Makna dan Peran Bahasa Aceh
Kali ini saya mereview buku Acehnologi volume ketiga karya pak Kamaruzzaman Bustaman Ahmad. Dan sekarang pembahasannya adalah makna dan peran bahasa aceh. Jika berbicara tentang makna dan peran bahasa Aceh saya teringat ketika saya masih SD saya mempelajari bahasa Aceh atau mulok( muatan lokal) tersebut.
Saya tidak suka mata pelajaran tersebut, karna menurut saya waktu itu, untuk apa mempelajari bahasa Aceh lagi, yang padahal kita memang asli orang Aceh, itu yang ada dibenak saya. Namun pada kenyataan nya mempelajari bahasa Aceh tersebut sangatlah penting, karna dalam mata pelajaran tersebut masih banyak istilah- istilah tertentu yang belum saya ketahui.
Ketika saya masih man( Madrasah Aliyah), kepala sekolah menyuruh kami untuk berbicara bahasa indonesia, agar ketika kuliah nanti tidak terlalu janggal ketika berbicara. Namun hal tersebut tidak bertahan lama, karna kami sangat malas menggunakan bahasa indonesia tersebut.Saya sangat senang berbahasa Aceh, dan menurut saya kampung adalah salah satu untuk mengekspresikan bahasa Aceh.
Namun yang uniknya,Ketika saya ke meulabouh untuk liburan ke tempat saudara saya, ketika itu saya membeli makanan di salah satu kios tidak jauh dari tempat tinggal saya, dalam komunikasi kami, orang tersebut langsung mengatakan” dek dari teunom ya” orang tersebut langsung dapat mengenali ciri khas bahasa yang saya ucapkan sebagai orang teunom.
Namun ketika saya kuliah di Banda, bahasa Indonesia adalah bahasa utama yang digunakan untuk berkomunikasi, dan bahasa Aceh sangat jarang digunakan di kota ini. Padahal, sebagai orang Aceh kita harus melestarikan bahasa Aceh karna itu ada ciri khas dari orang Aceh. Pada halaman 833 berisi tentang asal usul bahasa, yang pertama, aliran teologis yang menganggap manusia bisa berbahasa karena anugrah tuhan yang pada mulanya tuhan mengajarkan pada Adam, nenek moyang seluruh manusia. Kedua, aliran naturalisme yang memandang bahwa kemampuan berbahasa merupakan bawaan alam, sebagaimana kemampuan untuk melihat, mendengar, maupun berjalan. Ketiga, aliran konvensionalis yang menyebutkan bahwa bahasa merupakan sebagai produk sosial. Dari ketiga teori ini, dua aliran yang terakhir yang menjadi wilayah kajian ilmu sosial, khususnya antropologi, yang memusatkan perhatian, pada bahasa sebagai media manusia untuk membangun relasi sosial.
Dengan begitu, sebagai masyarakat aceh kita harus slalu menjunjung tinggi bahasa Aceh, Karna kalau bukan kita yang melestarikan bahasa Aceh siapa lagi yang akan melakukan hal tersebut.