Fenomena Ketidakadilan di Lingkungan Kita
DISADARI atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada kenyataan yang penuh dengan kesenjangan, dimana keadilan yang begitu diimpi-impikan ternyata hanya tersangkut dalam teori-teori di buku, dan menjadi sebatas wacana saja.
Di berbagai lini kehidupan, kita juga dibuat terpana, ketidakadilan menjadi pemandangan yang lumrah dimana-mana. Dan mau tidak mau, (sekali lagi) kita harus mengakui bahwa betapa kejam dan durjananya sistem kehidupan di planet ini.
Mulai dari kalangan strata atas, kita menyaksikan betapa banyak dari mereka-mereka yang dengan mudahnya dapat hidup dalam rumah-rumah mewahnya. Namun disisi lain, betapa banyak pula mereka-mereka yang makan dan tidur untuk hari esok saja masih belum jelas tempatnya.
Begitu pula dengan pemandangan para pejabat atau pengusaha yang begitu mudahnya kita saksikan mereka mengoleksi perempuan-perempuan cantik sebagai teman tidurnya, atau sekedar untuk menikmati “kueh at-nya” –menghindari penyebutan apam online. Sementara itu, disekitar mereka, ada banyak sekali anak manusia yang untuk menyambung hidupnya saja harus menjadi kuli di negeri orang.
Lalu kita saksikan lagi, disaat mereka-mereka yang hidupnya memiliki peruntungan hebat, bisa menyantap makanan-makanan berkelas, yang asal muasalnya pun mungkin saja mereka tidak tahu. Namun disisi lain, disaat yang sama, disamping mereka, banyak anak-anak yang hidup dalam keadaan busung lapar, dan banyaknya gadis-gadis yang untuk menyambung hidupnya saja harus menjadi pelacur.
Dan tak terkalahkah juga, di lautan Steemit ini, kita juga menyaksikan betapa nyatanya ketidakadilan terjadi didepan mata. Disaat mereka-mereka yang berstatus “ungkot Yee” (sudah bereputasi tinggi) dengan mudahnya mendapat apresiasi dari warga Steemit –meskipun dengan karyanya yang (maaf) alakadar. Namun diwaktu yang sama juga, kita melihat mereka-mereka yang berstatus “ungkot Kareng” (pemula dan bereputasi rendah) begitu sukarnya untuk mendapat apresiasi dari warga Steemit.
Kita tidak boleh menutup mata dari ketidakadilan ini. Karena keadilan itu menjadi karakter dari sistem kehidupan manusia yang berakal.
Dulu, manusia sengaja melawan dan menolak hukum rimba yang tidak jauh beda dengan hukum dalam kerajaan binatang itu, dimana yang kuat berdiri tegak (tentu dengan kekuasaannya) tapi yang lemah berdiri di belakang dan tertindas. Mereka berjuang untuk adanya hukum baru yang mengusung konsep keadilan.
Karena itu, mari mulai sekarang kita hidupkan kembali semangat keadilan. Mau dimanapun kita berada yang namanya keadilan mesti ditegakkan. Sedangkan segala tindak tanduk atau sikap yang mengarah pada ketidakadilan mesti ditinggalkan. Supaya sistem kehidupan yang benar-benar manusiawi dapat secepatnya ditegakkan. #nyanban
Senin, 28 Mei 2018 || @emsyawall
Disaat yang sama sepertinya kita juga harus meningkatkan rasa syukur dan sabar
itu pasti bung @atta. karena itukah tetap konsisten dalam berkarya. hehe
Keadilan dan kesejahteraan hanya terdapat di teori saja. Namun jika kita telusuri lebih lanjut baik di dunia Maya mau pun nyata, apa yang terjadi? Ya begitulah...kita bisa melihat sendiri apa yang terjadi depan mata.
Semoga keadilan dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari ya Bang @emsyawall, baik di dunia maya mau pun di dunia nyata.
Saya sangat setuju dengan pendapat dirimu @jarnidanababan. teruslah berbuat dan menkampanyekan keadilan
Kalau ketemu Pak Wabup kirim salam ya @emsyawali
Insya Allah bg @jkfarza heheh