Minggu Sore di Banda Aceh
Besok-besok masih ada petang dengan langit di ufuk baratnya yang ekspresif nan megah. Masih ada riak dan gelombang di laut Ulee Lheue yang menampar-nampar tumpukan batu gajah. Ulee Lheue tak akan kemana-mana jikalau senja datang tepat waktu sebelum azan dikumandangkan saat peziarah senja bergegas pulang. Bukan ke mesjid!
Banda Aceh adalah kenangan lama yang ditinggalkan raja melalui meuseujid-meuseijid dan pantai-pantainya yang saling berpelukan. Tak perlu kota-kota megah lainnya untuk lebih mencintai tanah bau lumpur. Tak perlu senja di New York dan Canberra atau New Delhi.
Banda Aceh adalah anak yang kubesarkan untuk kesekian kali. Anak yang tak kuberi nama. Anak yang tak pernah menangis meski berkali-kali pilu di ujung Sumatra.
Ia jua kota laknat, tempat khianat membuka jalan Holanda. Pante Ceureumen yang bersejarah itu telah hilang, tenggelam dalam kolam, tempat anak-anak bersuka ria di balik lindung batu gajah Uleelheu itu.
Ulee Lheue tak bisa berbuat banyak, bang. Bisu dan menyimpan cerita khianat itu ke generasi kita.
salut saya sama cara anda menulis
super!!!!!
you can be next roman picisan
Trims bro