliki tembok untuk mencegah serangan lawan. Tembok-tembok ini diperluas berdasarkan pertumbuhan urban area. Di kota-kota modern, standar keamanan dan keselamatan tinggi ini diaplikasikan misalnya dengan instalasi kamera keamanan.
Selain itu, standar kebersihan kota-kota islami juga harus tinggi, yang mana berdasarkan prinsip “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Karena itulah, di permulaan abad 20 kota-kota islam telah memiliki standar kebersihan yang tinggi sementara kota-kota Eropa masih mengalami masalah akut dalam kebersihan kota. Namun berdasarkan situasi sekarang, pernyataan ini mulai tidak relevan.
Rasulullah juga memperlihatkan contoh tentang perlunya menjaga kualitas infrastruktur. Dalam pembangunan awal kota Madinah, Rasulullah mengawasi dan terlibat langsung dalam perencanaan jalan untuk memastikan bahwa lebar jalan yang dibangun dapat memenuhi kebutuhan pengguna jalan untuk memperlancar mobilitas mengingat kegiatan ekonomi di Madinah sangat dipengaruhi oleh transportasi karavan. Rasullulah menekankan bahwa jalan adalah ruang bersama yang digunakan oleh semua orang dan tidak boleh dikorbankan untuk keperluan pribadi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan contoh bahwa ruang bukan hanya bagi pemilik kendaraan pribadi, tapi juga pejalan kaki, termasuk penyandang cacat.
Prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) juga telah diterapkan oleh Nabi Muhammad melalui pembangunan yang ramah lingkungan. Rasulullah sangat berhati-hati dalam keputusannya tentang lingkungan bahkan dalam menebang sebuah pohon. Hal ini didasari oleh salah satu filosofi islam yaitu kedudukan pohon, batu, air dll yang juga hamba Allah yang juga berzikir menyebut namaNya, sehingga manusia sebagai khalifah di muka bumi harus menjaga lingkungannya dengan sebaik-baiknya.
Mesjid dalam Perencanaan Kota Islami
Mesjid memiliki peranan penting dalam perencanaan kota islami. Kedudukan dan lokasi harus diatur sedemikian rupa sehingga mesjid dapat menunjukkan kedudukannya sebagai representasi filosofi penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam ruang kota, nabi memposisikan mesjid lebih dari sebagai tempat ibadah dan landmark. Rasullullah menempatkan mesjid sebagai pusat komunitas. Mesjid utama (jami) adalah pusat dari pusat kota, sedangkan area di sekitarnya menjadi pusat aktifitas kota. Guna lahan di sekitar mesjid-mesjid di Madinah di masa Nabi Muhammad dan kota-kota islam lain sangat multi guna (mixed use) dengan pembangunan kompak. Di sekitar mesjid utama terletak kantor-kantor instansi pemerintahan, pasar, ruang publik dan lain-lain. Pedestrian menjadi penguasa ruang di pusat kota, bukan kendaraan. Hal ini menjadikan area sekitar mesjid menjadi area yang sangat hidup dengan vitalitas ruang sangat tinggi.
Penempatan ruang publik di sekitar mesjid dimaksudkan agar masyarakat sering menghabiskan waktu senggangnya dekat dengan mesjid. Selain untuk menjaga kedekatan spiritual dan emosional warga dengan mesjidnya, dengan ini mesjid dan area sekitarnya juga dapat berfungsi sebagai pusat interaksi sosial dalam masyarakat sehingga dapat menjaga integrasi umat.
Aura mesjid juga dijadikan Nabi sebagai bagian untuk menjaga nilai-nilai agama di area sekitar mesjid. Aura mesjid diharapkan dapat mempengaruhi secara psikologis khalayak ramai untuk menjaga nilai-nilai agama di pasar dan kantor pemerintahan. Rasulullah juga kemudian menggunakan mesjid dan area mixed use di sekitarnya untuk membangun pusat-pusat aktifitas baru di area pinggiran.
Masyarakat sering menganggap pembangunan sebuah bangunan dapat menodai sebuah mesjid. Sementara itu, nabi justru menggunakan mesjid untuk menyebarkan nilai-nilai islam ke tempat tersebut. Prinsip ini tentu hanya dapat diaplikasikan sampai pada level dan bangunan tertentu. Bukan tidak mungkin, nilai-nilai islam justru menyebar ke tempat-tempat tersebut.
Tulisan ini hanya menjelaskan tentang beberapa prinsip dasar dalam perencanaan kota islami. Dalam implementasi di lapangan, prinsip ini dapat diterapkan dengan berbagai strategi dan kebijakan serta proyek pembangunan dari tingkat mikro hingga makro lewat rekayasa tata ruang, urban design dan arsitektur untuk menciptakan sense of places (kesan ruang) islami di kota-kota di Aceh. Sudah saatnya, image keislaman negeri serambi mekah juga diaplikasikan dalam tata ruang kotanya.
Sory ya. Itu foto kok jadinya terbalik? 😳😂
Resteemed your article. This article was resteemed because you are part of the New Steemians project. You can learn more about it here: https://steemit.com/introduceyourself/@gaman/new-steemians-project-launch