USAI menyibukkan diri dengan kegiatan sosial, saya mendapat panggilan dari penguasa Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh. Mereka ingin saya datang ke kampus Darussalam itu sekitaran pukul tiga atau empat sore. Ada apa gerangan?

Kesempatan itu saya pakai untuk jelajah singkat kampus. Di beberapa titik saya berhenti mengambil spot menarik. Apalagi langitnya biru. Pohon-pohon rindang. Sebuah kombinasi foto yang sangat menarik. Hanya saja matahari tak lagi terik. Sebab, dia sudah tergelincir ke Barat. Pulang ke peraduan.

Jujur saja, kampus ini sudah terlalu asyik untuk menjadi spot fotografi. Tapi kali ini saya fokus pada gerbang masuk dari kampus tetangga. Jalan utamanya memang sudah cukup rindang. Meski itu bukan hutan. Tapi minimal menjadi hutan kampus. Bukan hutan kota.

Pintu masuk kampus UIN Ar-Raniry

Saya berhenti di sebuah monumen kampus. Aksara besar begitu dominan terpahat di sana. Warna utamanya kuning plus jingga. Lalu warna hitam menjadi latar untuk sebuah jargon kampus yang sekarang makin familiar. Energi Kebangsaan, Sinergi Membangun Negeri.

Letter itu tersusun rapi. Persis sejajar dengan logo kampus. Untuk menambah artistiknya, sebuah line alias garis hijau melintang horizontal di bawahnya. Meski begitu, saya agak kurang puas dengan fotonya. Sebab, selain terburu-buru, cuaca sore ditimpangi sedikit mendung membuat cahaya kurang tajam.

Saya berpikir untuk singgah lagi ketika cuaca benar-benar terik. Jika kebetulan melintas lagi di sini, Insya Allah saya ingin lebih serius lagi mengambil moment-moment epik di sana. Sebenarnya ada banyak momen yang bisa diabadikan. Tapi tak boleh terburu-buru.

Salah satu sudut fakultas di kampus UIN Ar-Raniry

Bila lebih serius dan fokus, tentu banyak yang bisa dijadikan spot foto. Pasti juga akan menghasilkan momen yang menarik. Atau mungkin anda sendiri tak percaya. Tapi begitulah. Ada pelajaran yang dipetik di sini. Jika ingin hasil baik dan bagus, maka harus fokus. Tidak boleh asal-asalan. Apalagi dalam kondisi terburu-buru.

Memang saya terburu-buru, akibat ingin singgah ke Stadion Rugby Universitas Syiah Kuala. Dulunya stadion ini dinamakan Stadion Mini Unsyiah. Belakangan sejak direhab untuk kepentingan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut tahun 2024 lalu, lapangan sepakbola USK ini dipakai sebagai venue Rugby.

Hasilnya, stadion ini menjadi lebih bagus dan layak untuk menggelar even nasional dan daerah. Hanya saja kali ini dipakai untuk pertandingan sepakbola. Asprov PSSI Aceh memakai Stadion Rugby itu untuk menggelar kompetisi Liga 4 Zona Aceh. Kali ini putaran babak delapan besar Liga 4.

Stadion Rugby yang dipakai untuk pertandindan sepak bola

Tim sepakbola PSAB Aceh Besar menjadi tuan rumah di kompetisi ini. Sebagai tuan rumah, mereka memilih Stadion Mini Unsyiah ini sebagai venuenya. Sore ini adalah partai final. PSAB Aceh Besar menghadapi Persidi Idi, Aceh Timur. Saat saya hadir skor 0-1 untuk tim tamu asal Aceh Timur.

Saat ini sudah memasuki babak kedua. Lewat sebuah serangan balik, anak-anak Aceh Besar sukses menyamakan kedudukan menjadi 1-1 lewat gol Aa Mansur. Hingga babak kedua berakhir skor tak berubah. Pertandingan dilanjutkan dengan babak tambahan waktu alias extra time, 15 x2. Saat duel 15 menit terakhir saya harus pulang.

Ada rombongan yang menunggu di tempat kami tadi siang menggelar kegiatan sosial. Lalu saya pun segera meluncur ke sana. Hanya beberapa saat lagi sebelum magrib turun.

---

Thanks for being with me and reading my post patiently

*****

10 % payout to @steem.amal

---

---

^{Introduce myself}

Salam @Munaa

---