Ombak.... (Sebuah Cerpen yang saya tulis saat SMA dulu, mengenang kejadian Tsunami)
Ombak…
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, perjalanan jauh dari Jakarta menuju Banda Aceh memerlukan waktu sekitar dua jam lebih, aku terus memandangi awan-awan lewat kaca jendela pesawat. Aku tidak sabar melihat kampung halamanku yang telah kutinggalkan begitu lama. Beberapa menit lagi pesawat akan mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda. Seluruh penumpang diberitahukan bahwa pesawat akan mendarat.
“ Ayah….” Anakku Ilham menepuk pundakku yang sedang melamun.
“ iya…” jawabku lirih. Aku tidak sadar telah mengeluarkan air mata yang sudah membasahi pipiku dari tadi.
“ Ayah kenapa menangis.. ? “ aku langsung menghapus air mataku, “ gak kok..ayah Cuma ngantuk aja.., oh ya kita hampir sampai…”.
Pesawat telah mendarat sempurna di landasan, aku dan keluargaku telah turun dari pesawat yang ku tumpangi. Taksi yang berada diluar telah menunggu kami untuk menuju penginapan yang lumayan jauh dari bandara. Aku memandangi pohon-pohon yang begitu indah pada sepanjang jalan yang kulewati. Bangunan-bangunan telah tampak kemajuan dibandingkan sebelum aku meninggalkan kota kelahiranku ini.
Sekitar 15 menit aku telah sampai disalah satu sudut kota. Udara yang begitu sejuk tak bisa membuatku tidur, tanpa sepengetahuan keluargaku yang telah nyenyak dengan tidurnya, aku keluar dari kamar hotel dan menuju taman sambil membawa I-phone ku. Untuk melewati kejenuhan, aku membuka situs-situs tempat wisata yang bisa ku kunjungi esok harinya. aku menandai tempat-tempat yang cocok untuk di kunjungi sampai aku melihat sebuah tempat yang mengingatkanku pada Sembilan tahun yang lalu. Aku mencoba merenung kembali apa yang terjadi pada saat itu.
“ Ayah.., kenapa belum tidur..? “ tiba-tiba Ilham mengejutkanku dengan datangnya secara diam-diam,
“ kamu kenapa belum tidur, tadi ayah lihat kamu sudah tidur kok..”
“ aku gak bisa tidur dengan nyenyak, aku mimpi yang aneh-aneh barusan….” Jawab Ilham dengan matanya yang setengah mengantuk.
“ kamu pasti tidak baca do’a sebelum tidur..” jawabku sambil mengusap kepala Ilham dan merakulnya untuk kembali ke kamar hotel dan sesegera mungkin untuk tidur.
********.
Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB, aku bergegas melaksanakan Sholat Ashar di salah satu masjid yang ada di Ulee Lheu, salah satu tempat tinggalku sebelum aku menuju ke Jakarta. Perkembangan masjid dan Infrastruktur sangatlah pesat, ini semua merupakan bantuan dari Negara-negara lain setelah terjadinya Tsunami. Yang paling ku ingat adalah sebuah jembatan yang masih kokoh berhadapan luasnya Samudra Hindia. Disinilah aku menghabiskan waktu kecilku bersama teman-temanku yang sekarang tidak pernah ku ketahui lagi nasibnya.
Daripada hanya melihat saja, lebih baik aku langsung merasakan bagaimana berada di atas jembatan yang masih kokoh itu. Jembatan ini adalah saksi bisu terjadinya Tsunami 9 tahun yang lalu. Aku menatap luasnya Samudra Hindia dengan burung-burung camar yang senantiasa beterbangan sesuka hatinya.
26 Desember 2004, hari masih sangat pagi atau sekitar jam 07.30 Pagi yang jatuh pada hari minggu. Pantai sangat ramai dikunjungi oleh masyrakat sekitar maupun dari luar. Saat itu Ilham masih berusia 8 tahun dan mempunyai seorang adik yang bernama Annisa, adiknya masih berusia 6 tahun atau dua tahun lebih muda dari Ilham, Ibunya Ilham atau Istriku yang bernama tia sedang asyiknya mengepang rambut Annisa di ruang tamu. Sedangkan diriku sedang membaca Koran yang persis berada di teras rumah bersama Ayahku.
Di tengah keasyikan masing-masing, tiba-tiba tanah terasa bergoyang sehingga teh yang ada pada sampingku jatuh dari atas meja. Sontak seluruh keluargaku yang berada di dalam rumah berhamburan keluar rumah dan secepatnya mencari perlindungan, Lalu kami duduk bersila di depan teras rumah.
“ yah…kenapa ini, apakah dunia mau kiamat..? “ tanya Ilham kepadaku
“ tidak nak, ini hanya gempa….” Jawab Tia yang sedang mengenggam tangan Annisa.
Ayah yang berada disampingku terus bekomad kamid dengan mengucapkan, “ Subhanallah Subhanallah Subhanallah ” dan gempa semakin besar sehingga dinding rumahku terjadi retakan. Gempa baru berhenti lima menit kemudian, seorang warga sekitar berteriak sambil berlari
“ air laut naik…., air laut naik..” teriaknya. Spontan aku langsung mengendong Ilham dan lari secepat mungkin. Ayahku yang sudah tua tertatih-tatih berlari untuk menyelamatkan dirinya. Annisa dan tia berada dibelakangku, Ombak setinggi 6 meter terus mengejar kami. Suasana yang ada disekitarku sangat panik, wanita, anak-anak dan orang tua berlari tanpa arah menyelamatkan dirinya masing-masing.
Ombak yang berada dibelakangku hanya berjarak 300 meter, aku terus mengendong Ilham sampai aku menemukan sebuah pohon tinggi yang cukup bisa menghindar dari terjangan ombak. Pohonnya yang banyak bercabang mempermudahkan kami untuk menaikinya. Kudahulukan Ilham memanjat duluan dan ku susuli berikutnya. Aku mencoba menarik Annisa yang dibantu oleh tia.
“ Annisa…ayo pegang tangan Ayah..!.”
“ Annisa tidak bisa yah…” jawab annisa.
Selang beberapa detik ombak datang dengan begitu cepatnya dan menerjang Annisa beserta Tia.
“ Annisa…., Tia…….!! “ aku berteriak dan meneteskan air mataku di atas pohon dan hanya bisa melihat Annisa dan Tia dibawa oleh ombak laut. Disaat bersamaan aku melihat ayahku juga diterjang oleh ombak yang mengerikan itu. Beberapa rumah dan isinya terus dibawa hanyut oleh ganasnya ombak.
Setelah beberapa jam kemudian air mulai surut, aku dan Ilham turun dari pohon yang ku panjat. Aku dan Ilham langsung mencari Tia dan Annisa. Tiga hari kami mencari mereka, tak ada hasil sedikitpun yang kami dapatkan. Aku dan Ilham terus berjalan tanpa arah, dengan sisa uang yang ada dibaju, aku dan Ilham terus bertahan hidup sampai seorang pengusaha dari Jakarta menemukan kami seminggu kemudian. Dengan keahlianku yang bisa fasih berbahasa Inggris dan lulusan S-2 Management, aku dan Ilham diajak ikut bersamanya ke Jakarta dan bekerja pada perusahaannya. Dan disinilah perjalanan hidupku yang baru dimulai, aku hanya bisa pasrah melihat apa yang terjadi pada keluargaku. Aku mengikhlaskan kepergian mereka walaupun itu sangatlah pahit untuk diterima.
“ Ayah….” Ilham menepuk pundakku dan sontak membuatku terkejut, aku baru saja merenungkan apa yang terjadi pada Sembilan tahun yang lalu saat bersama Ilham, Annisa dan Tia. Renungan itu begitu cepat sehingga semua gambaran yang terjadi pada Sembilan tahun lalu hanya meninggalkan bayang-bayang.
Aku langsung memeluk Ilham dan meneteskan air mata bersamanya, Istriku yang berada di sampingku juga memegang pundakku,
“ sabar ya mas, semuanya telah di atur oleh yang maha kuasa, dan sekarang akulah yang menemanimu di setiap hari-harimu “ , Arika yang berada di sampingku berusaha menyemangatiku, dia adalah istriku yang sekarang, Tuhan memberikanku seorang wanita yang Sholehah kepadaku, dari hasil perkawinanku dengannya, tuhan menitipkan kami seorang anak yang bernama Aisyah, saat ini ia masih berusia 7 tahun. Tuhan menjadikan Arika sebagai Istriku adalah sebuah pilihan yang sangat tepat bagiku, yang bisa menjadi panutan bagi keluarga dan anak-anakku. aku bersyukur bahwa Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk tetap hidup dan menemukan kebahagian bersamanya
.
Langit senja menutup perjalanan kami pada rumahku yang dulu, tak ada lagi yang tersisa dan bisa ku ingat semuanya telah berubah seratus persen. Bangunan-bangunan tampak lebih indah dibandingkan sebelumnya. Perjalananku kembali ke Aceh memberikanku sebuah semangat yang baru betapa pentingnya hidup itu, karena tuhan telah menyelamatkanku dari bahayanya ombak, dan ombak adalah awal yang mengubah hidupku.
Hidup ini adalah anugerah, aku yakin bahwa dibalik cobaan pasti adanya kebahagiaan. Sebuah perjalanan hidup yang sulit dan mengujungkannya pada sebuah titik pencerahan. Aku terus berdoa sampai Tuhan masih memberiku umur yang panjang, aku berharap agar kembali dipertemukan dengan Tia dan Annisa kembali. serta kami bisa berkumpul bersama-sama di surga nanti. Amin..
Hallo, apa kabar @mulyaananda19? Kami sudah upvote ya..
mantap adoe
Congratulations @mulyaananda19! You have received a personal award!
1 Year on Steemit
Click on the badge to view your Board of Honor.
Do not miss the last post from @steemitboard: