Melihat Koleksi Identitas Korban Tsunami di PMI Aceh, Ada KTP Merah Putih
Menggunakan baju merah, dua pria berjalan pelan masuk dalam sebuah gedung berkonstruksi baja. Di lantai dua, lalu ia masuk dalam ruangan berukuran 4x2 meter bersuhu sekitar 20 derajat celcius. Di ruang itulah, ada 400 identitas korban tsunami yang diambil dari jenazah saat dilakukan evakuasi 13 tahun silam oleh relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh.
Identitas korban tsunami itu berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP Merah Putih, kartu identitas khusus yang dikeluarkan Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) Aceh tahun 2003 silam tersimpan rapi di ruang khusus di markas PMI Aceh. Kartu identitas itu disimpan di balik kaca yang dipasang kuci khusus.
Niat PDMD Aceh mengeluarkan KTP Merah Putih untuk membedakan antara masyarakat sipil dengan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum Aceh damai. Sebelum tsunami menerjang Aceh 26 Desember 2004, tepatnya 13 tahun, Aceh masih dilanda konflik antara Pemerintah Indonesia dengan GAM.
Ketua PMI Aceh, Teuku Alaidinsyah didampingi seorang relawan yang terlibat langsung evakuasi jenazah korban tsunami, Fauzi Husaini memperlihatkan satu per satu koleksi mereka. Ada KTP Merah Putih, ATM, Surat Izin Mengemudi (SIM), Askes (Asuransi Kesehatan), kartu pemilih dan sejumlah koleksi lainnya.
Semua identitas korban tsunami itu diambil oleh relawan dari jenazah saat melakukan evakuasi jenazah. Saat itu, mayat bergelimpangan di mana-mana usai tsunami, hingga menggugah dunia internasional untuk membantu Aceh, termasuk mengevakuasi mayat-mayat yang berserakan usai gempa dan gelombang dahsyat tsunami.
Fauzi Husaini yang terlibat langsung mengevakuasi jenazah, bukan hanya saat tsunami menerjang Aceh, tetapi sejak konflik sudah terbiasa dengan pekerjaan menantang itu dan tak kenal lelah siang malam selama tiga bulan. Mereka bekerja tanpa pamrih, niat Fauzi dan rekan-rekannya, setiap orang yang sudah meninggal wajib menjalankan fardhu kifayah.
Fauzi mengaku, setiap jenazah yang ia dan rekan-rekannya evakuasi bila ditemukan identitas selalu diambil dan disimpan ke markas PMI. Semua identitas itu sekarang sudah dijadikan museum kecil, untuk mengenang tragedi bencana terbesar di dunia abad sekarang.
"Barang-barang yang ada sama mayat kita kumpulkan, sedangkan mayat kita bawa ke pemakaman massa di Siron, Aceh Besar untuk disemanyamkan," kenang Fauzi Husaini.
Masih belum lekang ingatannya saat sedang melakukan evakuasi mayat-mayat. Beragam peristiwa telah ia lewati saat evakuasi jenazah. Tidak hanya harus berjuang melawan bau busuk, tetapi juga harus super hati-hati saat melakukan evakuasi jenazah yang terjepit.
Belum lagi mereka harus mengambil resiko dengan berbagai macam penyakit yang mengancam mereka. Akan tetapi, berkat kerja keras dan keihklasan mereka, semua tim evakuasi masih selamat hingga sekarang.
Terlebih mayat yang ditemukan dalam air. Menurut Fauzi, mayat yang ada dalam air itu lebih cepat membusuk dan sulit untuk dikenali. Bahkan tak jarang, relawan tidak mengatahui ada mayat, karena sudah tertimbun dengan lumpur.
"Kami bukan hanya mengamankan identitas, tetapi ada juga emas dan uang," jelasnya.
Fauzi berkisah, saat sedang evakuasi mayat, mereka juga ada menemukan barang berharga, seperti emas, uang atau barang-barang berharga lainnya. Sedikitnya ada 1,8 kilogram emas yang berhasil diamankan dari korban tsunami. Sedangkan uang ada sekitar Rp 26 juta.
Semua barang berharga yang ditemukan itu dikumpulkan, setelah dibersihkan lalu disumbangkan ke masjid. "Emas dan uang tersebut kemudian kami hibahkan ke Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh," kata Teuku Alaidinsyah.
Teuku Alaisinsyah mengaku, semua koleksi ini merupakan barang-barang yang diamankan saat sedang relawan melakukan evakuasi. Berdasarkan identitas ini, kemudian bahkan ada keluarga korban yang berhasil dipertemukan kembali.
"Melalui identitas ini, kemudian kita berusaha untuk mencari keluarga mereka lainnya dan ada ratusan sudah kita pertemukan," jelas Teuku Alaidinsyah.
Sedangkan ATM yang ditemukan oleh relawan, sebutnya, semua saldo pada tahun 2010 lalu telah dihibahkan kepada Baitul Mal oleh bank masing-masing sekitar Rp 2,5 miliar. "Kartu ATM ini sengaja kita simpan sebagai bukti dan koleksi Aceh pernah terjadi tsunami," jelasnya.
Sekarang tsunami sudah berlalu 13 tahun silam. Pembangunan infrastruktur sudah jauh lebih baik dari sebelum tsunami. Bila dilihat secara kasat mata, Banda Aceh yang 13 tahun silam porak-poranda macam kota mati, sekarang sudah bergeliat kembali.[merdeka]
Wow.
Kisah isnpiratif paska tsunami di Aceh. Tsunami di Aceh selain memakan korban jiwa, bangunan rata dengan tanah dan sekaranag Aceh sudah pulih kembali setelah 13 tahun berlalu.